Tidak terlalu jauh dari pusat kota, tepatnya di sisi timur laut kota ini, Sungai Kahayan memisahkan kota ini dengan sisi seberang Pahandut yaitu Taman Kum Kum yang sebagian besar masih berwajah hutan plus hiasan bunyi tenggeret dan garengpung. Kehidupan Sungai Kahayan dan pemukiman di sekitarnya memang menarik. Kalau anda cermati, beberapa desa memang terbangun di atas sungai. Salah satu lokasi yang paling pas untuk menikmati keindahan Sungai Kahayan adalah lokasi di belakang Batu Pertama Palangka Raya. Di belakang batu tersebut, sudah terbangun taman yang cukup rapih dengan parkiran motor, gazebo dan rumah makan sederhana oleh penduduk desa sekitar. Ya, menurut saya inilah lokasi terbaik untuk menikmati Kahayan dan jembatannya di Palangka Raya. Anda bisa sekedar menikmati panorama di gazebo-gazebo yang dibangun, atau turun menuju gazebo besar yang berada di atas perkampungan atau malah justru turun ke dermaga, merasakan air Kahayan menyapu kaki anda.
Sayang kalau sudah sampai disini tidak sampai turun ke dermaga. Adrenalin saya sedikit diuji ketika menuruni tangga menuju dermaga. Tolong jangan bayangkan tangga yang digunakan adalah tangga besi yang dilas atau tangga permanen. Yang dimaksud tangga disini adalah sebilah papan besar yang dibatasi dengan kayu pada beberapa jengkal ruasnya kemudian papan tersebut dimiringakn sehingga dapat berfungsi sebagai tangga. Karena sangat curam, saya memegang kamera saya dengan hati hati sembari menuruni papan tersebut agar kamera maupun saya tidak tercebur ke dalam air sungai. Ya, di bagian bawah papan tersebut langsung Sungai Kahayan. Penghubung antara papan tersebut dengan dermaga hanyalah sebongkah kayu yang diletakkan begitu saja dalam posisi miring. Menegangkan! Namun, ketika anda sudah sampai di bagian bawah dan menengok ke atas, anda akan tersadar bahwa ternyata papan kayu dan bongkahan kayu yang digunakan untuk menuruni pondok dan menyebrang menuju dermaga ternyata sangat kuat dan kokoh sekali. Mengagumkan!
Ah, saya sudah sampai di Kalimantan Tengah, begitu kata saya pada diri saya sendiri ketika melihat Jembatan Kahayan dengan mata kepala saya sendiri. Selama ini, pemandangan yang hanya bisa dilihat melalui majalah, sekarang tersaji di depan mata saya plus Sungai Kahayan yang berwarna kecoklatan mengalir berkelok-kelok menuju hilir. Kehidupan di sekeliling dermaga sungguh sangat bersahaja. Segerombolan anak SMP sedang berbincang-bincang dalam bahasa lokal, sekeluarga sedang menonton tv di salah satu rumah, ada keluarga yang lain sedang bersiap-siap berangkat naik kapal yang ditambatkan ke sisi dermaga kecil ini. Apabila anda penasaran bagaimana rupa rumah panggung yang sesungguhnya, disinilah rumah panggung tersaji dengan gamblang dan jelas. Semua rumah yang terbangun di sisi Sungai Kahayan merupakan rumah panggung dengan tinggi pasak kayu yang berbeda. Ada yang dekat dengan permukaan sungai, ada yang dibangun tinggi sekali dan sebilah kayu yang dibentuk menjadi tangga yang digunakan untuk menghubungkan rumah dengan sungai. Bubu terpasang di pinggir sungai di dekat gelondongan kayu yang tidak terlalu besar yang dihanyutkan di sungai. Sebuah bilik kecil bertuliskan WC terbangun di atas dermaga persis di atas Sungai Kahayan. Mungkin anda tidak akan tertarik untuk mencobanya.
Dari sini, saya bisa menyaksikan pemandangan di seberang sungai yang sangat kontras dengan sisi tempat saya berdiri. Di seberang sana, rumah sudah menjadi jarang dan pasir kuning yang berada di pesisir pantainya langsung berbatasan langsung dengan pepohonan lebat. Ya, di seberang sana sudah merupakan kumpulan pepohonan yang kita kenal sebagai hutan. Di sisi sebelah kiri, Jembatan Kahayan berdiri megah dengan busur berwarna kuning menyala, menampilkan pesona keindahannya. Rasanya betah duduk berlama-lama di atas jejeran kayu ulin yang membentuk dermaga apalagi di siang itu, Palangka Raya tertutup mendung.
Namun, kenyataannya, masih banyak objek menarik yang harus saya kelilingi, saya beranjak dari dermaga dan beralih kembali ke pusat kota. Kalau anda perhatikan, di sisi kanan dan kiri taman panorama Jembatan Kahayan ini terdapat pedesaan di tepi sungai yang masih cukup tradidional kalau saya bilang. Jejeran kayu ulin yang membentuk jembatan maupun jalan setapak tampak terbangun di atas desa tersebut. Beberapa pria sedang berbincang-bincang di atas jalan tersebut sambil duduk duduk santai. Disela-sela jalan tersebut, saya mendapati rumah-rumah kayu khas Kalimantan hingga kandang ternak seperti babi. Ah, eksotisme Kalimantan Tengah. Apalagi yang kurang coba?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment