Selepas dari Tinimbayo, jalanan akan semakin menanjak walau tidak signifikan. Jujur saja, medan yang menanjak dan tidak terlalu bagus seperti ini bisa menghabiskan bahan bakar dengan cepat. Jarum penunjuk bahan bakar motor saya cepat sekali bergerak dari garis tengah menuju huruf E. Saya sempat khawatir akan kehabisan bahan bakar ketika tiba di Batutumonga. Seram juga mengingat wilayah lereng Gunung Sesean adalah wilayah dusun yang tidak begitu ramai dihuni manusia. Sebaran penduduk di wilayah ini agak jarang dan rumah terpencar-pencar. Untungnya, beberapa kali saya menjumpai penjual bahan bakar murni eceran dalam jalan menuju ke atas. Berhubung ini adalah jalur wisata, mungkin mereka menangkap peluang ini. Dan terbukti, saya memanfaatkan jasa penjual bahan bakar tersebut. Walaupun dijual dengan harga agak berbeda (Rp. 7.000/liter, di Deri Rp. 5.000/liter) namun ini sangat menyelamatkan kondisi motor saya yang kritis bahan bakar. Walaupun sukar ditemukan, namun rata-rata tiap desa memiliki satu atau dua penjual bahan bakar. Jalur Bori - Batutumonga ini tampaknya memang jalur wisata. Jadi, kebutuhan akan bahan bakar cukup tinggi disini. Iseng-iseng, saya bertanya kepada gadis penjual bahan bakar tersebut. “Masih jauhkah Batutumonga?”, tanya saya. Ia pun menjawab “tidak, itu Batutumonga” katanya dalam logat Toraja sambil menunjukkan lereng di atas sana. Artinya tidak jauh lagi donk. Hore!
Label:
Sulawesi Selatan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment