Sekelumit Cerita Tentang Makan Di So'E

Dari titik tempat saya berdiri, lokasi rumah makan ada beberapa. Ada sejumlah tempat yang tersebar di sekitar Jalan Hatta, namun sebagian besar terkonsentrasi di Jalan Soeharto. Menuju kesana, saya mendapati rumah makan yang seharusnya saya lewati, tutup dan tidak ada tanda sama sekali bahwa di lokasi tersebut pernah dijadikan rumah makan. Malas bertanya-tanya juga, saya memilih untuk meneruskan perjalanan saya. Yang pasti-pasti aja dech.
Sayangnya, dalam perjalanan tersebut, saya yang limbung karena barang bawan berat, sempoyongan karena belum makan siang, masih digodai lagi dengan hujan yang tiba-tiba menderas. Panik. Saya mencoba membuka payung untuk mempertahankan baju saya yang masih kering di badan. Saya nggak bawa baju terlalu banyak sehingga setiap baju sudah diperhitungkan posisinya untuk digunakan di suatu kota. Kalau sampai kebasahan, selesailah cerita perjalanan ini. Saya mungkin harus menggunakan baju kemarin yang baunya –bukan menurut saya saja, namun pasti orang-orang di sekitar saya akan menilai baju tersebut- sudah tidak sedap. Sambil keberatan, sempoyongan dan hujan deras, saya melintasi daerah sejenis perkebunan di Jalan Hatta. Disini, entah memang saya kurang beruntung atau apa, tidak ada satu pun rumah makan yang tampak. Tampaknya memang Jalan Soeharto-lah tujuan saya. Hujan yang turun bertambah deras dan sesekali mereda. Saya memilih untuk tidak menutup payung sama sekali daripada yang terburuk terjadi.
Berbelok kanan di Jalan Hatta, saya masuk Jalan Merdeka. Di ujung Jalan Merdeka, ada banyak sekali motor diparkir di tepi jalan. Satu ruas jalan Soeharto ditutup dan di jalan yang ditutup tersebut ada banyak mobil polisi yang diparkir. Di sudut jalan, terdapat Hotel Mahkota Plaza yang tampaknya sedang dijadikan lokasi pertemuan polisi entah untuk acara apa. Lokasi sekitar Jalan Soeharto ini merupakan salah satu lokasi terama di So’E ini. Di depan Hotel Mahkota Plaza, terdapat sebuah terminal bus antar kota yang herannya, tidak dipergunakan sama sekali ketika saya melintas dari Kupang menuju Kefa Menanu. Mungkinkah terminal bus ini tidak dipergunakan lagi atau memang terminal hanya menampung bus So’E ke kota-kota lain? Saya tidak sempat mencari jawabannya karena yang berserak di terminal tersebut hanyalah ojek dan angkot kecil serta hujan turun semakin lebat. Saya segera berlari ke sebelah terminal yang merupakan kumpulan warung makan. Ada tiga buah rumah makan yang berderet disini dan hebatnya, semuanya mengusung masakan Padang. Tampaknya saya harus makan makanan Padang lagi di So’E ini.
Rumah Makan SukaJadi adalah satu rumah makan yang berdiri dengan rumah makan lainnya dalam satu kompleks. Jangan hiraukan namanya, Rumah Makan SukaJadi ini ternyata mengusung makanan Padang, sama dengan dua rumah makan lainnya di samping. Di dalam literatur, lokasi ini sebenarnya merupakan Rumah Makan Niki-Niki, yang mengusung makanan Sumatera. Namun, entah mungkin karena suatu hal an saya juga tidak menanyakan kepada pemilik rumah makan, Rumah Makan Niki-Niki sudah tidak ada lagi dan tergantikan oleh rumah makan yang saya masuki ini.
Hujan yang semakin deras membuat saya bersyukur bisa menemukan rumah makan ini dengan segera. Hanya ada satu orang yang makan di dalam rumah makan tersebut sementara seorang pria sedang menyapu lantai. Saya memanggil pria tersebut untuk memesan makanan. Sebenarnya, daftar menu terpampang besar di dinding ruangan, lengkap dengan harga makana tersebut. Rumah Makan ini menyajikan beragam jenis variasi makanan mulai dari masakan Padang yang memungkinkan kita untuk memilih sendiri, hingga nasi goreng, mie goreng, mie rebus dan bakso. Harga makanannya cukup murah berkisar dari Rp. 5.000 hingga Rp. 15.000 saja.
Nah, berbekal menu tersebut, saya memesan nasi goreng, menu yang tampaknya aman untuk saya yang masih terombang-ambing dari perjalanan darat Niki-Niki – So’E. Pemuda berjerawat tersebut menggeleng lemah sambil berkata “nasi gorengnya tidak ada”. “Oh, kalau begitu, saya pesan mie goreng saja” balas saya. Pemuda tersebut menggeleng lemah lagi sambil berkata “mie goreng juga tidak ada. Tidak ada masakan hari ini”. Sedikit heran karena waktu masih menunjukkan pukul dua siang akhirnya saya memilih mie rebus dengan harapan, masakan ini ada. Pemuda tersebut tertawa pahit dan berkata “mie rebus juga tidak ada. Tidak ada yang memasak makanan apapun, adanya hanya makanan yang ada di depan saja”. Saya melirik ke etalase yang ditunjuk oleh pemuda tersebut dan saya mengerti. Masakan Padang.
Oke lah, walaupun perut saya masih sedikit bergejolak dan sisa-sisa mual, akhirnya, saya memesan nasi telur. Lagi. Untung, makanan ini ada di pajangan dan saya tidak harus pusing dan kebingungan mencari menu lainnya. Tidak lama kemudian, nasi pesanan saya datang dengan porsi yang sungguh mengejutkan. Sudah saya singgung, tampaknya orang Timor suka menyantap nasi dalam jumlah banyak. Tampaknya nasi yang saya akan konsumis adalah porsi untuk dua orang. Seharusnya saya belajar dari kesalahan terdahulu. Namun, nasi telah menjadi bubur. Ya, tidak juga sich, makanan saya masih dalam wujud nasi namun sudah terbalut telur ceplok dan tersiram dengan kuah gulai dan daun singkong yang banyak. Saya menelan ludah melihat porsi besar tersebut.
Berikutnya, percakapan antara saya dengan pemuda tadi, “saya mau teh manis hangat” kata saya. Pemuda tadi menggeleng lemah, lagi, “tidak ada teh manis, adanya teh tawar di meja” katanya. “hhh” saya mendesah, rumah makan ini niat buka apa nggak sich? Alhasil, saya yang ingin minum sesuatu yang manis untuk melumerkan rasa kelu di lidah saya mencari sesuatu di etalase depan yang juga berfungsi sebagai warung. Saya mencari minuman teh botolan dengan rasa apel. Untungnya ada. Namun lagi-lagi, minuman tersebut tidak ada yang dingin. Mereka tidak sedia kulkas. Hahaha....ya sudah, saya terima saja dan segera makan mengisi perut karena waktu saya di So’E ini tidak terlalu banyak.
Nasi yang dicampur dengan telur tadi ditambahkan pula dengan semangkuk kuah bakso dan sebutir bakso. Unik juga melihat masakan Padang dicampur bakso dari Jawa. Saya makan makana tersebut sambil menunggu hujan yang justru semakin deras dan orang-orang berlarian mencari tempat berteduh. Sebenarnya, rasa masakannya enak, namun sayang, lidah dan perut saya sedang nggak bisa diajak berkompromi. Saya makan dan mengunyah dengan perlahan. Setidak-tidaknya ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh saya untuk menjadi energi. Seperti yang sudah saya duga, saya tidak dapat menghabiskan porsi yang terlalu besar tersebut. Untung ada bakso dan kuahnya yang menjadi penyelamat. Kuah bakso tersebut terasa bagaikan oase di tengah rasa tidak karu-karuan perut saya. Sehabis kuah tersebut dan bakso sebutir, saya hentikan makan saya. Nasi yang masih tersisa tersebut saya singkirkan dan saya mulai menulis jurnal sambil menunggu hujan reda. Sambil menunggu, ternyata banyak juga orang yang masuk ke dalam rumah makan untuk makan baik masakan Padang maupun bakso. Tamu rumah makan tersebut pada siang itu selain saya ada beberapa warga Timor asli dan orang Jawa. Kebanyakan dari mereka, memesan bakso.
Harga makanan yang saya makan cukup murah, Rp. 5.000 untuk nasi telur yang sangat banyak dan semangkuk kuah bakso + satu butir bakso. Minuman manis yang saya ambil berharga Rp. 5.000 sehingga saya harus membayar Rp. 10.000 untuk makan siang kali itu. Ibu penjual rumah makan tersebut pun ternyata orang Jawa, terlihat dari logat yang digunakannya. Cukup unik juga ibu-ibu etnis Jawa menjual masakan Padang. Hehehe...

4 komentar:

  1. wah ada jalan soeharto..

    aneh juga ya rumah makan nya, masa semua ga ada.niat jualan gak sih??haha..

    makanan padang lg ya yg lo makan??yg otentik makanan sana emang gak ada ya?

    ReplyDelete
  2. hahaha...itu yang gue curigain...kayaknya ga niat jualan dech :P

    sayangnya, sayang beribu sayang, ga ada makanan autentik sini. masak jauh2 ke Timor makannya Padang juga sih? mungkin emang harus ke pedalaman lagi yach, desa-desa gt, biar dikasih makan jagung khas...hehe

    ReplyDelete
  3. otentiknya di sana babi guling sma sayur bunga pepaya

    ReplyDelete
  4. terima kasih atas infonya. namun, sayangnya, saya nggak ketemu restoran atau rumah makan yang menyediakan makanan tersebut.:)

    ReplyDelete