Seharusnya, saya akan melewati Bori di jalur Sa’dan - Batutumonga. Bori adalah salah satu tempat di Tana Toraja Utara yang terkenal dengan batu-batu besar menjulang ke angkasa, yang kadang disebut Menhir, yang berserakan di sekitar Rante (lokasi persembahan). Tapi kenyataannya, saya tidak melewati Bori yang dimaksud. Saya memang melihat plang nama Desa Bori di lokasi ini namun saya tidak melihat Menhir di sekitar Rante yang dimaksud. Apakah terlewat? Seiring dengan perjalanan, saya justru malah merasa telah tiba di Deri. Agak berbeda dengan Bori, Deri justru terkenal dengan bebatuan cadas keras berwarna hitam yang tersebar di seluruh areanya. Bebatuan ini tidak semata bebatuan saja namun bebatuan ini biasanya dilubangi dan dibuat menjadi makam. Lokasi batu ini berada hampir di semua tempat, mulai dari pekarangan rumah, pinggir jalan, hingga di tengah-tengah sawah atau semak-semak pepohonan. Agak kaget juga ketika sedang melintas tiba-tiba saya menemukan batu yang dijadikan makam, lengkap dengan aneka pengusung mayat, Tongkonan usungan, foto almarhum, bebungaan dan rangkaiannya. Mayat tersebut diletakkan dalam lubang berbentuk kotak yang ditutup oleh pintu yang diukir dengan ukiran khas Toraja, lengkap dengan nama dan tahun kematiannya. Nggak hanya satu lubang, terkadang satu batu bisa diisi oleh beberapa buah lubang dan diberi pintu sejumlah lubang. Pada beberapa areal yang cukup luas, nggak hanya batu yang dilubangi saja namun diberi kanopi atap berbentuk Tongkonan dan beberapa Tau-Tau yang didudukkan di balkonnya. Selain pintu yang diukir, saya juga menemukan beberapa bagian dari batu tersebut diukir dan diberi warna juga. Menakjubkan!
Wilayah Deri ini cukup panjang dan melewati lereng Gunung Sesean. Anda akan banyak menemukan bebatuan semacam ini tersebar dimana-mana. Mengesankan sekaligus unik dan agak janggal sebenarnya. Bisa saja, di depan salah satu rumah berdiri batu yang merupakan makam ini. Saya sangat terkesan akan teknologi yang mereka gunakan untuk membolongi batu tersebut. Jelas, batu tersebut sangat keras dan saya tidak terpikir dengan apa mereka membolonginya. Mungkin serupa dengan makam batu di Lemo, bedanya, batu-batu ini berukuran kecil berbongkah-bongkah, tidak besar seperti di Lemo. Sayang, karena ini desa, bukan tempat wisata yang benar-benar khusus, tidak ada seorang pun yang bisa saya tanyai informasi tentang batu-batu ini. Wilayah Deri tergolong sebagai tempat yang sepi di Tana Toraja Utara.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
makam-makam ini bebas dikunjungi atau kita harus meminta ijin terlebih dahulu? apa sampai sekarang pemakamannya masih seperti ini?
ReplyDeletetemplate yang sekarang lebih ringan.. hehehe
Wah...minta ijin sama siapa yach Mas? soalnya di sekeliling saya bener-bener nggak ada orang sama sekali. hehehe. Lagipula, kubur-kubur ini terletak di tepi jalan persis. Jadinya kayak halte gitu deh, bener-bener di tepi jalan, persis! hehehe. Rasanya sich nggak ada yang melarang kalau kita mau melihat-lihat. hehehehe
ReplyDeleteOh yah? Yang sekarang lebih ringan yach? Soalnya komen yang masuk juga sudah banyak yang mengatakan bahwa blog baru ini lebih berat. hehehehe. Jadi, saya mencoba buat menghapus background di belakang blog ini. Hasilnya jadinya lumayan yach Mas? hehehe. Makasih inputanya :D
takjub sekali melihat pemandangan makam-makam itu. dan bener-bener di pinggir jalan ya? buat orang lokal sudah bukan barang aneh. tapi buat Lomi sih jadi ajang berburu gambar yang mengasyikkan. hehe.
ReplyDeletekenapa gak mendekat bro? was-was kah?
ahahahaha...dirimu sangat mengerti diriku yach. Jadi terharu...hahahaha :">
ReplyDeleteanyway, sudah cukup mendekat koq, terutama yang berlokasi di tepi jalan persis. Kalau yang di tengah-tengah sawah, bingung, soalnya nggak keliatan dimana jalan masuknya. Hehehehe