Dengan bentuk desa yang berupa satu jalan panjang, mencari lokasi Sonaf Niki-Niki tidaklah susah. Terletak sekitar 200 meter dari Rumah Makan Singgalang arah Kefa Menanu tepat di tepi Jalan trans Timor, anda sudah bisa melihat plang tulisan “Sonaf Niki-Niki” dengan jelas dalam balutan warna oranye dan hitam.
Dari jalan masuk tersebut, Sonaf bisa anda temukan dengan berjalan kaki sejauh 200 meteran. Sebelum saya masuk ke dalam jalan tersebut, saya disapa oleh sekumpulan gadis dan ibu-ibu yang sedang duduk-duduk mengobrol sambil mengunyah pinang sirih di bawah sebuah pohon besar. Saya tersenyum kepada mereka dan mereka spontan langsung bertanya (tentunya ini diakibatkan oleh pakaian saya yang tidak biasa dan saya membawa kamera) “Mau kemana?” sambil tetap tersenyum. Maka saya pun menjawab bahwa saya ingin melihat Sonaf Niki-Niki dan saya berasal dari Jakarta. Mereka kemudian sambil tetap tersenyum mempersilahkan saya sambil memberitahukan jalan mana yang harus saya tempuh. “Tidak jauh lagi, ada di bawah sana, dik” begitu kata salah seorang gadis tersebut. Sungguh, kemurahan hati masyarakat Timor telah menggugah hati saya dan saya sangat tersanjung karenanya.
Sesampainya di dekat Sonaf, saya melihat ada dua percabangan jalan. Agak bingung melihat jalan mana yang harus saya tempuh, tiba-tiba seorang bapak memanggil saya dan bertanya, ada keperluan apa saya datang kesana. Saya jelaskan kepada beliau bahwa saya datang dari Jakarta dan ingin melihat Sonaf Niki-Niki. Beliau menjelaskan kepada saya bahwa beliau adalah orang yang ditunjuk untuk menjaga Sonaf dan rumah baru keluarga Nope. Beliau kemudian memberitahukan bahwa Sonafnya ada di turunan bawah sedikit lagi. Ketika saya tanyakan, adakah Sonaf lain yang mungkin dimaksud, beliau menjawab bahwa disini hanya ada satu Sonaf saja yang dimiliki Keluarga Nope ini. Di dalam jalanan yang terus tampaknya akan tembus ke pedalaman, tidak ada lagi Sonaf disana. Beliau mengijinkan saya untuk berkeliling melihat-lihat dan berfoto.
Agak bingung dengan istilah Sonaf dan Lopo yang tampaknya tertukar, Sonaf di Niki-Niki memiliki empat kaki, bukan satu kaki sebagai tiang utama. Hal ini sedikit berbeda dengan pengertian Sonaf dan Lopo yang pernah dijabarkan oleh Raja Bana di Kefa Menanu. Yah, apapun istilahnya, intinya Sonaf dan Lopo ini merujuk pada rumah atau tempat pemerintahan yang esensinya adalah istana atau rumah. Sesuai dengan bahasa resmi Niki-Niki, maka saya akan meybeut kediaman Raja Nope ini sebagai Sonaf.
Sayangnya, pada saat kunjungan saya ke Niki-Niki, Sonaf Raja Nope ini telah rusak. Yang tersisa di lokasi hanyalah empat tiangnya yang sudah tidak terlalu utuh, fondasi bata dan semak-semak tinggi yang memenuhi sekeliling tiang Sonaf. Atap Sonaf atau bagian atas Sonaf sama sekali sudah tidak dapat disaksikan. Sebagai gantinya, tepat di belakang Sonaf tersebut, terdapat sebuah rumah permanen yang terbuat dari bata dengan gaya tahun 1980-an yang tampaknya menjadi kediaman baru Raja Nope dan keluarga (menurut informasi, anak-anak Raja Nope pun sudah bersekolah ke luar negeri dan telah menjadi orang sukses). Tiang-tiang Sonaf yang tersisa itu pun tidak memiliki hiasan atau ukiran sebanyak Lopo Raja Bana yang saya temui di Kefa Menanu, Satu dari tiang Sonaf tersebut tidak memiliki ‘kuping’ lagi atau bagian bundar yang terletak di bagian hampir pucuk suatu tiang Sonaf. Hiasan maupun ukiran tidak tampak ditemukan di sisa Sonaf ini namun ‘Buni’ atau ukiran bulat pada tiang dan ‘Flasu’ yakni ukiran silindris pada tiang masih ada. Di kejauhan sepelemparan batu, terdapat sepasang tiang Sonaf lainnya yang berada dalam kondisi lebih menyedihkan. Dari empat tiang, tampaknya hanya tinggal dua buah saja yang bertahan. Sudah tentu, atap Sonaf untuk sepasang tiang tersebut sudah tidak ada.
Bapak penjaga yang tadi menyapa saya tidak bersama saya sepanjang kunjungan saya. Jadi, saya tidak bisa bertanya terlalu banyak tentang Sonaf ini kepada beliau. Menurut sedikit informasi, atap Sonafnya memang sudah rusak namun dilepas dan disimpan di dalam rumah permanen yang sekarang berdiri di belakang Sonaf utama Raja Nope. Berhubung Niki-Niki adalah daerah dataran tinggi, maka bunga-bungaan banyak tumbuh di sekeliling Sonaf dan cukup menakjubkan karena berwarna-warni. Sebagian dari bunga-bungaan tersebut memang tumbuh liar namun sebagian besar tampaknya ditanam di penjuru rumah. Mungkin keluarga Nope memang menyukai bunga-bungaan. Sementara itu, ada sejumlah bunga-bungaan aneh yang, ketika saya dekati, saya terperanjat karenanya. Bunga yang membuat kaget tersebut terbuat dari kertas tisu makan yang berwarna-warni dan digabung dalam sebuah pot tanaman hidup sehingga, dari jauh, cukup memberikan kesan itu adalah bunga hidup.
Puas berkeliling area Sonaf dan puas terpanggang panas matahari, saya kembali menemui sang bapak penjaga rumah dan mohon pamit untuk kembali melanjutkan perjalanan saya. Sayang sekali, apabila Sonaf ini mau dibetulkan dan dipromosikan, tampaknya Niki-Niki akan terkenal berkat Sonafnya. Sayang, sekarang hanya tinggal tiang-tiang Sonaf yang saya jumpai dan tentu ini tidak memberikan kepuasan dibanding melihat Sonaf utuh dengan atap di tengah-tengah pemukiman.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment