Ini kali pertama saya menggunakan Citilink. Anak perusahaan Garuda Indonesia yang mengusung “low-cost-carrier” ini saya coba karena saya mendapatkan harga Rp. 382.000 untuk satu kali jalan dari Jakarta – Medan, jauh di bawah maskapai-maskapai lain. Tentu, harga segini sich nggak saya sia-siakan. Saya segera memesan tempat untuk pergi dan pulang menuju Sumatera Utara. 8 hari harusnya mencukupi untuk perjalanan saya mengelilingi negeri Sumatera Utara (walaupun, kenyataannya, berapapun hari yang diberikan tetap saja kurang. Yang membatasi hanyalah uang yang tersisa di kantong. Hiks). Ekspektasi saya tinggi loch mengingat Citilink adalah anak perusahaan Garuda Indonesia. Harusnya standardnya memang berbeda donk yach?
Perjalanan pagi itu dimulai dari Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta. Pesawat Citilink yang akan membawa saya sedianya bergerak dari Jakarta pada pukul 7 pagi dan tiba di Medan pada pukul 9.15. Semua proses check in dilakukan tanpa ada hal yang di luar kebiasaan. Semuanya serba mulus, kecuali jumlah antrian di check in counter yang membuat saya harus mengantri sedikit. Namun, antrian ini tidak ada apa-apanya dibanding antrian Batavia di sebelah counter. Hehehe. Pesawat Citilink ternyata cukup modern. Dengan manajemen a la AirAsia, Citilink menerapkan sistem berjualan di atas udara. Jadi, ekspektasi saya terlalu besar. Dengan manajemen Garuda Indonesia, saya berpikir bahwa penerbangan ini akan menyediakan makanan dan minuman gratis. Ternyata, harga tiket yang saya bayar adalah tiket untuk kursi saja. Tidak ada fasilitas apapun. Bahkan untuk sepotong roti kecil dan segelas air mineral pun, kehadirannya tidak dirasakan. Semua menu makanan, minuman hingga aksesoris dan oleh-oleh dijual di dalam kabin pesawat.
Walaupun interiornya menarik, namun cukup jelas bahwa pesawat ini adalah pesawat eks-Garuda Indonesia dengan full-entertainment dan fasilitas lainnya. Televisi cembung yang berderet di lorong seakan meneguhkan hal tersebut. Fungsi musik bahkan cukup terakomodir dengan baik di pesawat ini. Sayang, karena sudah dipegang oleh manajemen Citilink, nampaknya fitur ini sudah ditiadakan. Hal menarik lainnya tentu saja pramugarinya. Pramugari Citilink agak berbeda dengan pramugari yang kita kenal. Pramugrasi Citilink mengenakan celana pendek atau panjang dengan atasan kaus polo warna merah muda. Selilit pita mengelilingi pinggang mereka. Energik dan muda yah? Sayangnya, saya sempat diperingati oleh salah satu pramugari agar tidak berfoto saat mereka sedang melakukan peragaan keselamatan. Kenapa yach?
Citilink menjawab kebutuhan para petualang untuk mendapatkan harga murah meriah guna mencapai kota-kota yang diinginkan. Sayang, rute Citilink masih terbatas dan belum sebanyak kakak kandungnya, Garuda Indonesia. Citilink hanya melayani rute Jakarta, Surabaya, Banjarmasin, Batam, Balikpapan, Medan, Denpasar dan Ujung Pandang. Tidak semua kota-kota ini terhubung dengan Citilink loch. Yang menjadi hub utama hanyalah Jakarta dan Surabaya. Kedua kota ini pun tidak terhubung total dengan kota-kota lainnya. Bingung? Gambarannya begini, Jakarta hanya menghubungkan kota-kota di barat saja, artinya tidak ada rute Jakarta – Ujung Pandang langsung. Surabaya hanya menghubungkan kota-kota di timur saja, artinya tidak ada rute Surabaya – Medan langsung. Juga tidak ada rute Surabaya – Denpasar langsung. Tidak ada rute Banjarmasin – Balikpapan sama seperti Medan – Batam. Bahkan, Denpasar hanya terkoneksi ke Jakarta dan Ujung Pandang hanya ke Surabaya. Dengan pilihan yang terbatas, kita memang tidak bisa memaksimalkan maskapai ini untuk menjadi suatu opsi. Namun, apabila kebetulan rute yang kita tempuh dimiliki oleh Citilink, bolehlah anda coba untuk mengecek harga kursinya. Harga kursi mereka lumayan bersaing karena memang tidak ada fasilitas apapun yang disediakan termasuk makanan. Kalau kebetulan anda lapar selama perjalanan, ada sejumlah menu yang dijual misalnya nasi hainan atau nasi goreng sate ayam dengan harga masing-masing Rp. 35.000 sudah termasuk sebotol air minum. Yah, harganya sich memang mirip dengan standard mall. Namun, kalau kebetulan anda sudah lapar tidak tertahankan, adalah lebih baik untuk mengisi perut anda daripada anda masuk angin. Harga yang harus dibayar bisa lebih mahal nantinya kalau sampai masuk angin. Solusi yang lebih baik lagi tentu mempersiapkan segalanya dari awal, termasuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Tetap hemat kan?
Akhir dari perjalanan yang saya kira akan berakhir manis tersebut tampaknya benar-benar di luar perkiraan kami. Mendekati jam 9, pesawat sudah mulai turun menembus awan. Sedikit guncangan kala menabrak awan terasa di badan pesawat. Itulah, Kota Medan sudah tampak di bawah sana. Saya sudah siap berjingkrak-jingkrak saking senangnya. Namun, pesawat kami berputar-putar selama hampir setengah jam di atas Kota Medan untuk mendapatkan kepastian mendarat. Ternyata, kami tidak diijinkan mendarat lantaran pesawat Susi Air mengalami kecelakaan di bawah sana. Susir Air mengalami pecah ban dan mengganggu landasan. Alhasil, pesawat yang belum dievakuasi tersebut teronggok di landasan. Seluruh pesawat yang akan mendarat di Polonia harus dialihkan ke bandara lain, termasuk kami. Saya sich sedikit berharap-harap kecil bahwa pesawat akan didaratkan di bandara-bandara kecil di seputar Sumatera Utara misalnya Sibisa di Ajibata, Silangit di Tarutung, Pinang Sori di Sibolga, atau Aek Godang di Sidempuan. Lumayan, ngirit biaya perjalanan untuk mencapai Nias. Hehehe. Sayang, keinginan saya bak jauh panggang dari api. Bandara-bandara kecil tersebut tidak bisa didarati oleh Boeing 737-300. Alhasil, kami dialihkan ke Pekanbaru. Doeng!
Butuh 45 menit ekstra bagi kami untuk mencapai Pekanbaru. Sesampainya di Pekanbaru, kami tidak boleh keluar dari pesawat sama sekali. Pilot berusaha menghubungi Polonia untuk mendapatkan kepastian mendarat. Untunglah, setengah jam berikutnya kami diperbolehkan untuk mendarat di Kota Medan (saya tidak punya rencana cadangan kalau-kalau saya harus turun di Pekanbaru!). Namun kami diuji lagi kesabarannya selama setengah jam guna pengisian bahan bakar tambahan. Selama pengisian bahan bakar, semua penumpang berupaya mencari tahu apa yang sedang terjadi di Polonia sembari memberi kabar kepada sanak saudara di Jakarta/Medan agar jangan kuatir. Tentu saja, berita kecelakaan pesawat sudah tentu menjadi berita yang cukup mengerikan. Nggak heran, pikiran orang bisa berkelana kemana-mana apalagi beritanya simpang siur dan nggak jelas.
Yah, disinilah kami, 45 menit mengudara kembali untuk mencapai Polonia. Untungnya, kali ini kami bisa benar-benar mendarat dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun. Kami mendarat di Polonia pada pukul 12.15 siang, 3 jam lebih terlambat daripada jadwal. Rencana kami semula yang ingin langsung berkendara menuju Sibolga tampaknya harus dibatalkan. Saya yakin, saya tidak akan mencapai Sibolga pada pukul 6 atau 7 sore pada hari yang sama. Sementara itu, kapal yang berangkat menuju Nias akan berangkat pukul 8 atau selambat-lambatnya pukul 9 malam. Apabila saya memaksakan, dijamin, saya akan sampai di Sibolga paling cepat pukul 11 malam. Hahaha. Tidak ada artinya lagi. Oleh karena itu, saya keluar dengan berlambat-lambat, menyempatkan diri makan siang terlebih dahulu, dan kemudian berpikir, bagaimana caranya mengubah rencana pada situasi seperti ini. Oh ya, Selamat Datang di Sumatera Utara!
Perjalanan pagi itu dimulai dari Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta. Pesawat Citilink yang akan membawa saya sedianya bergerak dari Jakarta pada pukul 7 pagi dan tiba di Medan pada pukul 9.15. Semua proses check in dilakukan tanpa ada hal yang di luar kebiasaan. Semuanya serba mulus, kecuali jumlah antrian di check in counter yang membuat saya harus mengantri sedikit. Namun, antrian ini tidak ada apa-apanya dibanding antrian Batavia di sebelah counter. Hehehe. Pesawat Citilink ternyata cukup modern. Dengan manajemen a la AirAsia, Citilink menerapkan sistem berjualan di atas udara. Jadi, ekspektasi saya terlalu besar. Dengan manajemen Garuda Indonesia, saya berpikir bahwa penerbangan ini akan menyediakan makanan dan minuman gratis. Ternyata, harga tiket yang saya bayar adalah tiket untuk kursi saja. Tidak ada fasilitas apapun. Bahkan untuk sepotong roti kecil dan segelas air mineral pun, kehadirannya tidak dirasakan. Semua menu makanan, minuman hingga aksesoris dan oleh-oleh dijual di dalam kabin pesawat.
Walaupun interiornya menarik, namun cukup jelas bahwa pesawat ini adalah pesawat eks-Garuda Indonesia dengan full-entertainment dan fasilitas lainnya. Televisi cembung yang berderet di lorong seakan meneguhkan hal tersebut. Fungsi musik bahkan cukup terakomodir dengan baik di pesawat ini. Sayang, karena sudah dipegang oleh manajemen Citilink, nampaknya fitur ini sudah ditiadakan. Hal menarik lainnya tentu saja pramugarinya. Pramugari Citilink agak berbeda dengan pramugari yang kita kenal. Pramugrasi Citilink mengenakan celana pendek atau panjang dengan atasan kaus polo warna merah muda. Selilit pita mengelilingi pinggang mereka. Energik dan muda yah? Sayangnya, saya sempat diperingati oleh salah satu pramugari agar tidak berfoto saat mereka sedang melakukan peragaan keselamatan. Kenapa yach?
Citilink menjawab kebutuhan para petualang untuk mendapatkan harga murah meriah guna mencapai kota-kota yang diinginkan. Sayang, rute Citilink masih terbatas dan belum sebanyak kakak kandungnya, Garuda Indonesia. Citilink hanya melayani rute Jakarta, Surabaya, Banjarmasin, Batam, Balikpapan, Medan, Denpasar dan Ujung Pandang. Tidak semua kota-kota ini terhubung dengan Citilink loch. Yang menjadi hub utama hanyalah Jakarta dan Surabaya. Kedua kota ini pun tidak terhubung total dengan kota-kota lainnya. Bingung? Gambarannya begini, Jakarta hanya menghubungkan kota-kota di barat saja, artinya tidak ada rute Jakarta – Ujung Pandang langsung. Surabaya hanya menghubungkan kota-kota di timur saja, artinya tidak ada rute Surabaya – Medan langsung. Juga tidak ada rute Surabaya – Denpasar langsung. Tidak ada rute Banjarmasin – Balikpapan sama seperti Medan – Batam. Bahkan, Denpasar hanya terkoneksi ke Jakarta dan Ujung Pandang hanya ke Surabaya. Dengan pilihan yang terbatas, kita memang tidak bisa memaksimalkan maskapai ini untuk menjadi suatu opsi. Namun, apabila kebetulan rute yang kita tempuh dimiliki oleh Citilink, bolehlah anda coba untuk mengecek harga kursinya. Harga kursi mereka lumayan bersaing karena memang tidak ada fasilitas apapun yang disediakan termasuk makanan. Kalau kebetulan anda lapar selama perjalanan, ada sejumlah menu yang dijual misalnya nasi hainan atau nasi goreng sate ayam dengan harga masing-masing Rp. 35.000 sudah termasuk sebotol air minum. Yah, harganya sich memang mirip dengan standard mall. Namun, kalau kebetulan anda sudah lapar tidak tertahankan, adalah lebih baik untuk mengisi perut anda daripada anda masuk angin. Harga yang harus dibayar bisa lebih mahal nantinya kalau sampai masuk angin. Solusi yang lebih baik lagi tentu mempersiapkan segalanya dari awal, termasuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Tetap hemat kan?
Akhir dari perjalanan yang saya kira akan berakhir manis tersebut tampaknya benar-benar di luar perkiraan kami. Mendekati jam 9, pesawat sudah mulai turun menembus awan. Sedikit guncangan kala menabrak awan terasa di badan pesawat. Itulah, Kota Medan sudah tampak di bawah sana. Saya sudah siap berjingkrak-jingkrak saking senangnya. Namun, pesawat kami berputar-putar selama hampir setengah jam di atas Kota Medan untuk mendapatkan kepastian mendarat. Ternyata, kami tidak diijinkan mendarat lantaran pesawat Susi Air mengalami kecelakaan di bawah sana. Susir Air mengalami pecah ban dan mengganggu landasan. Alhasil, pesawat yang belum dievakuasi tersebut teronggok di landasan. Seluruh pesawat yang akan mendarat di Polonia harus dialihkan ke bandara lain, termasuk kami. Saya sich sedikit berharap-harap kecil bahwa pesawat akan didaratkan di bandara-bandara kecil di seputar Sumatera Utara misalnya Sibisa di Ajibata, Silangit di Tarutung, Pinang Sori di Sibolga, atau Aek Godang di Sidempuan. Lumayan, ngirit biaya perjalanan untuk mencapai Nias. Hehehe. Sayang, keinginan saya bak jauh panggang dari api. Bandara-bandara kecil tersebut tidak bisa didarati oleh Boeing 737-300. Alhasil, kami dialihkan ke Pekanbaru. Doeng!
Butuh 45 menit ekstra bagi kami untuk mencapai Pekanbaru. Sesampainya di Pekanbaru, kami tidak boleh keluar dari pesawat sama sekali. Pilot berusaha menghubungi Polonia untuk mendapatkan kepastian mendarat. Untunglah, setengah jam berikutnya kami diperbolehkan untuk mendarat di Kota Medan (saya tidak punya rencana cadangan kalau-kalau saya harus turun di Pekanbaru!). Namun kami diuji lagi kesabarannya selama setengah jam guna pengisian bahan bakar tambahan. Selama pengisian bahan bakar, semua penumpang berupaya mencari tahu apa yang sedang terjadi di Polonia sembari memberi kabar kepada sanak saudara di Jakarta/Medan agar jangan kuatir. Tentu saja, berita kecelakaan pesawat sudah tentu menjadi berita yang cukup mengerikan. Nggak heran, pikiran orang bisa berkelana kemana-mana apalagi beritanya simpang siur dan nggak jelas.
Yah, disinilah kami, 45 menit mengudara kembali untuk mencapai Polonia. Untungnya, kali ini kami bisa benar-benar mendarat dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun. Kami mendarat di Polonia pada pukul 12.15 siang, 3 jam lebih terlambat daripada jadwal. Rencana kami semula yang ingin langsung berkendara menuju Sibolga tampaknya harus dibatalkan. Saya yakin, saya tidak akan mencapai Sibolga pada pukul 6 atau 7 sore pada hari yang sama. Sementara itu, kapal yang berangkat menuju Nias akan berangkat pukul 8 atau selambat-lambatnya pukul 9 malam. Apabila saya memaksakan, dijamin, saya akan sampai di Sibolga paling cepat pukul 11 malam. Hahaha. Tidak ada artinya lagi. Oleh karena itu, saya keluar dengan berlambat-lambat, menyempatkan diri makan siang terlebih dahulu, dan kemudian berpikir, bagaimana caranya mengubah rencana pada situasi seperti ini. Oh ya, Selamat Datang di Sumatera Utara!
heee urutan ceritanya kebalik ya :D cerita keberangkatan agak dibelakangin :P
ReplyDeletebagus tuh pramugarinya kayak host jejak petualang :P
yaiyalah gg boleh, nanti malah sibuk foto2 bukannya dengerin petunjuk keselamatan :D
" .. Sibisa di Ajibata, Silangit di Tarutung, Pinang Sori di Sibolga, atau Aek Godang di Sidempuan" namanya lucu-lucu ya :D
err.. walaupun memang pesawat Citilink adalah eks Garuda tapi kebanyakan kursinya sudah dibuat high density, nggak seperti GA yang cukup lapang. kalo semua orang berekspektasi tinggi dan berharap Citilink seperti GA yang menyediakan makanan dan minuman gratis, nanti GA bangkrut mas nggak ada yang naik.. wkwkkwkwk.. hubungan Citilink dengan Garuda ini seperti halnya antara Qantas dan Jetstar. satu sebagai full service airlines dan yang satunya sebagai low cost carrier. untuk servis Citilink ya ala low cost carrier layaknya Jetstar maupun AirAsia lah.. tapi untuk standar keselamatan dan perawatan pesawat tetap menggunakan standar GA..
ReplyDeleteawalnya hub Citilink adalah Surabaya dengan rute tujuan Makassar, Banjarmasin, Balikpapan, dan Jakarta. karena armadanya sudah bertambah, ditambahlah sebuah hub lagi di Jakarta untuk mengakomodasi rute-rute gemuk dari Jakarta..
saya baru sekali juga naik Citilink, memang pramugarinya terlihat energik dan casual. enak diliatnya dan pasti akan lebih mudah bergerak jika terjadi emergency.
saya bener2 ketinggalan seri Sumatera Utara ini. mesti baca pelan2 :(
ReplyDeletepengalaman yang unik,,
ReplyDeletetapi syukurlah bisa sampai tujuan dengan selamat,,
dan menikmati pengalaman yang mengesankan,
amin...hehehe...terima kasih. perjalanan memang biasanya ngga seru kalau ngga ada bumbunya. tapi bumbu kali ini terlalu bikin deg-degan *fiuh*
ReplyDeleteBelum pernah naik pesawat citilink ini ;D
ReplyDeleteTapi sempat ngecek2 harganya.
Eh, penerbangan dari Makassar (UPG) adanya cuma ke Surabaya ;D
Emang sih harga tiketnya jauh lebih murah banget dibanding yang lain.
iya Mama. salam kenal :)
ReplyDeleteharganya sih murah loh, bahkan agak mengejutkan. bahkan saya dapat harga Rp. 79.000 untuk ke Bali Februari 2012 ini *yayyy*
sayang jumlah rutenya nggak banyak. kalau bisa perbanyak daerah Timur donk...hihihi *ngarep* :p
Produk dijamin asli ori dan dapatkan harga promo
ReplyDeleteNatalia Shop : Barang yang Kami Tawarkan Semuanya Barang ASLI ORGINAL Ada Garansi Resmi Distributor.
Semua Produk Kami Baru dan Msh Tersegel dLm BOX_nya.
BERMINAT HUB-SMS: 0857-1721-2287 ATAU KLIK WEBSET RESMI KAMI http://fw.to/cC28ZHC
BlackBerry>Samsung>Nokia>Apple>Acer>Dell>Nikon>DLL
SAMSUNG
Asli Buatan Korea
Ready Stock !
Samsung L9100 Galaxy S2 - Black
Rp. 1.000.000,-
Ready Stock !
Samsung Galaxy Tab 8.9, 16GB - Pure Whit
Rp. 1.600.000,-
Ready Stock !
Samsung Galaxy Tab 7.7 Super AMOLED Plus
Rp.1.500,000
Ready Stock !
Samsung Galaxy Note N7000 - Black
Rp. 1.700.000
Ready Stock !
Samsung Galaxy Tab 2 (7.0)
Rp. 1.000.000
Ready Stock !
Samsung Galaxy Nexus I9250 - Titanium Si
Rp.1.500.000,-
Ready Stock !
Samsung Galaxy Note N7000 - Pink
Rp.1.700.000
Ready Stock !
Samsung Galaxy Y S5360 GSM - Pure White
Rp.500.000,-
Ready Stock !
Samsung Galaxy Tab 7.0 Plus
Rp. 1.000.000.
Ready Stock !
P7100 Galaxy Tab 10.132GB
Rp. 1.850.000,-
Ready Stock
Samsung Galaxy Y i509 CDMA - Pure White
Rp. 550.000,-
Ready Stock !
Samsung Galaxy Tab 7" plus ALL WHITE
Rp.1.000.000
Ready Stock !
Samsung Galaxy Pocket GT-S5300 - Black
Rp.500.000,-
Ready Stock !
Samsung Galaxy W i8150 - Soft Black
Rp.800.000
Ready Stock !
Samsung Galaxy Ace GT S5830 - Onyx Bl
Rp.750.000,-
Ready Stock !
Samsung Chat GT-C3222W Wifi – Dual GSM - Noble Black
Rp.400.000,-
BLACKBERRY
Asli Buatan Canada
Ready Stock !
BlackBerry 9380 Orlando - Black
Rp.900.000,-
Ready Stock !
BlackBerry Curve 8520 Gemini
Rp.500.000,-
Ready Stock !
BlackBerry Bold 9780 Onyx 2
Rp.800.000,-
Ready Stock !
Blackberry Curve 9320
Rp.700.000,-
Ready Stock !
BlackBerry Bold 9900 Dakota
Rp.1.500.000,
Ready Stock !
Blackberry Torch 9800
Rp.1.200.000,
Ready Stock !
Blackberry bellagio 9790
Rp.1.100.000
Ready Stock !
BlackBerry Curve 9220 Davis
Rp.650.000,-
Ready Stock !
BlackBerry Torch 2 9810 Jennings
Rp. 1.350.000,-
Ready Stock !
BlackBerry Curve 9360 Apollo
Rp.950.000,-
Ready Stock !
Blackberry Monza 9860
Rp.1.400.000,-
Ready Stock !
Blackberry Keppler 9300 Curve 3G
Rp.700.000,-