Kembali Ke Surabaya



Saya kembali lagi ke Surabaya! Kali ini, suatu masa di Januari 2010, setengah tahun berselang dari kunjungan pertama saya di Juli 2009. Tahun 2003 sich sebenarnya saya sudah pernah ke Surabaya tapi nggak sampai muter bener-bener. Surabaya yang saya kunjungi pada 2003 hanya menjadi tempat transit saja sebelum saya melanjutkan perjalanan ke Ketapang guna menyebrang ke Bali. Surabaya bagi saya adalah kota yang cukup menyenangkan dalam artian tidak terlalu susah angkutannya. Dari Bandara Juanda, saya hanya menuju Terminal Purabaya (Bungurasih) yang terletak di wilayah Sidoarjo, pinggiran Kota Surabaya untuk menuju ke aneka tempat-tempat menarik di Jawa Timur. Abaikan saja semua panggilan dan tawaran dari calo maupun supir yang mendekati anda. Cukup berikan senyum manis setajam silet untuk membentengi diri anda dari ajakan mereka yang terlalu agresif. Tulisan “Hati-hati Copet” memang bukan mengada-ada atau sekedar hiasan saja di tempat ini. Usahakan tidak percaya dengan siapapun di terminal ini. Tidak berbicara terlalu akrab dengan orang yang baru dikenal adalah tips yang teramat baik yang bisa saya berikan untuk anda. Dari area kedatangan, segeralah bergegas dan mengabaikan panggilan di sekitar anda untuk masuk ke peron. Di peron anda harus membayar Rp. 200 sebagai tiket masuk area terminal keberangkatan. Sebelum menuju lajur bus keberangkatan, usahakan anda mengamati dahulu dari pinggir, lajur mana saja yang mengarah ke kota tujuan anda. Untungnya, tulisan “Ekonomi” atau “Eksekutif” terpampang cukup jelas di tiap-tiap lajur. Jalur 1 dan 2 umumnya berisi Bus Eksekutif. Jalur 1 biasanya untuk bus arah selatan seperti Malang dan Jalur 2 untuk bus arah timur seperti Bondowoso atau Probolinggo. Terminal Purabaya ini melayani banyak sekali trayek kota-kota di Jawa Timur, namun kebanyakan berada di wilayah selatan. Untuk kota-kota di wilayah Barat Laut-nya Jawa Timur (misal : Tuban, Bojonegoro, Lamongan, dan Gresik), bus-busnya berasal dari Oso Wilangun, terminal di barat Surabaya. Terminal Purabaya ini melayani rute mulai dari Banyuwangi, Jember, Probolinggo, Malang, Trenggalek, Kediri, Tulungangung, Madiun, Ponorogo, hingga Madiun dan Pacitan. Bus jurusan Madura seperti Sampang, Pamekasan, Sumenep pun bisa ditemukan disini. Buat yang berniat keluar pulau pun bisa mencari bus disini. Jarak terjauh yang bisa ditempuh oleh bus dari Purabaya di timur adalah Labuan Bajo, di Flores. Sementara itu, jarak terjauh di barat yang dapat dicapai dari Purabaya adalah Lampung. Praktis, kota-kota yang berada dalam rentang terjauh tersebut seperti Sape, Sumbawa, Bima, Dompu, Mataram, Padangbai, Denpasar, Solo, Yogyakarta, Kudus, Semarang, Purwokerto, Tegal, Cirebon, Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta bisa ditempuh oleh bus dari terminal ini. Wah, capek juga nyebutin kota-kota yang bisa dilalui. Saking seriusnya merhatiin daftar rute, saya sampai lupa mau berangkat ke Probolinggo, kota awal keberangkatan saya ke Gunung Bromo.
Saya naik bus di lajur dua dengan tulisan “Surabaya-Probolinggo-Bondowoso”. Menurut perhitungan waktu, Surabaya – Probolinggo dapat ditempuh dalam waktu 3 jam sementara Bondowoso membutuhkan waktu 2 jam tambahan lagi dari Probolinggo. Harga tiket bus eksekutif yang saya naiki adalah Rp. 20.000 untuk turun di Probolinggo. Kalau anda mau bablas sampai Bondowoso, bayar Rp. 40.000. Bener dech, saran saya, kalau nggak terpaksa, hindari naik bus ekonomi untuk jarak tempuh jauh. Walaupun bus eksekutif tetap ngetem di terminal, namun umumnya bus jarang sekali berhenti di jalan raya. Bus mungkin akan berhenti sesekali namun tidak sering dan tidak lama. Saya nggak tahu deh kalau bus ekonomi bagaimana kondisinya. Lebih baik nggak tahu daripada menyesal dan jadi bahan cerita di blog ini. Haha..
Merek bus yang bisa dinaiki untuk mencapai kota-kota, seperti misalnya Probolinggo sich ada banyak. Misalnya, siang itu saya naik Bus Ladju. Beda bus, harganya tetap sama untuk trayek yang sama. Untuk yang buru-buru, bersabarlah selama anda berada di terminal. Bus akan menunggu hingga kursi hampir penuh baru berjalan. Selama menunggu, bersabarlah didera oleh para penjual asongan yang menawarkan aneka jenis makanan, mainan, dompet, buku hingga produk-produk ajaib yang sebelumnya tidak pernah terbayang oleh anda. Kesabaran anda akan berbuah manis ketika bus berjalan. Bus hampir tidak pernah berhenti lagi kecuali sampai di terminal transit atau kota tujuan. Kalau capek, tidurlah selama 3 jam perjalanan menuju Probolinggo (atau 5 jam menuju Bondowoso). Jalanan yang akan dilalui hampir lurus dan datar, rasa-rasanya gampang kalau mau tidur di jalur ini. Cuaca mungkin agak panas di sekitar Porong namun bus yang ber AC dan tidak terlalu dijejali penumpang bikin semua ini nggak masalah dech.

2 komentar:

  1. ah yang ini belum seru. lanjutkan!! :)

    ReplyDelete
  2. belum....dimana-mana kan prolog dulu, membangun karakter, situasi, tempat, bikin konflik, baru klimaks...wekekeke...

    ReplyDelete