Sukar mencari Becak? Apabila anda berada di kota besar seputaran Jabodetabek, tentu anda akan menjawab ya pada pertanyaan saya ini. Nah, di Kota Palembang yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera, Becak tampaknya menjadi alternatif berkendara untuk jarak yang tidak terlalu jauh dibandingkan dengan angkot ataupun bus kota. Jarak tempuhnya pun sekitar 1 hingga 2 kilometer untuk terjauhnya. Saya sendiri dapat memaklumi bahwa becak cukup menarik untuk dijadikan sarana angkutan mudah, murah dan cepat serta mengasyikan. Berbeda dengan angkot, becak sepenuhnya menggunakan tenaga kayuh abang becak, walaupun pada beberapa model sudah ada yang menggunakan mesin (pernah lihat?). Dengan kecepatan sedang, sebagai turis, menaiki becak sungguh menyenangkan. Sembari melihat-lihat kota, anda dapat merasakan semilir sepoi-sepoi angin. Terlebih karena becak jarang melintasi jalan besar, maka resiko anda berhadapan dengan asap knalpot sangatlah kecil. Apabila bukan karena bagian kanopi depan becak yang agak menunduk, pastilah sangat menyenangkan berkeliling kota dengan menggunakan becak.
Seperti umumnya kebiasaan dan adat istiadat masyarakat Indonesia, tawar menawar sudah lazim untuk dilakukan, bahkan untuk harga pas sekalipun. Untuk rute standard, anda akan dikenakan biaya Rp. 3.000 per orang. Untuk dua orang, harga dimulai dari Rp. 4.000 hingga Rp. 15.000 untuk jarak yang lumayan jauh, misalnya menyebrangi Jalan Sudirman. Selalu tawarlah harga apabila anda ditawari naik becak. Panduannya adalah menawar setengah dari harga yang diajukan. Ujung-ujungnya nanti anda akan mendapatkan kesepakatan harga dan perjalanan naik becak pun terlaksana. Perlu diketahui pula bahwa tidak semua abang becak jujur. Ini terutama ditemukan pada abang becak yang berusia lebih muda. Saya dan rekan saya mendapat pengalaman kurang mengenakkan ketika naik becak di depan Masjid Agung Palembang. Entah karena potongan kami yang seperti turis atau wajah kami tampak mudah ditipu, si abang becak terus berbicara dalam bahasa daerah yang tidak kami mengerti sambil terus menyebut kata “tigo”. Padahal, dari lokasi kedatangan, kami tadi hanya membayar Rp. 4.000 saja. Karena merasa ganjil, kami terus mendesak si abang agar menyebutkan dengan gamblang, tigo apa yang dimaksud. Walaupun awalnya dia terus memaksa agar kami segera duduk, namun setelah kami mendesak, akhirnya dia menyebutkan kata “tigo puluh”. Kami yang shock segera menawar Rp. 5.000 dengan asumsi perjalanan yang sama hanya perlu membayar Rp. 4.000. Si abang pun terus berkata dalam bahasa daerah yang kental. Tidak mau ditipu, kami segera berjalan pergi sambil berkata “limo ribu”. Pertama-tama si abang berkata bahwa lokasinya jauh dan segala macam tetek bengek lainnya. Akhirnya, setelah menurunkan harga menjadi Rp. 15.000, Rp. 10.000, akhirnya ia mau setuju dengan tarif kami sebesar Rp. 5.000. Kami merasa lebih nyaman dengan abang becak yang lebih berusia dibanding yang muda. Apabila mereka kepayahan, saya tidak keberatan harus membayar lebih guna beramal pada abang becak yang berusia lanjut dibanding harus diperas dengan cara tersebut. Sungguh, suatu pengalaman baru sekaligus membuka mata kami bahwa dimanapun harus selalu waspada. Apabila anda memiliki kenalan orang Palembang, jangan segan-segan tanyakan segala macam informasi yang berkaitan dengan hubungan antara jarak dan tarif becak di kota ini.
Berkapasitas dua tempat duduk, sehingga penumpangnya harus berdesak-desakan di dalamnya, becak mudah dicari dan ditemukan hampir di penjuru Palembang. Baik mangkal di pusat-pusat keramaian atau sesekali melintas. Apabila anda sebagai turis, pastilah anda menyangka bahwa jalan kaki akan sangat menyenangkan untuk dilakukan di kota ini. Saran saya, apabila anda berpotongan turis, atau orang Palembang sendiri, gunakanlah jasa becak! Saya menemukan bahwa berjalan kaki sungguh tidak biasa untuk dilakukan di kota ini, apalagi di saat panas terik matahri menyengat. Ketika saya dan rekan saya berjalan kaki melihat-lihat bangunan untik di pusat kota, abang becak tak henti-hentinya menghampiri, memanggil atau melintas di depan kami guna menawarkan jasa becaknya. Tak jarang, beberapa diantara mereka tersenyum-senyum melihat kami. Saya tidak tahu, apakah sedemikian ajaibnya kah turis yang berjalan kaki, atau ada hal lain? Tampaknya hanya Tuhan dan Abang Becak saja yang tahu jawabannya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Thanks to the owner of this blog. Ive enjoyed reading this topic.
ReplyDelete