Inilah salah satu bagian yang paling menyenangkan buat saya selama perjalanan melintasi Tanah Sumatera Utara : melayari Danau Toba, menyebrang dari Ajibata menuju Tomok, kota pelabuhan di tepi timur Pulau Samosir. Perjalanan ini akan dilangsungkan selama kurang lebih satu jam. Namun, jauh dari kata membosankan, perjalanan ini akan sangat menyenangkan. Kenapa? Yuk, mari saya jabarkan alasan-alasannya. Pertama, air Danau Toba bisa dikatakan cukup tenang. Walaupun lebar dan dalam serta kondisi iklimnya bisa menyerupai lautan, ombak di Danau Toba cukup tenang. Buat anda yang hobi mabok laut, nggak usah kuatir, anda akan menikmati perjalanan ini tanpa “aksesori kantong plastik” di genggaman anda. Hehehe. Kedua, pemandangan indah yang tersaji selama perjalanan berupa bukit-bukit tandus dengan tutupan vegetasi yang didominasi oleh tanaman berdaun jarum dan semak. Dimana lagi ada pemandangan serupa seperti ini? Ketiga, desa-desa di pinggir Danau Toba berhiaskan Rumah Adat masyarakat Batak Toba, lengkap dengan gereja kecil dimana-mana membuat perjalanan ini benar-benar suatu “perjalanan”. Sekali lagi, anda nggak akan menemukan pemandangan serupa setiap harinya. Keempat, kalau anda kebetulan menyebrang tidak pada tengah hari –yang biasanya panas sekali-, anda akan mendapatkan rona senja dengan gelayut warna lembayung di langit yang cantik sekali. Anda akan menyaksikan matahari terbenam di perbukitan sisi Samosir karena di sisi barat anda adalah Pulau Samosir. Terakhir, kalau anda beruntung, biasanya kapal-kapal ini memutarkan lagu-lagu pop Batak Toba selama perjalanan. Waaaaah, benar-benar komplit rasa Batak akan perjalanan kali ini. Ditambah lagi dengan ongkos perjalanan yang luar biasa murah. Haruskah saya komplain?
Saya berlabuh pada pukul setengah tujuh malam. Di saat Jakarta sudah tenggelam dalam gelap, di Danau Toba, matahari masih memancarkan sinar senjanya yang cantik disini. Saya berlayar sambil mendapatkan foto-foto indah di wilayah sekeliling Danau Toba. Sembari memakan roti bekal saya, meminum minuman ringan, saya menikmati dendangan lagu Shania Twain alih-alih lagu pop Batak. Entah mengapa, tampaknya Shania Twain adalah artis yang digemari di wilayah Ajibata – Tomok ini karena sebelumnya, saya pernah menaiki kapal –entah sama atau berbeda- dengan iringan lagu-lagu Shania Twain yang sama. Yah sudahlah, Shania Twain juga masuk koq untuk kuping saya. Wekekekek.
Sayang sekali, keindahan alam di sekeliling hanya mampu bertahan selama setengah jam saja. Selepas matahari terbenam sempurna (artinya : bukan terbenam di perbukitan, tapi terbenam di horizon), kegelapan menyelimuti sekeliling kami. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain duduk dan menikmati perjalanan di tengah deru angin malam yang semakin dingin menusuk kulit. Walau demikian, kelap kelip cahaya neon bersinar terang di seberang dan semakin membesar seiring perjalanan kami menuju daratan Samosir. Satu lampu yang bersinar terang di ujung daratan dan berada di posisi yang cukup tinggi adalah cahaya lampu Gereja HKBP Tomok yang menjadi titik akhir perjalanan saya pada malam itu. Beberapa saat sebelum kapal merapat, mesin pun berhenti. Kapal hanya memanfaatkan sisa-sisa daya dorong mesin untuk mencapai tepi pelabuhan. Tak lama, papan kayu pun digeser untuk pijakan bagi penumpang yang akan turun. Begitu mencapai tanah, maka saya sudah secara resmi tiba di Pulau Samosir.
jadi malam ini nginep di tomok atau tuktuk mas?
ReplyDeleteTuk Tuk Siadong donk hehehe
ReplyDelete