Restoran ini pernah masuk dalam sejumlah media dengan ulasan seperti "Sepotong Rasa Desa Italia" dan sejenisnya. Saya akhirnya berkesempatan mencicipi makanan Ti Amo yang dalam bahasa Indonesia artinya "Aku Mencintaimu". Kebetulan, diskon 50% dengan pembelanjaan minimal Rp. 100.000 menjadi gimmick yang menyenangkan untuk budget-traveller seperti saya. Tertarik dengan rasa Italia (dan harga diskon) akhirnya saya masuk guna mencicipi sepotong desa Italia yang digembar-gembarkan tersebut.
Terletak di One Pacific Place, SCBD, sebelah Hotshot burger dan di lantai tertinggi, Ti Amo memang menarik untuk dikunjungi atau bagi anda yang hanya ingin mencicipi desa Italia ini. Hal pertama yang patut diacungi jempol adalah arsitektur dan interior ruangan yang dibuat sangat cozy, hommy dan jauh dari kesan modern minimalis. Dinding Batu bata dengan sedikit tempelan batu-batu kali sebagai semacam sejenis "perbaikan dinding" mencitrakan Italia begitu kuatnya (atau lebih tepatnya desa di Eropa Tengah). Bangku-bangku yang laksana terbuat dari kayu dengan hiasan ayam jantan, lukisan dinding yang kompleks hingga hiasan keramik dan mosaik keramik semakin memperkuat citra tersebut. Tak lupa, hal ini diperkuat dengan pintu kayu, lampu antik (jaman Glasgow?), tempat bumbu yang penuh ukiran dan lentik, serta hiasan tanaman merambat dan kering seperti yang tumbuh banyak di daerah Mediterania. Apabila anda berjumlah minimal 5 orang, maka anda bisa memesan lokasi tertinggi di Pacific Place sebagai lokasi perjamuan anda. Dengan bentuk seperti gazebo taman dengan hiasan tanaman merambat dan kebuh dan bush di sekelilingnya (anggur?) plus keramik-keramik utuh, pecah maupun mosaik dijamin semakin membuat anda betah memanjakan mata anda. Jangan lupa, foto kenangan tersebut agar anda bisa mengingat, betapa kuatnya Italia (atau Eropa Tengah disini).
Soal makanan, saya tidak berkomentar banyak. Pertama, tentu ini berkaitan dengan selera. Cita rasa Italia dan Pizza terautentik Eropa memang harusnya berada disini mengingat resepnya sendiri pun didapat dari keluarga disana. Namun bagi saya, orang Asia Jakarta yang sudah bergaul dekat dengan pan pizza, pizza bukanlah pizza apabila tidak tebal. Ya, saya bukan aliran yang menyukai pizza tipis dan mirip seperti cracker. So, secara umum rasa pizza ini cukup acceptable, but sekali lagi, ini soal selera. Pizza Francescana yang saya pesan siang itu. Secara umum, Pizza dibagi menjadi dua, Family dan Reguler. Family bisa dikonsumsi oleh 3-4 orang dan Reguler bisa dikonsumsi oleh 1-2 orang. Harga Reguler berkisar Rp. 50.000 dan Family Rp. 90.000. Pizza Francescana yang konon katanya adalah favorit di Ti Amo berisi smoked beef, keju mozarella dan saus. Untuk minumnya, kondisinya berbalik. Saya memesan Ice Cappucino dan lidah saya menari-nari karena bahagia begitu mencicipi minuman ini. Ya, rasa kopi yang ditimbulkannya sungguh merupakan berkah untuk saya yang sudah lama jarang bertemu kopi enak. Ya, saya penggemar kopi sehingga mungkin penilaian ini bisa bias. Namun, sekali lagi, kopinya patut dicoba! Ice Cappucino berharga Rp. 30.000. Tidak lupa, setiap pemesanan menu apapun, anda akan mendapatkan bonus garlic bread yang dipanggang dengan keju dan mentega yang autentik karena masih berbau kuat!
Makan di Ti Amo sungguh merupakan pengalaman yang menarik. Pada malam itu, bangku sebagian besar memang tidak terisi. Hanya ada 3 orang lain selain saya di dalam restoran yang tidak terlalu besar tersebut. Dua pasangan, warga lokal dan satunya lagi orang asing, sendirian. Kekurangan yang tampak kasat mata mungkin hanya pada penyajian audio. Lagu Andrea Bocelli dilantunkan oleh kaset di langit-langit. Walaupun berbahasa dan dialek unik seperti di Eropa, namun tampak jelas bahwa lagu yang diputar adalah French Song, not Italian Song. Akan lebih baik apabila Ti Amo dapat memutar musik Italia yang original instead of Perancis. Yah, walaupun saya yakin hanya sedikit orang yang menyadari perbedaan ini, namun alangkah lebih baik apabila image Italia yang sudah tertanam oleh arsitektur dan interiornya tidak kacau oleh lagu yang dialunkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment