Lintas Alam Malam Hari Tomok - Tuk-Tuk Siadong

Percobaan terakhir, pemuda yang paling pertama menawarkan jasa angkutan tadi akhirnya kembali memepet kami. Ia menawarkan harga ultimatum terakhir, Rp. 40.000/ 2 orang. Saya tetap tidak tertarik dan melanjutkan perjalanan saya. Tampaknya ia kesal dan kemudian ia bergegas memacu kendaraannya ke arah Tuk-Tuk Siadong. Ini adalah akhir dari penawaran pemuda tersebut, walaupun beberapa ojek lain masih kerap mendatangi kami dan mencoba melakukan penawaran. Untungnya, semakin kami berjalan mendekati Tuk-Tuk, penawaran tersebut hilang sama sekali.
Saya baru menyadari, senter adalah benda yang paling dibutuhkan kalau kita nekad berjalan kaki pada malam hari di Pulau Samosir. Rute 2 KM dari Tomok menuju Tuk-Tuk Siadong tampaknya menyenangkan. Apabila dilakukan bersama teman, nampaknya jalur tersebut bukanlah hambatan berarti. Kita bisa menjelajahi rute sambil mengobrol dan tiba-tiba saja, voila, sudah sampai! Permasalahannya, kami melakukan perjalanan ini di keremangan malam. Kegelapan malam, malah! Samosir termasuk wilayah yang miskin penerangan lampu jalanan. Terangnya lampu hanya didapat apabila ada sebentuk bangunan di pinggir kiri atau kanan jalan. Namun, masalahnya, tutupan utama Samosir umumnya bukan rumah, melainkan sawah, bukit dan hutan. Alhasil, kami beberapa kali harus berjalan di tengah kegelapan malam, tanpa bisa membedakan yang mana parit, yang mana jalanan, (yang mana makam) dan yang mana sawah. Disinilah fungsi senter sangat diandalkan.
Dalam melakukan perjalanan ini, kami beberapa kali disapa oleh anak-anak di beberapa rumah dengan perkataan, “hello mister”. Mungkin kami dikira orang asing kali yach? Namun, rumah hanyalah salah satu dari sekian banyak fitur dan objek yang kami jumpai. Selepas Desa Tomok, kami melewati areal rerimbunan tanaman yang cukup lebat. Saya yakin, kalau saya sendirian sich mungkin nggak bakal senekad ini untuk melewati jalanan sepi tanpa penerangan sama sekali tersebut. Saya pasti sudah mengambil penawaran dari supir ojek tersebut saat pertama kali! Hihihi. Beberapa kali saya menyaksikan kuburan. Ya, saya ulangi, banyak kuburan di tepi kiri dan kanan jalan yang kami lalui. Nggak heran sich, Samosir kan terkenal dengan julukan pulau 1000 makamnya. Di samping kiri dan kanan jalan banyak sekali ditemukan makam-makam, dari sekedar makam biasa hingga makam keturunan raja, lengkap dengan kubur batu di atas tanah dan bangunan bertingkatnya. Luar biasa, sekaligus menakutkan karena kami melihatnya pada malam hari. Teman saya bahkan tidak berani menengok sama sekali ke arah makam. Pandangannya lurus saja ke depan. Padahal, saat siang hari, monumen-monumen di makam tersebut tergolong unik dan indah. Banyak yang berfoto-foto di depan monumen makam tersebut.

Selain manusia, yang paling banyak menemani kami adalah anjing. Ya, penduduk Samosir tampaknya tidak dapat dipisahkan dengan hewan yang satu ini. Difungsikan sebagai hewan penjaga rumah dan pekarangan, beberapa kali kami harus berhadapan dengan anjing yang menggonggong dan mengira kami pencuri atau sebangsanya karena berjalan dalam gelap dalam kesunyian. Terkadang, anjing-anjing tersebut mengkonfrontasi kami terlalu jauh. Mereka tidak sekedar menyalak, namun juga mengejar. Waduh, saya nggak mau mengambil resiko mereka akan menggigit kami dari belakang donk? Disinilah senter yang saya gunakan memiliki fungsi kedua. Saya akan memain-mainkan sinarnya sedemikian rupa sehingga mereka agak terancam dengan kilauan cahayanya. Kalau ini tidak berhasil juga, saya akan pura-pura mengambil batu dan pura-pura menimpuk mereka. Tentu, ini Cuma gertakan. Saya nggak berani juga kalau sampai benar-benar melakukannya. Gimana kalau anjing tersebut mati dan saya dituntut sama pemiliknya? Walah, bisa kacau balau berantakan deh liburan ini. Hahaha. Untungnya, metode ini cukup berhasil. Anjing tersebut menjauh tatkala saya membungkuk dengan gerakan mengambil batu. Fiuhhhh.
Hal istimewa lainnya yang saya dapatkan selama perjalanan ini adalah saya bisa mensyukuri nikmat alam yang sangat luar biasa cantiknya. Samosir beranugerah langit malam yang luar biasa cantik. Walaupun tidak cerah karena tiada sinar rembulan, namun langit Samosir bertabur ribuan, bahkan jutaan bintang. Ingin rasanya saya merebahkan diri di rumput dan memandangi bintang-bintang tersebut semalaman. Hehehe. Untungnya saya tersadar bahwa saya berada di tengah-tengah jalan yang tak ubahnya seperti hutan. Di Jakarta, saya tidak pernah bisa menikmati langit yang secantik ini lantaran cahaya lampu kota dan polusi tentunya. Samosir tentu saja bebas dari kedua hal tersebut. Langit di tempat ini luar biasa manis dan cantik. Nggak bosen-bosen deh memandanginya. Tuk-Tuk Siadong adalah sebuah tanjung kecil yang terletak di tepi timur Pulau Samosir yang berada di luar jalur lintas Samosir. Dalam perjalanan dari Tomok menuju Ambarita, anda akan melihat satu buah percabangan jalan besar dengan gapura besar yang bertuliskan “Selamat Datang di Kabupaten Samosir Pariwisata” kemudian di bawahnya “Welcome to Samosir Tourism Regency” dan di bawahnya ucapan yang sama dengan aksara Batak. Tempat ini dikenal sebagai Bukit Beta Garoga, Simpang Tuk-Tuk Siadong. Di depan gapura ini ada sebuah warung kecil. Kalau anda nggak yakin, anda silahkan bertanya. Nah, angkot yang melayani rute Tomok – Pangururan dan sebaliknya sama sekali tidak melewati tanjung ini. Anda harus berjalan kaki, naik motor atau mobil carteran guna mencapai Tuk-Tuk Siadong. Buat anda pecinta kegiatan jalan kaki, Tuk-Tuk Siadong sudah tidak terlalu jauh lagi, tinggal satu kilometer lagi ke sebelah kanan. Nah, kumpulan penginapan Tuk-Tuk Siadong berada sekitar 1000 meter dari gapura ini. Anda akan melewati jalanan naik, turun, melewati sawah dan perbukitan. Walaupun daerah ini sudah termasuk daerah wisata dan sudah lebih komersil dibanding wilayah manapun di Samosir, namun anda tetap akan berada dalam kegelapan malam karena minimnya penerangan jalan. Hanya sesekali saja bonus berupa lampu jalanan yang menyinari langkah anda. Di bagian Samosir yang ini, kembali anda bisa tiba-tiba saja didekati oleh para pengendara motor. Namun, mereka bukan ojek, melainkan orang-orang yang bekerja pada suatu penginapan dan bertugas untuk mengambil turis. Nah, anda bisa bertanya pada mereka apabila kebetulan mereka menawarkan penginapan mereka. Kalau anda cocok akan harganya, silahkan ikut motor mereka. Namun, kalau anda masih mau menikmati jalan kaki ini dan memilih sendiri hotel yang sesuai dengan cita rasa anda, saya rasa tidak terlalu masalah kalau anda menolak seperti yang saya lakukan.
Buat anda yang memang berencana untuk mengikuti jejak saya : berhemat dan menikmati jalan-jalan malam di Samosir, anda perlu memperhatikan sejumlah hal. Pertama, anda harus memang sudah terbiasa berjalan kaki. Bukan hanya sekedar soal dua kilometer yang menjadi jarak Tomok – Tuk-Tuk Siadong ini. Akan tetapi kondisi jalan yang sudah beraspal ini adalah rute pendakian dan penurunan dengan beberapa bopeng. Kontur jalan yang tidak rata mewarnai wajah Samosir. Hal lainnya adalah senter yang wajib sekali anda bawa selama perjalanan. Kecuali anda yakin sekali akan arah pijakan anda, anda bisa meniadakan senter dalam perjalanan anda. Terakhir, tetap gunakan lotion anti nyamuk karena anda akan berjalan dalam rerimbunan pepohonan di kiri dan kanan jalan. Walaupun nggak masalah berjalan sendirian, namun saya lebih menyarankan setidaknya anda memiliki seorang teman untuk menemani hobi anda ini. Dalam perjalanan, anda memang akan menjumpai banyak sekali orang yang menawarkan jasa tumpangan. Mulai dari ojek, angkot, mobil, hingga truk! Ya, saya bahkan bertemu dengan sejumlah turis yang menaiki truk dan menawarkan jasa tumpangan kepada kami. Yah, kalau anda nggak nyaman, anda boleh-boleh saja koq menolaknya. Khusus untuk para penjemput turis, gunakan jasa mereka kalau anda benar-benar yakin akan menginap di hotel yang mereka rekomendasikan. Akan sangat nggak etis kalau mereka sudah membawa anda, namun anda pindah ke hotel lain. Sekali lagi agar anda ingat, anda sudah masuk ke dalam wilayah komersil di Pulau Samosir. Tidak ada yang benar-benar gratis di tempat ini. Bijaklah dalam berwisata! Hehehe.

5 komentar:

  1. wiiihh.. nekaat... padahal lumayan sepi loh antara tomok ke tuktuk.. kanan-kiri kuburan.. ramainya di tomok juga cuma secuil gitu.. oh ya mas, sebenarnya kalau dari pelabuhan tomok, tuktuk ini bisa dilihat cukup jelas kan ya? pusat turis seperti tuktuk ini kok malah nggak ada kapal yang langsung kesana dari parapat yah?

    ReplyDelete
  2. hehehe...demi nggak mau bayar RP. 20.000 per orang, jadinya nekad jalan deh :p untung berdua. kalau sendirian, bayar ya bayar deh :p

    Iya, kalau kapal hampir merapat, Tuk-Tuk sebenarnya terlihat cukup jelas koq. berkilauan cahaya lampu gitu deh.

    well, sebenernya ada sih kapal yang melayani Parapat dan Tuk-Tuk, tepatnya di penginapan Bagus Bay :D jadwal paling paginya 8.30 am dan paling malam 06.00 pm dari sisi Parapat.

    ReplyDelete
  3. tempatnya seru banget nih,
    jadi pensaran gimana suasana aslinya..

    ReplyDelete
  4. ada di postingan berikutnya. hehehe. Tuk-Tuk SIadong, deskripsi dan wajahnya :D

    ReplyDelete
  5. Bukit Beta adalah salah satu tempat paling ku suka

    ReplyDelete