Ya, mungkin bagi penduduk Kota Banjarmasin sendiri, kegiatan masuk perpustakaan adalah kegiatan yang terakhir akan dilakukan apabila semua kegiatan sudah tidak ada lagi. Namun, itu yang saya lakukan di tengah curahan hujan yang semakin deras. Mengingat tidak ada satupun badan atau dinas yang dapat memberikan informasi cukup lengkap mengenai Banjarmasin, maka ketika melewati perpustakaan kota ini, saya langsung masuk ke dalamnya tanpa berpikir panjang lagi. Untungnya, perpustakaan kota ini buka pada siang ini.
Perpustakaan tersebut terletak di lantai 3 dan ketika masuk, saya berjumpa dengan ibu-ibu kelurahan yang sedang duduk membentuk lingkaran dan sembari mengobrol mereka menyampul buku-buku di dalam perpustakaan tersebut. Tampaknya kehadiran saya mengusik mereka atau mungkin jarang ada pengunjung disana sebab percakapan mereka terhenti karena saya datang. Segara, saya mengucapakan salam guna masuk dan melihat-lihat. Beberapa ibu – ibu tersebut masih saja bengong saja namun ada salah seorang yang berkata silahkan isi buka tamu mereka. Untuk pengunjung hari itu, saya adalah pengunjung kedua. Memang, ini adalah salah satu potret buram perpustakaan di Indonesia. Kunjungan yang tidak banyak membuat banyak perpustakaan tidak mampu untuk memeruskan kegiatan operasionalnya sehingga tertatih-tatih dan dikelola dengan apa adanya atau terpaksa tutup. Mudah-mudahan saja hal tersebut tidak terjadi pada perpustakaan Kota Banjarmasin ini.
Ketika mencari judul buku yang saya inginkan, saya tidak menemukn buku tersebut karena sebagian besar buku di perpustakaan tersebut adalah buku populer seperti novel, buku manajemen, politik, pandangan dan filsafat hingga komik dan buku memasak dan tips and trick. Ketika saya bertanya pada ibu-ibu tersebut apakah ada buku yang mengulas tentang Banjarmasin, mereka serempak berpandangan satu sama lain dan akhirnya salah seorang diantara mereka menggelengkan kepalanya dan berkata tidak ada. Sungguh sedih karena kunjungan saya harus berakhir seperti ini. Namun, ternyata masih ada celah di antara kesempitan tersebut. Salah seorang bapak petugas yang ada disana menunjukkan saya potongan trak kecil di bawah yang berisi tumpukan buku-buku tebal dengan model yang serupa semua. Buku tersebut berjudul “Pesona Kalimantan Selatan”. Sedikit terlonjak kegirangan, saya berterima kasih pada bapak tersebut. Walaupun tidak tepat mengulas Banjarmasin, namun buku tersebut sudah cukup informatif dan memberikan gambaran tentang Kalimantan Selatan.
Buku Pesona Kalimantan Selatan mengulas kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan, baik dari perekonomian, kegiatan sehari-hari, barang tambang dan komodoto pangan dan yang unik-unik dari Kalimantan Selatan hingga Kain Sasirangan dalam bentuk foto. Sayang, saya tidak dapat memiliki buku tersebut karena buku tersebut berstempel hanya untuk dibaca di tempat, tidak untuk dipinjamkan. Dengan berat hati, saya mengembalikan buku bagus yang bertahun penerbitan beberapa tahun lampau ke raknya. Seraya mengucapkan terima kasih saya segera keluar dari perpustakaan tersebut. Sebelum keluar, satu ibu sempat bertanya kepada saya apakah saya mahasiswa yang sedang membuat skripsi. Saya jawab bukan karena saya seorang wisatawan yang datang dari Jakarta. Tampaknya mereka sekarang mengerti mengapa saya mencari buku Banjarmasin. Seusai saya pamit kepada semua yang ada disana, saya melemparkan senyum paling manis saya dan keluar kembali menelusuri kota yang baru saja selesai diguyur gerimis. Melanjutkan petualangan Kota Banjarmasin.
0 komentar:
Post a Comment