Usai puas memborong salak (cuma beli sekilo doank sich), bus kembali menuruni lereng gunung menyusuri Taman Nasional Bamba Puang dengan pemandangan Buntu Kabbobong di sebelah kiri jalan. Tadinya saya kira saya kembali harus menikmati pemandangan cantik ini dari bus yang melaju saja. Untungnya, bus berhenti. Pemandangan cantik ini akan benar-benar bisa dinikmati saat bus berhenti di Rumah Makan Panorama. Rumah makan ini dipilih sebagai persinggahan penumpang bus untuk makan siang. Begitu turun, saya segera berlari menuju ke sisi jendela rumah makan ini. segera saja saya mengeluarkan kamera dan asyik berfoto-foto. Lupa dech sama urusan perut. Hehehe. Memotret pemandangan jauh lebih menarik. Menu satu-satunya yang tersedia adalah nasi campur (nasi dengan ayam goreng dan aneka sayuran dan sup). Tidak ada yang spesial dari makanan yang disajikan pada siang ini. Rasa makanan ini hanya satu : enak saja. Sebelum makan, saya sempat loch meminta buku menu terlebih dahulu. Namun mbak penjaga rumah makan ini berkata bahwa tidak ada buku menu. Satu-satunya menu yang ada hanyalah nasi campur saja. Saya melihat, piring-piring nasi berisi potongan ayam goreng sudah dijajarkan rapih di atas meja. Apabila ada tamu yang ingin menikmati makan siang, piring tersebut tinggal dikomplitkan saja dengan sayuran dan mangkuk sup, kemudian dihidangkan kepada tamu. Untungnya, saya masih bisa memilih potongan paha, bagian tubuh favorit dari ayam. Keistimewaan rumah makan ini adalah pemandangannya. Rumah makan ini memiliki jendela yang sangat lebar dan tidak terutup serta menghadap Buntu Kabbobong. Udara segar berhembus menyegarkan para tamu yang makan di restoran ini. Walaupun siang hari, sama sekali tidak terasa panas menyengat di restoran ini. Menyenangkan bisa menikmati makan siang sambil melihat ke arah Buntu Kabbobong. Sayangnya, posisi Buntu Kabbobong yang benar-benar tepat tidak ditemukan disini. Posisi Buntu Kabbobong yang secara eksplisit menjelaskan maksud dari ‘Gunung Nona’ tersebut masih berada jauh di bawah lereng sana. Tapi tidak mengapa, saya sudah cukup senang bisa berhenti di tepi Buntu Kabbobong, demi melihat dari dekat panorama pegunungan ini. Hmm...saya sich sama sekali nggak kebayang, pada saat malam hari, seperti apakah rumah makan ini. Jendela Rumah Makan Panorama ini lebar sekali dan tanpa tutup loch. Bagaimanakah hembusan angin di rumah makan ini pada malam hari?
Label:
Sulawesi Selatan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment