Mau merasakan pantai pribadi untuk anda sendiri, tidak ada siapapun sejauh mata memandang, pasir putih membentang, dan laut biru muda yang dangkal, serta pohon kelapa melambai mesra di sepanjang sisinya? Anda nggak perlu menjadi miliarder terlebih dahulu atau merasakan sengsaranya terdampar! Hanya butuh sedikit usaha saja untuk mencapai Tanjung Gelam.
Tanjung Gelam! Dimanakah tempat itu berada? Saya rasa, sebagian besar dari pembaca mungkin malah belum pernah mendengar namanya. Namun, bagi yang sudah pernah menjejakkan kaki di Karimunjawa, mungkin pernah mendengar atau mungkin pula sudah pernah mencicipi tempat ini. Tanjung Gelam (terkadang disebut Ujung Gelam) adalah sebuah pantai yang berada di sebuah Tanjung Pulau besar Karimunjawa. Lokasi Tanjung Gelam yang berada di sebelah barat pulau menjadikan tempat ini sebagai lokasi yang baik untuk menyaksikan matahari terbenam. Tanjung Gelam mungkin lebih dikenal sebagai lokasi penyelaman atau lokasi untuk memulai belajar selam karena laut di area ini cukup dangkal dan ombaknya bersahabat. Namun, apakah pantai berpasir putih agak kekuningan yang lembut tersebut tidak menarik perhatian anda? Maukah anda mencoba mendaratinya?
Untuk mencapai Tanjung Gelam bisa melalui dua cara yakni lewat laut dan lewat darat. Cara pertama tentu saja jauh lebih populer. Tanjung Gelam sudah menjadi rute umum para wisatawan yang menginginkan wisata pantai murah meriah dan masih terawat baik. Pada pagi hari, Tanjung Gelam sudah biasa disinggahi oleh rombongan wisatawan yang belajar teknik penyelaman untuk pemula. Sementara itu pada sore hari, Tanjung Gelam beberapa kali didarati oleh sejumlah wisatawan yang menginginkan pantai privat. Berhubung Karimunjawa adalah wilayah kepulauan, maka angkutan laut memang menjadi andalan utama untuk berkunjung dari satu tempat ke tempat lainnya, termasuk Tanjung Gelam yang masih berada dalam satu pulau besar Karimunjawa. Akan tetapi, saya tertarik untuk mencoba jalur darat guna mencapai Tanjung Gelam. Dimanakah areal pintu masuk menuju pantai ini?
Dalam pencarian saya akan Tanjung Gelam via darat, saya menggunakan motor sewaan yang disewakan oleh Wisma Wisata. Dengan mengikuti rute utama Karimunjawa – Kemujan sejauh kurang lebih 6 KM ke arah barat laut (arah menuju Kemujan), anda akan tiba di papan petunjuk “kiri, arah Ujung Gelam 0.5 KM”. Pastikan anda tidak melewati Makam Sunan Nyamplungan karena Tanjung Gelam berada sebelum makam ini. Usaha anda baru bermula disini. Guna mencapai Pantai Ujung Gelam yang cantik, bersih, dan privat memang membutuhkan usaha ekstra. Jangan membayangkan adanya suatu gapura besar yang menandakan bahwa anda telah memasuki wilayah Ujung Gelam. Alih-alih hal tersebut, anda akan sedikit kebingungan karena jalan masuk yang dimaksud adalah sebuah jalan kecil dari tanah yang hanya bisa dimuati satu buah mobil saja. Jalan masuk ini berada di pinggir sebuah musholla yang dirimbuni oleh pohon-pohon besar. Kendaraan seperti mobil atau motor hanya bisa masuk sampai pada sebuah areal terbuka namun tetap dirimbuni oleh pepohonan. Tidak ada petunjuk sama sekali di tempat ini, anda harus bertanya pada warga (ada sejumlah rumah warga di areal terbuka ini) dimana arah Tanjung Gelam. Sisa perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Siapkan kaki anda.
Jangan kuatir menitipkan motor atau mobil di tempat ini. Namun tetap saja, untuk keamanan, sebaiknya anda tetap memasang kunci pengaman tambahan. Perjalanan menuju Tanjung Gelam diperkirakan sekitar 500 meter namun akan memakan waktu sekitar 10 menit karena medan jalan yang tidak rata dan naik turun. Perjalanan ini akan membawa anda melewati lebatnya hutan di sekitar Karimunjawa. Walau demikian, jangan kuatir, karena sudah ada jejak rumput yang roboh karena dilewati oleh warga yang beraktifitas. Apabila anda melewati tempat pengupasan batok kelapa, artinya anda sudah di jalur yang benar. Sampai disini saya sempat agak sangsi, “mungkinkah saya salah mengambil arah jalan?” sebab tidak terdengar deburan ombak sama sekali, hanya kesunyian hutan yang agak mencekam. Namun teruskanlah perjalanan melewati undakan tanah naik turun dan di balik rerimbunan tanaman pandan, disanalah Tanjung Gelam berada.
Pertama kali keluar dari rerimbunan pandan, saya disambut oleh silaunya cahaya matahari yang memantul di pasir putih dan laut yang cemerlang. Begitu mata saya sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, terbentang disana, pantai privat untuk saya sendiri! Tanjung Gelam, inilah saya!
Bicara soal cantik, saya rasa masih banyak pantai cantik di Indonesia yang kecantikannya melebihi Tanjung Gelam ini. Pasirnya tidak terlalu lebar, warnanya agak kekuningan alih-alih putih alami. Vegetasi di sekelilingnya malah lebih didominasi oleh keluarga bakau dan pandan alih-alih nyiur melambai yang anggun. Namun, yang saya cari dari pantai ini adalah privasinya! Tidak ada orang sama sekali sejauh mata memandang, termasuk pedagang makanan, persewaan ban renang, warung rokok, hingga turis –turis lain! Pantai ini pribadi milik saya. Saya bisa berguling-guling, berteriak-teriak, berenang dengan bebas dengan cueknya karena pantai ini benar-benar serasa milik saya. Hmm…tidak perlu jadi miliarder untuk memiliki pantai pribadi kan?
Adapun kelebihan pantai ini adalah lautnya yang dangkal. Beberapa ratus meter dari bibir pantai, lautnya masih tergolong dangkal. Walaupun sejumlah batu karang besar menghiasi sudut pantai ini, areal yang bisa dinikmati untuk berenang tanpa tersangkut karang cukup lebar pula. Saking minimnya aktifitas manusia di tempat ini menjadikan Tanjung Gelam cukup bersih dari sampah. Sampah yang jelas terlihat kebanyakan yang berasal dari alam seperti buah kelapa dan ranting-ranting tanaman. Walau demikian, Tanjung Gelam tidak benar-benar bersih dari sampah. Jejak aktifitas manusia –walaupun cukup tersembunyi- bisa terlihat di tempat ini. Beberapa kemasan bekas mie instan dan peralatan makan teronggok di sela-sela batu. Dilihat dari wujud fisiknya, masa pakai benda-benda tersebut masih tergolong sangat baru. Sedikit dari hati saya mengharapkan, Tanjung Gelam sebaiknya tetap terpencil atau nantinya akan rusak, sama seperti pantai-pantai yang dibuka untuk tujuan komersil.
Beberapa aktifitas yang asyik untuk dilakukan di pantai ini adalah berenang –tentu saja, kita berada di pantai!-, menyelam (ada sejumlah karang dan ikan di kedalaman tidak sampai 2 meter), berjemur, malas-malasan, dan bermain pasir. Soal aktifitas yang terakhir, tampaknya bisa menjadi alternatif seru di kala anda sudah bosan bermain air dan bosan bermalas-malasan. Jam kunjungan saya adalah jam 3 sore, saat matahari masih cukup tinggi namun sudah tidak terlalu membakar kulit. Sekitar pukul 4 lewat, beberapa perahu tampak lalu lalang di sekitar Tanjung Gelam dan beberapa diantaranya menurunkan rombongan wisatawan yang berwisata di pantai ini. Saya cuek dengan kehadiran mereka yang lumayan instan memenuhi pantai. Saya tetap asyik dengan kegiatan saya membuat benda-benda dari pasir. Toh, menjelang sore sekitar pukul 5, mereka sudah beranjak dan meninggalkan Tanjung Gelam. Tanjung gelam pun kembali sunyi dan menjadi milik saya seorang.
Satu aktifitas terakhir yang layak untuk dilakukan di Tanjung Gelam adalah menyaksikan matahari terbenam. Walaupun menghadap arah barat, namun saya tidak seberuntung itu dalam mendapatkan pemandangan matahari terbenam yang sempurna. Sejumput awan terlihat memenuhi cakrawala sehingga proses terbenamnya matahari terhalang dan hanya menyisakan seberkas sinar keemasan saja di ufuk barat sana. Walau demikian, saya tetap nekad menunggu proses terbenamnya matahari sampai pukul 6 sore. Nah, sedikit saran buat anda yang berwisata ke Tanjung Gelam melalui jalur darat, sebaiknya anda sudah bersiap-siap sebelum pukul 6 sore dan keluar dari Tanjung Gelam sebelum pukul 6 atau sebelum gelap merambat. Alasannya adalah jalur kedatangan maupun jalur pulang yang akan kita tempuh nantinya adalah areal hutan. Tidak ada penerangan sama sekali di jalur tersebut. Anda nggak bisa membayangkan donk, bagaimana kalau anda harus menembus hutan sekitar 10 menit tanpa penerangan sama sekali? Agak menyeramkan jadinya. Maka, usahakan untuk menyelesaikan kunjungan wisata anda di Tanjung Gelam sebelum malam menjelang. Niscaya, Tanjung Gelam akan menjadi pantai terprivat yang pernah anda kunjungi, tanpa perlu terdampar, atau menjadi miliarder. Hehehe.
Tanjung Gelam! Dimanakah tempat itu berada? Saya rasa, sebagian besar dari pembaca mungkin malah belum pernah mendengar namanya. Namun, bagi yang sudah pernah menjejakkan kaki di Karimunjawa, mungkin pernah mendengar atau mungkin pula sudah pernah mencicipi tempat ini. Tanjung Gelam (terkadang disebut Ujung Gelam) adalah sebuah pantai yang berada di sebuah Tanjung Pulau besar Karimunjawa. Lokasi Tanjung Gelam yang berada di sebelah barat pulau menjadikan tempat ini sebagai lokasi yang baik untuk menyaksikan matahari terbenam. Tanjung Gelam mungkin lebih dikenal sebagai lokasi penyelaman atau lokasi untuk memulai belajar selam karena laut di area ini cukup dangkal dan ombaknya bersahabat. Namun, apakah pantai berpasir putih agak kekuningan yang lembut tersebut tidak menarik perhatian anda? Maukah anda mencoba mendaratinya?
Untuk mencapai Tanjung Gelam bisa melalui dua cara yakni lewat laut dan lewat darat. Cara pertama tentu saja jauh lebih populer. Tanjung Gelam sudah menjadi rute umum para wisatawan yang menginginkan wisata pantai murah meriah dan masih terawat baik. Pada pagi hari, Tanjung Gelam sudah biasa disinggahi oleh rombongan wisatawan yang belajar teknik penyelaman untuk pemula. Sementara itu pada sore hari, Tanjung Gelam beberapa kali didarati oleh sejumlah wisatawan yang menginginkan pantai privat. Berhubung Karimunjawa adalah wilayah kepulauan, maka angkutan laut memang menjadi andalan utama untuk berkunjung dari satu tempat ke tempat lainnya, termasuk Tanjung Gelam yang masih berada dalam satu pulau besar Karimunjawa. Akan tetapi, saya tertarik untuk mencoba jalur darat guna mencapai Tanjung Gelam. Dimanakah areal pintu masuk menuju pantai ini?
Dalam pencarian saya akan Tanjung Gelam via darat, saya menggunakan motor sewaan yang disewakan oleh Wisma Wisata. Dengan mengikuti rute utama Karimunjawa – Kemujan sejauh kurang lebih 6 KM ke arah barat laut (arah menuju Kemujan), anda akan tiba di papan petunjuk “kiri, arah Ujung Gelam 0.5 KM”. Pastikan anda tidak melewati Makam Sunan Nyamplungan karena Tanjung Gelam berada sebelum makam ini. Usaha anda baru bermula disini. Guna mencapai Pantai Ujung Gelam yang cantik, bersih, dan privat memang membutuhkan usaha ekstra. Jangan membayangkan adanya suatu gapura besar yang menandakan bahwa anda telah memasuki wilayah Ujung Gelam. Alih-alih hal tersebut, anda akan sedikit kebingungan karena jalan masuk yang dimaksud adalah sebuah jalan kecil dari tanah yang hanya bisa dimuati satu buah mobil saja. Jalan masuk ini berada di pinggir sebuah musholla yang dirimbuni oleh pohon-pohon besar. Kendaraan seperti mobil atau motor hanya bisa masuk sampai pada sebuah areal terbuka namun tetap dirimbuni oleh pepohonan. Tidak ada petunjuk sama sekali di tempat ini, anda harus bertanya pada warga (ada sejumlah rumah warga di areal terbuka ini) dimana arah Tanjung Gelam. Sisa perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Siapkan kaki anda.
Jangan kuatir menitipkan motor atau mobil di tempat ini. Namun tetap saja, untuk keamanan, sebaiknya anda tetap memasang kunci pengaman tambahan. Perjalanan menuju Tanjung Gelam diperkirakan sekitar 500 meter namun akan memakan waktu sekitar 10 menit karena medan jalan yang tidak rata dan naik turun. Perjalanan ini akan membawa anda melewati lebatnya hutan di sekitar Karimunjawa. Walau demikian, jangan kuatir, karena sudah ada jejak rumput yang roboh karena dilewati oleh warga yang beraktifitas. Apabila anda melewati tempat pengupasan batok kelapa, artinya anda sudah di jalur yang benar. Sampai disini saya sempat agak sangsi, “mungkinkah saya salah mengambil arah jalan?” sebab tidak terdengar deburan ombak sama sekali, hanya kesunyian hutan yang agak mencekam. Namun teruskanlah perjalanan melewati undakan tanah naik turun dan di balik rerimbunan tanaman pandan, disanalah Tanjung Gelam berada.
Pertama kali keluar dari rerimbunan pandan, saya disambut oleh silaunya cahaya matahari yang memantul di pasir putih dan laut yang cemerlang. Begitu mata saya sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, terbentang disana, pantai privat untuk saya sendiri! Tanjung Gelam, inilah saya!
Bicara soal cantik, saya rasa masih banyak pantai cantik di Indonesia yang kecantikannya melebihi Tanjung Gelam ini. Pasirnya tidak terlalu lebar, warnanya agak kekuningan alih-alih putih alami. Vegetasi di sekelilingnya malah lebih didominasi oleh keluarga bakau dan pandan alih-alih nyiur melambai yang anggun. Namun, yang saya cari dari pantai ini adalah privasinya! Tidak ada orang sama sekali sejauh mata memandang, termasuk pedagang makanan, persewaan ban renang, warung rokok, hingga turis –turis lain! Pantai ini pribadi milik saya. Saya bisa berguling-guling, berteriak-teriak, berenang dengan bebas dengan cueknya karena pantai ini benar-benar serasa milik saya. Hmm…tidak perlu jadi miliarder untuk memiliki pantai pribadi kan?
Adapun kelebihan pantai ini adalah lautnya yang dangkal. Beberapa ratus meter dari bibir pantai, lautnya masih tergolong dangkal. Walaupun sejumlah batu karang besar menghiasi sudut pantai ini, areal yang bisa dinikmati untuk berenang tanpa tersangkut karang cukup lebar pula. Saking minimnya aktifitas manusia di tempat ini menjadikan Tanjung Gelam cukup bersih dari sampah. Sampah yang jelas terlihat kebanyakan yang berasal dari alam seperti buah kelapa dan ranting-ranting tanaman. Walau demikian, Tanjung Gelam tidak benar-benar bersih dari sampah. Jejak aktifitas manusia –walaupun cukup tersembunyi- bisa terlihat di tempat ini. Beberapa kemasan bekas mie instan dan peralatan makan teronggok di sela-sela batu. Dilihat dari wujud fisiknya, masa pakai benda-benda tersebut masih tergolong sangat baru. Sedikit dari hati saya mengharapkan, Tanjung Gelam sebaiknya tetap terpencil atau nantinya akan rusak, sama seperti pantai-pantai yang dibuka untuk tujuan komersil.
Beberapa aktifitas yang asyik untuk dilakukan di pantai ini adalah berenang –tentu saja, kita berada di pantai!-, menyelam (ada sejumlah karang dan ikan di kedalaman tidak sampai 2 meter), berjemur, malas-malasan, dan bermain pasir. Soal aktifitas yang terakhir, tampaknya bisa menjadi alternatif seru di kala anda sudah bosan bermain air dan bosan bermalas-malasan. Jam kunjungan saya adalah jam 3 sore, saat matahari masih cukup tinggi namun sudah tidak terlalu membakar kulit. Sekitar pukul 4 lewat, beberapa perahu tampak lalu lalang di sekitar Tanjung Gelam dan beberapa diantaranya menurunkan rombongan wisatawan yang berwisata di pantai ini. Saya cuek dengan kehadiran mereka yang lumayan instan memenuhi pantai. Saya tetap asyik dengan kegiatan saya membuat benda-benda dari pasir. Toh, menjelang sore sekitar pukul 5, mereka sudah beranjak dan meninggalkan Tanjung Gelam. Tanjung gelam pun kembali sunyi dan menjadi milik saya seorang.
Satu aktifitas terakhir yang layak untuk dilakukan di Tanjung Gelam adalah menyaksikan matahari terbenam. Walaupun menghadap arah barat, namun saya tidak seberuntung itu dalam mendapatkan pemandangan matahari terbenam yang sempurna. Sejumput awan terlihat memenuhi cakrawala sehingga proses terbenamnya matahari terhalang dan hanya menyisakan seberkas sinar keemasan saja di ufuk barat sana. Walau demikian, saya tetap nekad menunggu proses terbenamnya matahari sampai pukul 6 sore. Nah, sedikit saran buat anda yang berwisata ke Tanjung Gelam melalui jalur darat, sebaiknya anda sudah bersiap-siap sebelum pukul 6 sore dan keluar dari Tanjung Gelam sebelum pukul 6 atau sebelum gelap merambat. Alasannya adalah jalur kedatangan maupun jalur pulang yang akan kita tempuh nantinya adalah areal hutan. Tidak ada penerangan sama sekali di jalur tersebut. Anda nggak bisa membayangkan donk, bagaimana kalau anda harus menembus hutan sekitar 10 menit tanpa penerangan sama sekali? Agak menyeramkan jadinya. Maka, usahakan untuk menyelesaikan kunjungan wisata anda di Tanjung Gelam sebelum malam menjelang. Niscaya, Tanjung Gelam akan menjadi pantai terprivat yang pernah anda kunjungi, tanpa perlu terdampar, atau menjadi miliarder. Hehehe.
wah berarti pesan moralnya jangan lupa bawa senter ya :P
ReplyDeletePotensi wisata Indonesia itu sebenarnya tinggi ya, coba pemerintah lebih mau kerja keras, lumayan tuh buat tambahan devisa