Pagi Hari Di Kompleks Candi Gedong Songo, Bandungan

Selain Danau Rawa Pening, bisa jadi Kompleks Candi Gedong Songo adalah kawasan wisata terbesar dan terbagus (dan terkenal) yang ada di Kabupaten Semarang. Nggak heran, Candi Gedong Songo ini masuk dalam daftar itinerary perjalanan saya. Hehe... Saya tiba di candi ini pada pukul 7 pagi. Kompleks wisata ini baru saja buka. Tidak banyak pengunjung yang bisa dilihat disini (tepatnya, sayalah satu-satunya pengunjung pertama pagi itu). Di dalam jadwal, kompleks Gedong Songo ini buka mulai pukul 6.30 pagi hingga pukul 17.00 sore. Selepas itu, jangan harap bisa melihat apapun karena matahari mulai terbenam. Dan saya, sejujurnya nggak suka berada di tempat-tempat seperti ini ketika matahari sudah terbenam. Nggak dech, makasih. Biarlah saya menikmatinya ketika matahari masih terang benderang menyinari bumi. Halah. Hahaha.
Segera, uang Rp. 5.000 segera berpindah tangan berganti dengan sepotong tiket masuk. Untuk muka-muka kebarat-baratan, ada perbedaan harga yang harus ditebus yakni sebesar Rp. 25.000. Bersyukurlah saya yang mukanya Indonesia banget (walau kadang-kadang Ni Hao Ma atau Konichiwa masih kerap dilontarkan), ditambah berbicara dalam bahasa Indonesia, saya hanya dicharge Rp. 5.000. Kalau anda masih kurang meyakinkan sebagai turis lokal, ngomonglah dalam Boso Jowo. Yakinlah, kowe bakalan dapet hargane limangewu. Hihihi...
Ya, pagi itu saya merasa bahwa saya adalah turis pertama yang datang mengunjungi kompleks ini. Selain saya, yang tampak hanyalah penduduk lokal yang membawa peralatan beternaknya, termasuk keranjang pakan ternak yang berukuran besar. Kompleks wisata Candi Gedong Songo ini terletak di lereng Gunung Ungaran, sekitar 1200-an meter dari permukaan laut. Walau setinggi ini, namun saya tidak merasa membutuhkan jaket penghangat, padahal saat itu masih pagi loch. Udaranya jelas segar, namun tidak sampai membuat saya menggigil kebekuan. Dari pintu gerbang, kita dapat melihat di arah selatan deretan gunung yang membiru yakni Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Merapi. Gunung yang terletak persis di belakang pintu masuk (yang akan didaki) adalah Gunung Ungaran. Kota Semarang berada di balik gunung tersebut. Yuk, mari kita masuki kompleks Candi Gedong Songo ini.
Sekilas saja, Gedong dalam bahasa Jawa artinya bangunan. Songo artinya sembilan. Secara harafiah, Gedong Songo artinya sembilan bangunan. Namun, pada kenyataannya, jumlah candi yang terdapat di kompleks ini resminya hanya lima (beberapa referensi menyebutkan enam). Nah, kalau begitu harusnya disebut Gedong Limo donk (setidaknya, Gedong Enam lah)? Kenapa jadi Gedong Songo? Nah, alkisah pada jaman dahulu, kompleks candi yang berdiri sekitar abad 8-9 M ini ditemukan oleh penjajah Belanda pada abad ke 18. Waktu itu, mereka mencatat ada 9 buah bangunan candi di dalam kompleks ini. Nah, pada inventarisasi berikutnya sekitar abad 19 awal, entah mereka mencatat dengan baik atau tidak, sempat tercatat hanya 7 bangunan yang tampak hingga pernah disebut Gedong Pitoe oleh Sir Thomas Stamford Raffles. Tampaknya fenomena ini bukanlah sesuatu hal yang mistis. Penginventarisasian pada jaman dahulu yang agak semrawut mungkin menjadi penyebabnya. Nah, barulah pada awal abad ke 20, bangunan-bangunan dalam kompleks candi ini secara resmi diketahui hanya ada 5 buah saja, hingga sekarang (sekali lagi, beberapa referensi menyebutkan 6 kompleks candi). Kompleks candi beragama hindu ini unik. Anda harus menaiki lerengnya untuk bertemu mulai dari Candi I yang paling mudah hingga Candi V yang paling jauh. Bentuk candi-candi ini juga unik, semakin tinggi dan semakin jauh tempatnya, puncak candi maupun kelengkapan atributnya semakin kompleks. Setidaknya ini yang saya rasakan. Perlu sekitar 3 jam perjalanan santai untuk dapat menjelajahi seluruh kompleks candi ini. Candi I hingga Candi III terletak di lereng kawasan sebelah timur yang masih mudah dilalui. Nah, Candi IV dan Candi V terletak di lereng sebelah barat yang cukup sukar dilalui, agak sepi dan harus melalui rintangan berupa ceruk lembah yang menyemburkan asap belerang panas. Tenang saja, semburan belerang tersebut letaknya cukup jauh dari tempat perlintasan anda. Walaupun aman, namun perjalanan menuruni lembah timur dan kemudian menaiki kembah barat jelas membutuhkan stamina badan yang cukup prima.
Berjalan kaki memang mengasyikkan karena selain sekaligus sebagai jogging, dengan berjalan kaki kita bisa lebih santai dalam meresapi keindahan alam di tiap-tiap titik. Namun, untuk anda yang sudah terbayang akan peluh bercucuran dan kaki mati rasa, ada pilihan bijak lain koq disini. Selain bisa mengunjungi lima candi, anda juga bisa membantu masyarakat lokal untuk mengembangkan jasa persewaan kuda mereka. Sewa kuda di tempat ini murah meriah dan menyenangkan. Bapak yang menawari saya baik hati dan tidak terlalu memaksakan kehendaknya. Tarifnya pun resmi sehingga anda nggak perlu takut diketok. Sebagai gambaran, tarif naik kuda hingga Candi II adalah Rp. 30.000. Untuk mencapai Candi III sebesar Rp. 35.000. Untuk mencapai keseluruhan kompleks candi, dikenakan biaya Rp. 50.000 saja. Harga ini berlaku untuk wisatawan lokal. Untuk wisatawan asing, silahkan ditambah sekitar Rp. 10.000-Rp.20.000. Buat yang mau berhemat dan berbackpacker ria, jangan kuatir, jalanan menuju ke atas cukup mudah dicapai. Susunan batu jalanannya jelas dan rapih, sehingga sangat memudahkan para petualang.
Berhubung ini adalah Kompleks Candi Hindu, maka nggak heran, relief dan arca di tempat ini banyak mengusung rupa Shiwa, Durga, Ganesha, Agastya dan Nandi. Saya juga kurang mengerti kenapa, tapi dalam masyarakat Hindu Jawa, Shiwa adalah mahadewa yang paling tinggi dipuja dibanding Brahma atau Wishnu. Padahal, Shiva kan dewa perusak yach? Beda dengan Brahma yang menciptakan dan Wishnu yang memelihara. Apakah karena sifat perusak Shiwa kah makanya ia adalah dewa yang paling dipuja? Saya juga nggak terlalu bisa memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Maaf, saya bukan anthropolog yang bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Hehehe...Banyak arca dan relief di kompleks candi ini sudah tidak terlalu lengkap, terpotong atau bahkan rusak. Beberapa relief bahkan tidak tersusun dengan rapih. Bagian yang seharusnya menunjukkan kepala atau kaki justru malah terganti dengan potongan batu candi yang polos tanpa relief. Sayang. Beberapa bangunan dalam kompleks candi mulai dari Candi I hingga Candi V juga banyak yang telah rata dengan tanah. Bekas-bekas susunan batu dan sekumpulan batu di tanah menjadi pertanda bahwa di tempat itu pernah berdiri sebuah bangunan candi. Tanda ketidakterawatan candi-candi di tempat ini juga cukup besar. Di beberapa sudut tubuh candi terdapat sejumlah goresan 'kreatif' anak-anak muda yang berkunjung dengan menggunakan tip-ex. Keterlaluan. Saya juga nggak tahu apakah candi-candi ini boleh dimasuki seenaknya atau tidak. Namun, saya mendapati sejumlah masyarakat lokal menggunakan ruangan dalam candi untuk meletakkan barang-barang agrikultural mereka seperti bajak dan pacul. Tidak ada aturan jelas tertulis yang melarang bahwa masyarakat atau siapapun juga tidak berhak menggunakan bagian apapun dari candi tanpa tujuan yang jelas. Saya tidak tahu apakah diperbolehkan untuk memegang candi, apalagi sampai menaiki candi. Tidak ada tulisan larangan sama sekali. Beberapa muda-mudi yang saya temui pagi itu juga ternyata sedang asyik bermesraan di pojok-pojok candi, bahkan hingga Candi V yang terletak paling ujung! Sangat khas taman wisata di Indonesia sekali yach?
Saya juga mau bercerita nich tentang Candi VI yang misterius itu. Beberapa sumber lain selain informasi resmi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Jawa Tengah mengatakan, kompleks candi di tempat ini ada 6. Ya, memang, saya sempat mengunjungi Candi VI yang terletak di belakang Candi IV. Tidak sesuai sama sekali dengan kaidah candi-candi yang lain. Semakin besar angkanya, umumnya semakin tinggi bangunannya dan semakin kompleks hiasan maupun jumlahnya. Kompleks Candi VI ini justru terlihat lebih sederhana dibanding Candi I. Ukuran Candi VI juga lebih kecil dibanding candi-candi lainnya. Satu hal yang paling menegaskan ketidakjelasan status candi ini adalah tidak adanya plang nama yang bertuliskan Candi VI pada tempat ini. Padahal, candi ini terletak terpisah dan memiliki kompleks sendiri, setipe dengan candi-candi lainnya. Apakah bangunan utamanya sudah rusak dimakan usia atau apa, saya juga tidak bisa menjawabnya. Saya pribadi sich tetap menganggap bahwa Candi VI itu ada walaupun tidak diakui secara resmi oleh BPPP Jawa Tengah. Berkat Candi VI ini pula, saya juga yakin bahwa Candi VII, candi VIII, dan candi IX sebenarnya ada. Hanya saja, keberadaan mereka jauh lebih pedalaman atau sudah rusak sama sekali sehingga tidak diketahui fisiknya. Tapi, ini asumsi dan perkiraan saya saja loch. Informasi resmi dari BPPP Jawa Tengah, jumlah kompleks Candi di Gedong Songo hanya 5 saja.
3 Jam jelas merupakan waktu yang lumayan. Saya berjalan santai di tempat ini hingga tidak terasa matahari sudah cukup tinggi. Walaupun tidak terlalu menyengat, namun lumayan juga merasakan terpaan sengatan matahari ditambah angin sejuk. Saya cukup beruntung karena kabut yang konon katanya menyelimuti Gedong Songo tidak terlihat sama sekali hari ini ditambah dengan suhu udara yang tidak terlalu jatuh. Untuk anda yang baru kepikiran mengisi perut di puncak lembah, ada beberapa warung makan indomie yang bisa disambangi untuk memuaskan hasrat perut anda yang sedang berlatih Tari Serimpi. Fasilitas lain yang terdapat di kompleks Candi Gedong Songo ini adalah kolam renang air panas dengan khasiat belerang yang konon katanya dapat menyembuhkan berbagai permasalahan kulit, termasuk jerawat. Tertarik mencobanya? Dengan Rp. 3.000 saja, anda sudah bisa berendam dan menikmati sensasi perawatan kulit di wajah dan tubuh anda. Hehehe...Jadi promosi dech. Intinya, Candi Gedong Songo adalah tempat wisata yang wajib banget anda kunjungi kalau anda berada di Semarang dan sekitarnya. Jujur saja, terlepas dari beberapa kekurangan yang ada, kompleks besar ini cukup terawat menurut saya, rapih, banyak bebungaan yang terawat dan yang paling penting sejuk serta sejumlah fasilitas turis cukup lengkap. Kenapa nggak menuliskan nama Gedong Songo dalam rencana perjalanan anda berikutnya?

1 komentar:

  1. nice report bang,,mw tanya kalo naik sendrian dari candi satu ampe candi terakhir yang paling atas rutenya jelas tidak bang (penunjuk arah) atau harus pake guide bang,,?tks

    ReplyDelete