Kelenteng En An Kiong di Ujung Pasar Besar Malang

Masih satu rute dengan Pasar Besar Malang, Kelenteng Eng An Kiong ada di jalur jalan yang sama dari alun-alun menuju ke Terminal Gadang. Nggak jauh dari Pasar Besar Malang, tinggal berjalan sekitar beberapa ratus meter saja, kelenteng ini sudah muncul di perempatan jalan. Sama seperti Pasar Besar Malang, Kelenteng En An Kiong ini disebut-sebut dalam buku panduan wisata untuk Kota Malang.
Di sekeliling kelenteng suasananya memang lebih cenderung pecinan dibanding era kolonialisme. Bangunan-bangunan bergaya chinese tampak di kiri dan kanan jalan termasuk ruko-ruko yang saya lewati selepas Pasar Besar Malang. Di depan kelenteng sendiri ada sebuah kios kaki lima yang menjual berbagai pernak-pernik berbau perayaan imlek namuan yang tampak hanyalah kepala barongsai saja. Tapi sayang, suasana yang terbangun hanya sebatas itu saja, kios kaki lima tersebut hanya satu buah saja.Seperti kelenteng pada umumnya, warna merah dan kuning mendominasi sekitar kelenteng. Gapuranya yang berukuran besar berhias naga terlihat megah. Sayang, saya nggak memaksakan diri untuk masuk ke dalam kelenteng karena tampaknya di dalam kelenteng sedang ada perayaan atau sedang melakukan suatu perhelatan. Hal ini tampak dari banyaknya kendaraan yang diparkir di dalam halaman kelenteng. Tambahan lagi, ada satpam yang berjaga di depan kelenteng, membuat saya makin jiper untuk masuk ke dalam kelenteng. Alhasil, saya hanya mengamati kelenteng dari depan saja dech. Untuk para wisatawan bule, mungkin melihat kelenteng ini sebagai suatu atraksi wisata budaya yang unik kali yach? Tapi, buat saya yang hidup dalam kebudayaan Cina dan cukup sering berjalan-jalan ke daerah Glodok di Jakarta, kelenteng menjadi sesuatu yang agak biasa untuk saya. Hehehe…

9 komentar:

  1. klu kelenteng udah biasa. jajal deh 'gereja kelenteng' (gereja santa maria de fatima). dari pancoran belok kiri ke jalan toko tiga. sampai perapatan, ikuti aja jalan ke kiri. bangunannya di sebelah kiri. palingan 15menit jalan kok. sangat unik. gereja tapi arsitekturnya memberi kesan kelenteng. atau udah pernah ke sana cak..

    ReplyDelete
  2. hihihi....malah belum pernah sama sekali :P padahal kalo hari minggu suka maen kesana, cari makanan :D
    ini kelenteng yang dijadikan gereja yach? mungkin sama kayak candi yang dijadikan gereja di Medan kali yach...:D

    ReplyDelete
  3. kayaknya rumah mayor atau kinda orang penting china pada zaman blanda deh. terus sekarang dijadikan gereja dg tetep pertahankan arsitektur semula (hebat!)
    bener worth it loh ke gereja toasebio itu
    o ya cak. klu di jogja ada gereja ganjuran. arsitekturnya memang gaya candi

    ReplyDelete
  4. hehehe...favoritnya Cie pasti bangunan2 antik yach...dirimu tahu banyak loch. aku malah belum pernah ke Ganjuran dan Toasebio ini. *bertekad harus datang*

    ReplyDelete
  5. sip! ditunggu ceritanya ya :)
    hehe...ternyata taunya cuman itu :))
    note: utk mencapai gereja ganjuran, ikuti petunjuk ke arah rsu santa elizabeth (stlh pasar bantul, masih bbrp kilo lagi). papan nama rsu gede di sebelah kanan

    ReplyDelete
  6. baiklah...terima kasih infonya...hehehe...:D

    Yogyaaaaaa :D

    ReplyDelete
  7. fyi: otw ke gereja ganjuran akan lewat desa wisata tembi dan kasongan. dua tempat ini aku sendiri blum pernah singgah..hehe..
    dari ganjuran, terusin jalan rayanya bisa sampai pantai parangtritis

    ReplyDelete
  8. kasongan tu yang pembuatan keramik dan kendi bukan?
    belum kelilingan sampe sana...:D
    apalagi parang tritis...someday, I will :)

    ReplyDelete
  9. pernak-pernik dan pot2 besar-kecil dari tanah liat sih aku taunya
    jadi terinspirasi ke kasongan :)

    ReplyDelete