Jembatannya sich nggak panjang-panjang amat, berada di tengah-tengah hutan bakau, namun jembatan ini menghubungkan Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Laut sempit yang terjepit di antara dua pulau kan biasanya disebut selat yach? Namun, saya melihat justru selat ini lebih mirip sungai daripada selat. Saya bahkan nggak merasakan bahwa saya telah pindah pulau. Apa iya, jaraknya sedemikian dekatnya? Saat pertama kali menjejakkan kaki di Kemujan, saya tidak melihat satupun kehidupan manusia. Kanan kiri hanya hutan bakau. Tampaknya, area ini merupakan wilayah yang dilindungi. Sejenis cagar kali yach? Beberapa kilometer sesudahnya, barulah saya melihat satu dua rumah penduduk, hingga pemukiman yang cukup ramai, bahkan lebih ramai daripada jalur di tengah gunung di perbukitan Karimunjawa sebelumnya. Sebuah Gereja Pantekosta sederhana di tepi jalan tampak mengawali deretan rumah-rumah penduduk berikutnya.
Tujuan saya mengarungi jalan raya sepanjang 22 KM ini adalah untuk mencapai ujung dari jalan raya, dimana saya kira akan berakhir di Bandara Dewadaru. Ternyata, saya salah, selepas Bandara Dewadaru, masih ada jalan terus ke arah utara, melintasi Kampung Jawa, Kampung Bugis dan Dermaga Legonbajak. Dari namanya sudah cukup jelas yah, Kampung Jawa dihuni oleh banyak suku Jawa, Kampung Bugis dihuni oleh orang-orang suku Bugis. Agak berbeda dengan pulau besar Karimunjawa, Pulau Kemujan lebih banyak dihuni manusia (terlihat dari perkampungan dan banyaknya rumah penduduk), banyak sarana dan fasilitas publik, dan sebagian besar wilayahnya berada di dataran rendah (hampir tidak ada bukit tinggi yang menjulang berarti). Agak berbeda juga, percabangan jalan di Kemujan jauh lebih banyak dibanding Karimunjawa. Percabangan tersebut cukup rumit karena berupa gang-gang kecil, dan beberapa diantaranya mengantarkan kami tidak jelas entah kemana. Seperti misalnya di salah satu ruas jalan yang kami ambil untuk menuju ujung Pulau Kemujan, ternyata kami tersasar ke jalan buntu dengan rimbunan pepohonan di tengah-tengah Kampung Bugis. Petunjuk jalan sudah tidak terlalu banyak selepas anda meninggalkan Bandara Dewadaru. Dari Bandara, masih ada beberapa kilometer lagi hingga anda mencapai ujung pulau ini. Walaupun banyak rumah, tapi tampaknya tidak banyak warga yang beraktifitas di luar ruangan. Entah panas atau apa kali yah (maklum, saat itu tengah hari) namun kami agak kesulitan mencari orang yang bisa ditanyai. Dengan sedikit keberanian mengetuk pintu rumah dan beruntung bertemu seorang bapak yang sedang duduk di bawah rerimbunan pohon, akhirnya kami mengetahui rute jalan untuk mencapai ujung Pulau Kemujan yakni di Legonbajak.
Menyusuri rute 22 KM antara Karimunjawa hingga Kemujan susah-susah gampang. Rasanya, akan jauh lebih mudah kalau anda mengendarai motor daripada membawa mobil. Bukan apa-apa, ada beberapa lajur yang hanya mungkin dilintasi oleh motor. Beberapa jalur yang buntu juga agak menyusahkan anda ketika anda harus berputar. Jalan yang sempit tidak memudahkan kendaraan untuk berputar balik loch. Untuk menujuu pantai-pantai tertentu seperti Pantai Duyung dan Tanjung Gelam saja, aksesibilitas dengan motor jauh lebih tinggi dibandingkan motor. Motor, walaupun masih tidak bisa mencapai tepian pantai, namun sudah bisa merangsek masuk lebih dalam mendekati pantai daripada mobil. Yah, jumlah anggota dalam tim anda juga berpengaruh sih terhadap kendaraan apa yang dibawa. Kalau memang nggak terlalu banyak, coba deh pertimbangkan naik motor ajah. Dijamin, banyak hal-hal seru yang menanti untuk dikuak daripada menaiki mobil yang aksesibilitasnya lebih rendah.
Tujuan saya mengarungi jalan raya sepanjang 22 KM ini adalah untuk mencapai ujung dari jalan raya, dimana saya kira akan berakhir di Bandara Dewadaru. Ternyata, saya salah, selepas Bandara Dewadaru, masih ada jalan terus ke arah utara, melintasi Kampung Jawa, Kampung Bugis dan Dermaga Legonbajak. Dari namanya sudah cukup jelas yah, Kampung Jawa dihuni oleh banyak suku Jawa, Kampung Bugis dihuni oleh orang-orang suku Bugis. Agak berbeda dengan pulau besar Karimunjawa, Pulau Kemujan lebih banyak dihuni manusia (terlihat dari perkampungan dan banyaknya rumah penduduk), banyak sarana dan fasilitas publik, dan sebagian besar wilayahnya berada di dataran rendah (hampir tidak ada bukit tinggi yang menjulang berarti). Agak berbeda juga, percabangan jalan di Kemujan jauh lebih banyak dibanding Karimunjawa. Percabangan tersebut cukup rumit karena berupa gang-gang kecil, dan beberapa diantaranya mengantarkan kami tidak jelas entah kemana. Seperti misalnya di salah satu ruas jalan yang kami ambil untuk menuju ujung Pulau Kemujan, ternyata kami tersasar ke jalan buntu dengan rimbunan pepohonan di tengah-tengah Kampung Bugis. Petunjuk jalan sudah tidak terlalu banyak selepas anda meninggalkan Bandara Dewadaru. Dari Bandara, masih ada beberapa kilometer lagi hingga anda mencapai ujung pulau ini. Walaupun banyak rumah, tapi tampaknya tidak banyak warga yang beraktifitas di luar ruangan. Entah panas atau apa kali yah (maklum, saat itu tengah hari) namun kami agak kesulitan mencari orang yang bisa ditanyai. Dengan sedikit keberanian mengetuk pintu rumah dan beruntung bertemu seorang bapak yang sedang duduk di bawah rerimbunan pohon, akhirnya kami mengetahui rute jalan untuk mencapai ujung Pulau Kemujan yakni di Legonbajak.
Menyusuri rute 22 KM antara Karimunjawa hingga Kemujan susah-susah gampang. Rasanya, akan jauh lebih mudah kalau anda mengendarai motor daripada membawa mobil. Bukan apa-apa, ada beberapa lajur yang hanya mungkin dilintasi oleh motor. Beberapa jalur yang buntu juga agak menyusahkan anda ketika anda harus berputar. Jalan yang sempit tidak memudahkan kendaraan untuk berputar balik loch. Untuk menujuu pantai-pantai tertentu seperti Pantai Duyung dan Tanjung Gelam saja, aksesibilitas dengan motor jauh lebih tinggi dibandingkan motor. Motor, walaupun masih tidak bisa mencapai tepian pantai, namun sudah bisa merangsek masuk lebih dalam mendekati pantai daripada mobil. Yah, jumlah anggota dalam tim anda juga berpengaruh sih terhadap kendaraan apa yang dibawa. Kalau memang nggak terlalu banyak, coba deh pertimbangkan naik motor ajah. Dijamin, banyak hal-hal seru yang menanti untuk dikuak daripada menaiki mobil yang aksesibilitasnya lebih rendah.
0 komentar:
Post a Comment