Bingung menentukan tujuan selanjutnya padahal waktu yang tersisa sudah tinggal sedikit sekali. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 5 sementara itu pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta akan berangkat pada pukul 9 malam. Butuh banyak waktu untuk kembali ke hotel, bersiap-siap dan meninggalkan Kota Surabaya menuju daerah pinggir, daerah bandara.
Saat ini, saya sedang berada di Kya-Kya Surabaya, bingung ingin memilij Mesjid Sunan Ampel atau Kelenteng Kong Co Kong Tik Cun Ong. Keduanya memang tidak terlalu jauh namun, dari posisi saya berdiri, tampaknya Kelenteng lebih dekat walaupun posisinya agak masuk ke wilayah gang kecil. Iseng-iseng, saya bertanya kepada salah seorang pemilik toko. Beliau menyarankan saya agar berkunjung ke kelenteng saja karena lebih dekat selain itu pertimbangan lainnya adalah waktu yang sudah malam. Ternyata, dari pintu keluar Kya-Kya, kelenteng berada tidak terlalu jauh, hanya sedikit berbelok ke arah kiri saja. Tak lama berjalan, kelenteng sudah tampak di antara padatnya rumah-rumah bergaya Chinese kuno dan gang-gang yang sempit. Tidak adanya symbol atau papan nama apapun membuat saya sedikit kebingunan. Dimanakah pintu masuk utama kelenteng ini? Setelah sedikit berputar-putar, akhirnya saya meyakini satu pintu sebagai titik masuk kelenteng ini. Pintu ini berukuran kecil, diapit oleh dua bangunan utama kelenteng tersebut.
Mengejutkan, dengan ternyata memasuki jalan kecil tersebut, saya hamper sampai di sebuah lapangan bulu tangkis kecil yang difungsikan menjadi tempat anak-anak untuk bermain sepakbola. Kelenteng itu sendiri tidak terlalu besar, ada dua bangunan utama di kiri dan kanan jalan yang mengapit jalan kecil tersebut. Ada pula penjaga kelenteng tersebut (masih anak muda) yang bisa ditanya-tanyai hal-hal seputar kelenteng tersebut. Pemuda tersebut mempersilahkan kami melihat-lihat dengan ramah dan tak lupa menjelaskan sedikit tentang kelenteng tersebut. Ketika saya bertanya tentang maksud berfoto, pemuda tersebut menjelaskan, ada beberapa titik yang memang dilarang untuk difoto, terutama foto patung-patung yang ada di dalam lingkungan kelenteng dan meja altar. Memang, kala itu, suasana magis sangat kentara di tempat ini. Saya sampai takut-takut ketika ingin bertanya suatu tempat diperbolehkan atau tidak. Yang jelas, foto di dalam lingkungan kelenteng, termausk patung dan depan altar adalah dilarang. Anda bisa berfoto dengan bebas di wilayah manapun selama masih berada di luar wilayah kelenteng. AKhirnya, saya berfoto dengan arsitektur kelenteng yang bernuansa asia saja. Nggak mau lama-lama takut terlambat, saya segera keluar dari kelenteng ini dan kembali ke Kya-Kya guna kembali ke Surabaya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
woww! lama ta basua posting-an udah bludak :)
ReplyDeletehihihi....uakeh postinganne...:p
ReplyDeleteklenteng itu historis nya apa mar?
ReplyDeletehehehe...ga ada :P
ReplyDeletekarena masuk dalam tempat wisata di Lonely Planet, jadi yah tak kunjungi. historisnya ga ada. sama kayak kelenteng2 lainnya rasanya :D lagian ini wisata penghabisan ketika hari menjelang malam koq :P
tapi kalo liat foto-mu ya cak, yang kiri atas itu. memberi rasa nih kelenteng udah tua banget
ReplyDeleteops..
kecuali helm-nya :)
hihihi...itu intinya, nuansa baru dan lama bercampur jadi satu...kekeke...:D
ReplyDelete