Mengapa akhirnya kami memilih Bagus Bay sebagai lokasi penginapan kami di Tuk-Tuk Siadong? Sederhana saja, pada saat saya dan teman saya tertatih-tatih menyusuri jalan selepas Bukit Beta Garoga, ada satu pengendara motor dengan gaya rastafara, berpostur (maaf) pendek, memepet kami dan bertanya tujuan kami. Singkat cerita, saya yang memang akan menuju Tuk-Tuk Siadong ditawarkan oleh Lae (panggilan dalam bahasa Batak untuk saudara laki-laki) yang mengendarai motor tersebut untuk menginap di Bagus Bay. Saya yang masih setengah curiga bertanya, apakah dia pegawai dari Bagus Bay? Ia pun menjawab bahwa ia adalah pegawai Bagus Bay dan ia bersedia mengantarkan kami ke Bagus Bay yang harusnya sudah tidak terlalu jauh. Kemudian, kalimat dia yang berikutnya adalah kalimat yang membuat saya ingin cepat-cepat check in di Bagus Bay : “Malam ini, kami ada pertunjukkan lagu dan tari-tarian Batak”. Wiii...kalau bisa ngacir, saya langsung ngacir deh. Masalahnya, tas yang saya tenteng lumayan berat. Maklum, jatah seminggu eh 8 hari dech. Hehehe.
Ia sebenarnya menawarkan jasa motornya untuk mengantarkan kami ke Bagus Bay. Entah mengapa, saya koq rasanya nggak bisa dengan mudah terlalu percaya sama orang yach? Alih-alih mengiyakan agar saya segera sampai Bagus Bay, saya memilih untuk berjalan kaki saja. Plus, kali-kali dalam pandangan mata ada penginapan yang lebih baik dari Bagus Bay. Milih-milih boleh donk? Kemudian, ia meninggalkan kami di tengah jalan sambil berkata, “Bagus Bay adalah penginapan paling pertama, letaknya di sebelah kanan”. Yah, kembali kami menyusuri jalanan gelap tanpa ujung itu. Hahaha. Tidak berapa lama, kami menemui percabangan dan tidak lama kemudian mulailah tampak deret-deretan lampu dan bangunan yang saling bersisian satu sama lain tampak di depan kami. Warung internet, warung kelontong, toko souvenir dan aneka macam penginapan berjejer di depan kanan dan kiri kami. Mungkin maksud dari si Lae adalah, Bagus Bay terletak persis pertama kali di pinggir jalan apabila kita berjalan dari arah Tomok. Namun, bagus Bay nggak bener-bener pertama sich. Ada sekitar dua atau tiga losmen kecil yang berdiri sebelum Bagus Bay namun tampilannya kecil, gelap dan kurang menyenangkan, makanya saya lewatkan begitu saja. Jelas, hal paling utama menarik saya ke dalam Bagus Bay dan tidak membuat saya melihat kiri dan kanan lagi adalah alunan irama instrumental Batak yang terdengar menghentak dari luar jalanan. Secara resmi, inilah kamar tempat saya menginap pertama kali di Sumatera Utara, malam pertama!
saya masuk ke dalam ruangan dan bertemu dengan Lae yang tadi membawa motor dan menawarkan kami Hotel Bagus Bay. Di resepsionis, saya berjumpa dengan seorang gadis eksotis berambut panjang keriting yang menyapa kami dalam bahasa Inggirs yang lancar. Saya bingung sejenak, haruskah saya mengikutinya dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia? Hal ini akan beda ceritanya kalau bahasa Inggris si Ito tersebut patah-patah. Untungnya, ia menanyakan asal kami yang sempat dikiranya dari Korea. Dengan lega kami menjawab “kami orang Indonesia. Dari Jakarta”. Dan begitulah, sisa percakapan dilanjutkan dalam bahasa Indonesia walaupun Indonesianya si Ito ini mirip sekali si Cincha Laura walau ga selebay dia.
Kamar di Bagus Bay bervariasi. Tentu, mata kami langsung menumbuk pada kamar termurah yang disediakan. Nggak papa deh nggak ada sarapan, nggak papa deh kamar mandi luar, nggak papa deh lokasinya terpencil, nggak papa deh ruangannya kecil yang penting murah, bersih dan bisa tidur. Hohoho. Sayangnya, entah memang benar sudah dibooking atau memang kami yang tanpa persiapan, kami tidak bisa memperoleh kamar tersebut dengan alasan sudah dibooking. Kami digiring ke pilihan kamar seharga Rp. 150.000 dengan kasur king size, kamar mandi dalam, tanpa AC (ya eyalaaahhh...ini Danau Toba, gila apa kalau pake AC!), dan tanpa sarapan (ternyata semua kamar disini memang tanpa sarapan). Yah, seandainya saja saat itu masih pagi, saya nggak bawa barang dan saya belum capek, pasti saya mencoba untuk mencari alternatif dech. Sayangnya, saat itu sudah malam, kami lapar, kotor, lepek, letih, dan barang bawaan segunung serta tari-tarian Bataknya sudah mau pentas! Kyaaaa...nggak pakai mikir deh, segera check in biar bisa segera mandi dan makan lalu menyaksikan pertunjukkan Batak deh.
Bagus Bay ini sendiri fasilitasnya lumayan komplit loh untuk hotel sederhana seperti ini. Selain hotel, ia juga memiliki restoran yang dikelola sendiri, warung internet (satu jamnya Rp. 10.000 tapi kecepatannya amit-amit lambat banget!), game center untuk bermain bulu tangkis, squash, billiard dan kursi-kursi beserta gazebo tepi danau untuk malas-malasan dan pelabuhan untuk mengantarkan penumpang dari Tuk-Tuk Siadong menuju Parapat. Keistimewaannya, hanya dari Bagus Bay inilah kapal penumpang bisa berlayar menuju Parapat dan sebaliknya. Di dalam dinding restorannya sendiri banyak sekali informasi menarik yang bisa kita manfaatkan selama kunjungan di Tanah Samosir, seperti Peta Kabupaten Samosir (yang mencakup wilayah Harian dan Sianjur Mula-Mula yang terletak di luar pulau), jasa pijit dan refleksi, jadwal kapal, hingga makanan dan minuman ajaib seperti contohnya : jamur ajaib dengan hasil ajaib yang bisa membuat pemakannya “nge-fly”. Hiiii. Saya tentu saja tidak akan mencobanya walaupun itu tampaknya aman karena merupakan resep lokal di tempat ini (iyalah, kalau nggak aman, mungkin Bagus Bay ini sudah digerebek dari kapan tahu karena mengedarkan obat terlarang kali ya..).
Menuju ke Kamar yang seharga Rp. 150.000, ternyata kamar ini terletak di lantai dua. Di depan kamar persis terdapat balkon tempat kita bisa duduk-duduk santai namun teralis balkonnya kurang memadai sehingga ada perasaan ngeri kalau nggak hati-hati kayaknya bisa terjun ke bawah dech. Kamarnya luar biasa minimalis dan tentu saja baru karena hampir tidak bernoda sama sekali. Kamar mandinya bersih, keramiknya tampak baru semua, sebuah shower bertengger dengan manis di sudut kamar mandi. Di luar kamar mandi, ada dua buah kursi rotan manis bertengger di sudut tempat tidur. Sepanjang perjalanan saya di Samosir, kamar ini adalah kamar yang paling bagus degan harga yang paling pantas. Seiring perjalanan, saya akan mendapati kamar yang kualitasnya semakin menurun namun dengan harga yang sama. Hahaha. Maklum dech, makin daerah dan makin pelosok, pesaingnya makin sedikit sehingga harganya bisa agak dimainin. Tau gitu, urutan itinerary saya memang bener ya : bertualang dari tempat yang paling terpencil untuk kemudian berangsur-angsur menuju tempat yang paling modern. Hehehe.
saya masuk ke dalam ruangan dan bertemu dengan Lae yang tadi membawa motor dan menawarkan kami Hotel Bagus Bay. Di resepsionis, saya berjumpa dengan seorang gadis eksotis berambut panjang keriting yang menyapa kami dalam bahasa Inggirs yang lancar. Saya bingung sejenak, haruskah saya mengikutinya dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia? Hal ini akan beda ceritanya kalau bahasa Inggris si Ito tersebut patah-patah. Untungnya, ia menanyakan asal kami yang sempat dikiranya dari Korea. Dengan lega kami menjawab “kami orang Indonesia. Dari Jakarta”. Dan begitulah, sisa percakapan dilanjutkan dalam bahasa Indonesia walaupun Indonesianya si Ito ini mirip sekali si Cincha Laura walau ga selebay dia.
Kamar di Bagus Bay bervariasi. Tentu, mata kami langsung menumbuk pada kamar termurah yang disediakan. Nggak papa deh nggak ada sarapan, nggak papa deh kamar mandi luar, nggak papa deh lokasinya terpencil, nggak papa deh ruangannya kecil yang penting murah, bersih dan bisa tidur. Hohoho. Sayangnya, entah memang benar sudah dibooking atau memang kami yang tanpa persiapan, kami tidak bisa memperoleh kamar tersebut dengan alasan sudah dibooking. Kami digiring ke pilihan kamar seharga Rp. 150.000 dengan kasur king size, kamar mandi dalam, tanpa AC (ya eyalaaahhh...ini Danau Toba, gila apa kalau pake AC!), dan tanpa sarapan (ternyata semua kamar disini memang tanpa sarapan). Yah, seandainya saja saat itu masih pagi, saya nggak bawa barang dan saya belum capek, pasti saya mencoba untuk mencari alternatif dech. Sayangnya, saat itu sudah malam, kami lapar, kotor, lepek, letih, dan barang bawaan segunung serta tari-tarian Bataknya sudah mau pentas! Kyaaaa...nggak pakai mikir deh, segera check in biar bisa segera mandi dan makan lalu menyaksikan pertunjukkan Batak deh.
Bagus Bay ini sendiri fasilitasnya lumayan komplit loh untuk hotel sederhana seperti ini. Selain hotel, ia juga memiliki restoran yang dikelola sendiri, warung internet (satu jamnya Rp. 10.000 tapi kecepatannya amit-amit lambat banget!), game center untuk bermain bulu tangkis, squash, billiard dan kursi-kursi beserta gazebo tepi danau untuk malas-malasan dan pelabuhan untuk mengantarkan penumpang dari Tuk-Tuk Siadong menuju Parapat. Keistimewaannya, hanya dari Bagus Bay inilah kapal penumpang bisa berlayar menuju Parapat dan sebaliknya. Di dalam dinding restorannya sendiri banyak sekali informasi menarik yang bisa kita manfaatkan selama kunjungan di Tanah Samosir, seperti Peta Kabupaten Samosir (yang mencakup wilayah Harian dan Sianjur Mula-Mula yang terletak di luar pulau), jasa pijit dan refleksi, jadwal kapal, hingga makanan dan minuman ajaib seperti contohnya : jamur ajaib dengan hasil ajaib yang bisa membuat pemakannya “nge-fly”. Hiiii. Saya tentu saja tidak akan mencobanya walaupun itu tampaknya aman karena merupakan resep lokal di tempat ini (iyalah, kalau nggak aman, mungkin Bagus Bay ini sudah digerebek dari kapan tahu karena mengedarkan obat terlarang kali ya..).
Menuju ke Kamar yang seharga Rp. 150.000, ternyata kamar ini terletak di lantai dua. Di depan kamar persis terdapat balkon tempat kita bisa duduk-duduk santai namun teralis balkonnya kurang memadai sehingga ada perasaan ngeri kalau nggak hati-hati kayaknya bisa terjun ke bawah dech. Kamarnya luar biasa minimalis dan tentu saja baru karena hampir tidak bernoda sama sekali. Kamar mandinya bersih, keramiknya tampak baru semua, sebuah shower bertengger dengan manis di sudut kamar mandi. Di luar kamar mandi, ada dua buah kursi rotan manis bertengger di sudut tempat tidur. Sepanjang perjalanan saya di Samosir, kamar ini adalah kamar yang paling bagus degan harga yang paling pantas. Seiring perjalanan, saya akan mendapati kamar yang kualitasnya semakin menurun namun dengan harga yang sama. Hahaha. Maklum dech, makin daerah dan makin pelosok, pesaingnya makin sedikit sehingga harganya bisa agak dimainin. Tau gitu, urutan itinerary saya memang bener ya : bertualang dari tempat yang paling terpencil untuk kemudian berangsur-angsur menuju tempat yang paling modern. Hehehe.
ongkos kapal tuk tuk-parapat sama nggak yah dengan tomok-parapat? :D
ReplyDelete