Indahnya Perjalanan Darat Dari Niki-Niki Ke So'E

Tujuan saya berikutnya adalah So’E, ibukota Timor Tengah Selatan. So’E, terletak di sebelah barat Niki-Niki sejauh 30 KM atau 86 KM barat daya Kefa Menanu. Dari Niki-Niki, waktu itu sekitar pukul 1 siang, saya bergerak kembali ke arah Pasar Niki-Niki. Tidak ada terminal di Niki-Niki sehingga mobil-mobil yang melintas akan berhenti tidak formal di depan pasar (kalau anda berjumpa Niki-Niki di hari selain rabu, patokannya adalah lapangan besar). Kendaraan yang melintas di Jalan raya Trans Timor ini umumnya bergerak cepat atau bias juga ngetem cukup lama. Siapkan pandangan mata anda ke arah kedatangan bus atau angkot dari Kefa, siap-siap memberhentikan kendaraan yang melintas dengan tujuan So’E atau Kupang.
Dari Niki-Niki, kendaraan yang bisa digunakan untuk mencapai So’E ada dua jenis. Bus antar kota yang banyak melintas atau angkot kecil yang banyak melintas juga. Saya sendiri sangat gak rekomendasikan naik angkot. Maaf saja, bunyi musik di dalam angkot yang menggelegar, suasana angkot yang sempit dan agak gelap karena kaca luarnya ditempel banyak hiasan, pasti bisa membuat perut saya bergejolak lagi. Hal ini ditambah lagi dengan jendela di angkot tersebut yang terletak agak rendah daripada posisi kepala. Waduh, saya butuh angin! Untuk jarak sejauh 30 KM, saya katakan TIDAK untuk angkot. Oleh karena itu, saya memilih Bus antar kota yang berukuran besar dan jauh lebih nyaman (lagipula barang bawaan saya banyak banget). Untuk harga, baik angkot maupun bus sama-sama bertarif Rp. 5.000 dengan jarak Niki-Niki – So’E. Jadi, pilihan ada di tangan anda, mau naik angkot yang kecil dan praktis atau bus yang besar karena bawaan anda segambreng?
Jarak sejauh 30 KM tersebut bisa ditempuh kurang lebih dalam waktu 30 hingga 60 menit. Walaupun melewati daerah perbukitan, jalan yang saya lalui jauh lebih mulus dan tidak terlalu ekstrim dibanding ruas Kefa Menanu – Niki-Niki. Di kiri dan kanan jalan, selain terdapat perbukitan, suasananya jauh lebih hidup karena terdapat banyak sekali desa, beberapa pasar kecil dan rumah penduduk tradisional. Hutan yang dilalui rasanya juga tidak terlalu lebat dibanding ruas Kefa Menanu – Niki-Niki. Ditambah lagi, hujan gerimis turun di hampir sepanjang perjalanan, jadi suhu udara anjlok dan cukup nyaman. Walau tidak separah ruas sebelumnya, kenyataannya saya tetap mengalami kondisi yang disebut hampir mabuk. Perut mulai bergejolak, kantung plastik sudah dipersiapkan di kantung yang mudah diraih, dan saya segera mengeluarkan minyak kayu putih untuk dioleskan di beberapa titik vital. Bapak sebelah saya membawa ayam hidup yang diletakkan di bawah kursinya. Untung saja, ayam tersebut tidak mengeluarkan bau-bauan aneh yang bisa membuat parah mabuk saya. Jadi, begitulah kerjaan saya sepanjang jalan, mengoleskan minyak kayu putih dan bernafas dalam-dalam agar tidak menjadi mabuk.
Jalan Raya Trans Timor sisi Niki-Niki sepanjang 30 KM memiliki pemandangan indah. Ruas ini termasuk salah satu ruas tertinggi di titik Jalan Raya Trans Timor. Perbedaan paling mencolok dapat dilihat dari bentuk fisik Ume atau Lopo yang banyak ditemui di sepanjang perjalanan. Apabila Lopo di Timor Tengah Utara masih terlihat kaki atau dinding yang menahan atau melingkari tubuh Lopo, maka di sini, Lopo yang terlihat hanyalah merupakan atap yang gondrong. Atap ijuk Lopo dibuat sangat tebal dan panjang bahkan hingga menyentuh tanah. Anda bisa saja mengatakan Lopo tersebut tidak berdinding karena atapnya sangat panjang dari atas ke bawah dan menutup pandangan anda ke kaki Lopo. Mengapa bisa seperti ini? Warga Atoni-Timor yang hidup di wilayah barat pulau ini mengalami diversifikasi kebudayaan beradasar lokasi tempat tinggal. Awalnya Lopo memang dibuat tinggi agar terhindar dari serangan binatang liar. Namun, dalam perkembangannya, masyarakat Atoni yang tinggal di bagian bukit yang lebih tinggi dan jauh lebih dingin, membutuhkan cara untuk menjaga agar rumah mereka tetap hangat di kala suhu menjadi sangat dingin. Inilah yang membedakan warga Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan, atap yang lebih panjang dan gondrong menjadi ciri khas warga Timor Tengah Selatan yang jauh lebih dingin dibanding saudaranya. Mungkin anda bisa coba amati apabila berjalan melintas diantara dua wilayah ini?
Antara So’E dan Niki-Niki memang sudah tidak banyak dibatasi oleh hutan. Berbeda dengan Kefa Menanu – Niki-Niki, banyak sekali desa yang dapat dilihat di sepanjang ruas jalan ini. Maka, tidak heran juga jika bus atau angkot sering berhenti beberapa kali di tengah perjalanan karena bermaksud mengangkut penumpang. Nikmatilah perjalanan menyenangkan dari Niki-Niki (tanpa mabuk pastinya) ke So’E sambil melihat-lihat pemandangan unik di sekeliling yang pastinya tidak ada duanya.

4 komentar:

  1. wah..aku sebagai orang niki-niki sangat senang skaligus bangga kepada anda yang dengan senang hati memposting niki-niki dan menceritakan keindahnnya..meski harus diakui masih banyak aspek yang secara kasat mata harus dibenahi tapi sekali lagi sebagai orang asli niki-niki salut untuk anda....

    ReplyDelete
  2. Halo Sdr. Anonim!

    Iya, sudah saatnya kearifan lokal kita bangkit. Setiap warga lokal senantiasa mengembangkan potensi unggulan wisatanya masing-masing. :) Saya rindu dengan jalanan Niki-Niki ke So'e. Walaupun membuat saya mabuk, namun jalanan ini membuat rindu :)

    Terima kasih sudah berkunjung! :)

    ReplyDelete
  3. niki-niki is the best home town...

    ReplyDelete
  4. iya...kangen sama Niki-Niki....Wunmeihua asli Timor?

    ReplyDelete