Belanja Di Pasar Tradisional Kampung Solor

Lokasi berikutnya yang dapat kita gunakan untuk menikmati aslinya Kota Kupang adalah Jalan Garuda atau yang bisa dikenal dengan nama Kampung Solor. Lokasi ini berada tepat di sebelah Teluk Kupang bagian barat. Sejatinya, wilayah Kampung Solor masih merupakan bagian dari Teluk Kupang bagian barat. Namun, deretan toko dan kios yang dibangun di sisi kanan dan kiri praktis menutup pandangan ke arah pantai sehingga anda tidak akan mengira bahwa tepat di sebelah belakang toko adalah laut.
Jalan Garuda ini merupakan wilayah kota lama yang dibangun pada awal Kota Kupang berdiri. Disini, anda bisa menyaksikan beberapa bangunan yang berusia cukup lama dan lapuk masih berdiri dengan tegak ataupun sudah hancur dan menjadi puing-puing tak terurus. Di bagian dalam Jalan garuda yang sedikit jauh dari pantai, anda akan menemukan bangunan-bangunan tua lebih banyak lagi. Sebenarnya, tidak ada atraksi menarik yang bisa dinikmati dari Jalan garuda ini selain deretan toko-tokonya yang menjual berbagai macam aneka rupa produk mulai dari pakaian, plastik, makanan, hingga perhiasan dan alat tulis. Namun, tempat ini bisa menjadi tempat menarik untuk berbelanja karena lokasinya yang cukup dekat dengan pusat kota. Mulai dari barang-barang yang umum anda temui, hingga yang agak unik dan jarang di pasaran bisa anda temukan disini. Beberapa minimarket milik perorangan tampak dibuka di sepanjang jalan ini. Toko-toko yang agak unik adalah yang menjual segala macam produk garmen seperti kancing, renda dan pita, kemudian toko jas hujan dan bangunan tua yang difungsikan sebagai gereja. Yang menarik, di sepanjang Jalan garuda ini anda bisa melihat beberapa pedagang emas dan ahli reparasi jam tangan membuka “kios” kecilnya di depan toko-toko yang sudah ada. Kios yang dimaksud disini adalah suatu bentuk seperti meja dan memiliki etalase kaca untuk menampilkan produk-produk yang mereka jual atau sekedar menunjukkan, jasa apa yang mereka lakoni.
Tidak sekedar menjual produk non-pangan, di pasar ini, ada sebuah gang kecil di dekat terminal yang penuh sesak oleh pedagang produk pangan, terutama kue dan makanan kecil. Kue-kue yang umum dijual seperti kue mangkok, gorengan, bolu dan roti banyak dijual disini. Kue yang menurut saya agak aneh dijual adalah martabak. Martabak di pasar ini dijual bertumpuk-tumpuk dan langsung dimasukkan dalam kantung plastik ketika ada konsumen membelinya. Dalam benak saya, penjual martabak adalah orang yang khusus menjual martabak sehingga butuh gerobak besar dan alat panggangan untuk memanggang adonan terigu hingga menjadi martabak. Nyatanya, aneka martabak aneka rasa ditumpuk-tumpuk di meja pajang (beberapa bahkan diletakkan di dalam etalase kaca seakan-akan kue tersebut adalah perhiasan).Para konsumen yang terutama ibu-ibu, cukup banyak yang memborong martabak, bersamaan dengan kue-kue lainnya. Sayang, saya tidak sempat mencicipi martabak yang dijajakan tersebut. Namun, melihat dari kondisi fisiknya, saya lebih memilih kue yang lain saja.
Produk yang saya yakin tidak akan anda jumpai di sembarangan tempat adalah pinang, sirih, kapur dan tembakau. Ibu atau Bapak penjual yang biasanya orang Timor ini menggelar sejenis terpal di atas trotoar. Pinang dan sirih dikelompokkan satu-satu dan disusun di atas terpal tersebut. Kapur dimasukkan ke dalam kantung plastik kecil. Sementara tembakau dijual dalam bentuk lempengan besar yang setengah kering dan ditumpuk-tumpuk di atas terpal. Hal ini tentu tidak terlepas dari kebiasaan warga Timor dan hampir sebagian besar warga Indonesia untuk mengunyah pinang dan sirih. Fenomena ini sudah cukup langka ditemukan di kota besar.
Adalagi jenis penjual lainnya, yakni anak-anak yang meletakkan buah-buahan kantong per kantong di depan trotoar. Buah-buahan tersebut umumnya apel dan salak. Saya sempat tertarik membeli apel yang berukuran kecil-kecil tersebut (kira-kira sebesar telur ayam) karena saya mendengar bahwa Apel So’E sangat terkenal. Sayangnya, apel tersebut adalah Apel Manalagi yang berasal dari Bali. Urunglah saya membeli apel tersebut. Di sisi lain, saya heran, bukankah lebih mudah untuk mengangkut apel dari So’E daripada membawanya dari Bali?

0 komentar:

Post a Comment