Perjalanan saya pun akhirnya mencapai ujung di Jalan Gajah Mada ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore dan tampaknya saya harus bersiap mencari bus jurusan Kupang yang melintas sebab perjalanan So’E – Kupang adalah ruas terpanjang diantara ruas-ruas lain di kota-kota di sepanjang Jalan Trans Timor. Waktu tempuh untuk ruas ini bisa mencapai 2,5 hingga 3jam lamanya. Saya pun sudah membayangkan kembali saya yang akan segera dikocok-kocok di dalam bus. Uh, memikirkannya saja membuat saya stres kembali. Sambil menunggu dan tidak membuang-buang waktu, karena bus yang ditunggu tidak selalu ada setiap saat, saya berjalan ke arah jalan keluar Kota So’E. Sebenarnya, jalan Gajah Mada ini bukan jalan keluar Kota So’E. Pusat Kota So’E memang hanya sampai titik perjalanan saya ini namun Kota So’E sendiri berukuran cukup luas hingga Hotel Bahagia II (1,25 kilometer lagi) dan Terminal Bus Haumeni di ujung barat sana (4 kilometer lagi). Mulai Jalan Gajah Mada, pemandangan kota akan perlahan-lahan berubah menjadi perkebunan dan ketika sudah semakin menjauh, pemandangan hutan lebat akan kembali terlihat. Sambil berjalan menjauhi kota, saya menjumpai satu buah tugu yang terpancang di perempatan di ujung Jalan Gajah Mada. Tugu yang berada di salah satu sudut persimpangan adalah Tugu Adipura. Bentuk tugu tersebut menyerupai kartu domino namun secara tiga dimensi dan memiliki tiga wajah. Di bagian atas, ada satu bulatan besar berwarna keemasan (mirip kartu domino khan?) dan di bagian bawahnya ada simbol-simbol bulat di dalam kotak sejumlah empat buah beserta tulisan diantara bulatan besar dan bulatan bawah “ADIPURA Penghargaan Presiden Republik Indonesia Untuk kota kecil Terbersih So’E 5 Juni 1997”. Di bawah piagam tersebut, terdapat sejenis piring fondasi berbentuk lingkaran dan kaki tiga di bawahnya. Uniknya, di sisi piring dan kaki fondasi tersebut dihiasi dengan ukir-ukiran yang tampaknya adalah ukiran khas Timor Tengah Selatan. Jalan raya di sekitar Tugu Adipura tersebut sudah sepi walaupun masih ada sejumlah mobil dan motor berlalu lalang. Jam 4 di So’E, matahari sudah condong cukup barat sehingga suasana sudah menjadi remang-remang. Ketika saya berfoto, hasilnya pun tidak maksimal karena pencahayaan sudah berkurang banyak. Walaupun sepi, tetap saja, ada yang melihat saya ketika berfoto di tugu tersebut. Haha...
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 lewat 10 menit dan belum ada tanda-tanda bus arah Kupang akan melintas. Yang tampak sedari tadi hanyalah angkot kota yang menawarkan saya tumpangan namun yah, lagi-lagi saya tolak dengan gelengan halus. “Saya ingin ke Kupang. Tidak mungkin naik angkot kan?” begitu kata saya dalam hati. Akhirnya, bosan menunggu di persimpangan, saya mencoba untuk berjalan sedikit ke arah jalan keluar dan tidak lama kemudian bus Kefa Menanu – Kupang melintas. Untung, bus tersebut tidak terlalu ramai dan saya segera bergembira menyambut bus tersebut (kenek bus tersebut tentunya juga bergembira menyambut saya, tambahan satu penumpang lagi kan?). Maka, mulailah perjalanan 3 jam menuju kota asal, Kupang. Pikiran-pikiran buruk tentang dikocok-kocok selama perjalanan sudah membayangi saya saat ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment