Kalau soal cita rasa, jujur dan terus terang nich, saya nggak terlalu menggemari masakan Sumatera Utara, terutama yang khas Batak. Entah kenapa, saya tidak terlalu cocok dengan tekstur makanan dan rasa yang dikecap di lidah saya ini. Bukannya saya bilang makanan Batak nggak enak loch yah, tapi kayaknya cita rasa saya yang nggak terlalu sesuai sama masakan asli Tano Batak. Apalagi Orang Batak memiliki bumbu asli masyarakat Batak, Andaliman yang memiliki sedikit sensasi rasa mint pada makanan yang mereka buat. Terus terang, makanan ini tampaknya bukan menjadi makanan favorit saya. Terkecuali Babi Panggang Karo atau yang terkenal dengan BPK, rasanya tidak ada makanan yang benar-benar saya kangeni (atau jangan-jangan, saya belum ketemu koki handal yang jago menyajikan masakan Batak yach?). Hmm...
Sembari menyaksikan pertunjukkan tari-tarian, musik, serta lagu-lagu khas Batak, saya memesan makanan demi mengisi perut yang sudah keroncongan karena makanan yang mengisi perut saya terakhir adalah Soto Daging di Medan, sekitar 9 jam lalu! (yah...roti di kapal nggak dihitung donk...hehehe). Adapun karena Bagus Bay Restaurant ini bernuansa internasional, alhasil menu makanannya sangat variatif dan harganya juga nggak bisa dibilang murah. Menghindari membuang-buang uang terlalu banyak di awal perjalanan, saya akhirnya memesan mie goreng saja yang terlihat aman (dan tentu saja murah. Hihihi). Menu lain di restoran ini nggak bisa dibilang terlalu bersahabat dengan kantong saya. Daripada terlalu dihamburkan untuk makanan, rasanya lebih logis dihamburkan untuk perjalanan dech. Toh, kalau perjalanan dapat foto-foto. Kalau makanan, ujung-ujungnya cuma jadi **BEEP**Jadi, yah, saya menunggu sekitar 10 menitan untuk Mie Goreng sementara teman saya memesan Nasi Goreng. Untuk kedua jenis makanan ini pun, harganya nggak bisa dibilang murah-murah amat. Saya lupa-lupa ingat, namun harga kedua makanan ini berkisar antara Rp. 25.000 - Rp. 35.000. Perlu dicatat, harga makanan lain jauh lebih mahal karena berupa masakan benaran, bukan sekedar nasi atau mie digoreng seperti ini. Untuk minuman, saya memesan lemon tea untuk menghangatkan perut saya. Lemon Tea-nya cukup menarik karena bukan sekedar lemon tea instan saja melainkan teh yang benar-benar diberi perasan jeruk lemon. Rasanya? Masam-masam segar tapi benar-benar terasa rasa lemonnya. Sayangnya, mie goreng dan nasi gorengnya tidak memenuhi ekspektasi saya sama sekali. Saya berharap akan menikmati sepiring masakan sederhana dengan cita rasa dan bumbu yang kaya di dalam mulut. Entah kenapa, nasi goreng atau mie goreng di abang-abang gerobak yang lewat di depan rumah saya setiap malam rasanya jauh lebih enak dibanding yang saya makan disini. Yah, kembali lagi, setiap daerah ada kelebihan ada kekurangannya masing-masing. Mungkin Tano Batak diberkati dengan Naniura atau Sassang, dan bukan dengan nasi goreng atau mie gorengnya kali yah?
saya juga cari aman waktu makan di wisma sibayak desa tongging.. yang harganya murah cuma mie goreng sama nasi goreng.. masakan lainnya harganya udah di atas 25.000 per porsi.. makan dua kali udah bisa buat nginep semalem dong ya.. hahaha.. :p
ReplyDeleteho oh Mas. beli dua kali makan sama aja kayak nginep semalam. ini alasan terbesar mengapa wisata kuliner nggak begitu menarik minat saya. Pencariannya terkadang butuh usaha tersendiri, rasa makanan belum tentu sesuai, dan harga yang tidak memiliki patokan standard. Makanya, kadang-kadang kalau lagi jalan-jalan, saya biasanya lupa makan. begitu inget, baru deh isi secukupnya, yang penting perut keisi dan ga masuk angin. hehehe
ReplyDeleteGak punya duit jd gak bisa makan yg enak2.alesan aja makanan Batak ga pas,lah gak punya duit
ReplyDeleteHahaha...makasih buat sindiran halusnya. Mantaps! Maju Indonesia! Kita butuh orang lebih banyak lagi orang seperti anda! :D
ReplyDelete