Camplong - Kupang, Jangan Lupa Berhenti Di Oesau

Selanjutnya, bus pun bergerak kembali, meninggalkan Camplong dan Dataran Tinggi Timor. Bus masuk ke dalam wilayah perkotaan dan jalan raya yang bentangannya hampir lurus. Dari Camplong, hampir tidak ada lagi belokan, tukikan atau tanjakan yang sangat tajam seperti jalan di daerah pegunungan. Sisa jalan yang harus dilalui cukup lurus sehingga supir bus bisa menginjak pedal gas dalam-dalam dan bus pun melaju kencang, kembali ke Kota Kupang.
Walaupun tampaknya dekat, 46 kilometer, terlebih ruas jalan yang dilalui lurus saja, ditambah dengan bus cukup cepat melaju, ternyata Kota Kupang seakan-akan tidak tercapai oleh bus ini. Saya mengamati, dari semenjak matahari masih bersinar dan cahayanya masuk ke dalam bus, hingga sudah tenggelam seutuhnya dan menyisakan keremangan suasana petang, waktu yang dibutuhkan dari Camplong hingga Kupang adalah satu setengah jam. Sisa pemandangan yang akan tersuguh di kiri dan kanan jalan kebanyakan berupa perumahan, gedung perkantoran hingga sawah. Tak urung, pemandangan serupa membuat saya menjadi mengantuk dan sempat tertidur beberapa kali di dalam bus.
Apabila kebetulan anda masih tersadar di dalam bus dan tidak tertidur dan masih menginginkan jalan-jalan, jangan lewatkan Pasar Oesao yang terletak 18 kilometer dari Camplong. Pasar yang berukuran cukup besar ini terletak tepat di tengah Jalan Raya Trans Timor. Yang menarik perhatian saya ialah ibu-ibu yang menggunakan lemari kaca untuk menjual kue-kue mereka, termasuk martabak dan gorengan. Untuk produk lainnya, modelnya hampir mirip-mirip dengan pasar pada umumnya. Pasar ini cukup ramai dengan kendaraan yang lalu lalang dan bus yang bergerak melambat.
Sekali ke pasar ini, jangan lupa untuk turun ke Monumen Prasasti yang terletak di lokasi sesudah Pasar Oesao, dari Camplong menuju Kupang. Ada sebuah gundukan sejenis bukit yang dipagari di bagian atasnya. Di bagian puncak bukit terdapat sebuah monumen batu prasasti yang digunakan untuk mengenang perang dan didedikasikan untuk 2/40th batalion infanteri Australia. Tampaknya tidak ada yang begitu spesial dengan monumen ini karena tidak tampak ada orang atau siapapun yang berada di dekat monumen ini.
Sekitar 10 kilometer sebelum sampai Kota Kupang, saya ditagih ongkos oleh kenek yang mengawal bus ini. Tiket bus untuk ruas So’E – Kupang adalah yang termahal dibanding dengan rute lainnya. Untuk sekali jalan, harganya Rp. 25.000. Dibanding dengan ruas Niki-Niki – So’E atau Kefa Menanu – Niki-Niki, jelas ini yang paling mahal. Bus ini akhirnya mendekati Jalan El Tari ketika hari sudah semakin malam. Patung El Tari bersma dua orang lainnya sudah tampak gelap. Saya tiba di Terminal Bus Oebobo sekitar pukul 7 malam. Di saat saya tidak mau menaiki angkot –takutnya saya mual kembali-, datang pak ojek yang datang menyelamatkan saya. Untuk jarak Terminal Oebobo – Jalan Tom Pelo, beliau menetapkan harga Rp. 10.000. Saya tolak, saya menawar Rp. 5.000. Setelah perdebatan alot dan saya tampaknya rela naik angkot, akhirnya beliau mau mengantarkan saya dengan biaya Rp. 5.000. Maaf yach Pak, uang saya terbatas. hehe...

2 komentar:

  1. kok foto monumen prasasti nya gak ada?
    jd penasaran ama bentuk nya.

    ReplyDelete
  2. iyahhh...sayang banged. busnya bergerak cepat...jadi ga kefoto.
    monumennya itu berupa sejenis batu besar yang ditempeli plakat di bagian depannya. ada tulisan2nya gt deh....sayang bener-bener sayang nggak turun. maklum, udah gelap sih...takut ga nyampe Kupang :(

    ReplyDelete