Jalan - Jalan Di Surabaya Pada Pagi Hari

Hampir sama seperti malam hari, saya mau olahraga pagi di sekitar Surabaya. Jalan kaki dengan rute serupa adalah jawabannya! Hehehe…buat anda yang sudah mengetahui saya telah melakukan rute Tunjungan Plaza – Hotel Olympic pada malam hari lewat Jalan Pemuda, maka pagi ini saya akan melakukan rute Hotel Olympic – Tunjungan Plaza via Basuki Rachmat dan pulang kembali ke hotel via Jalan Pemuda. Tujuannya? Mencari objek-objek menarik di seputaran kecil kota dan olahraga ringan di pagi hari (jalan kaki juga olahraga sehat khan?) :D
Pagi hari tentu memberikan nuansa yang berbeda dibanding malam hari. Pagi hari sekitar pukul 7 ketika saya mengelilingi tempat ini, saya berjumpa dengan warga Surabaya yang ingin memulai aktifitas hariannya termasuk berangkat bekerja. Berbeda dengan Jalan Pemuda walaupun tidak berbeda jauh, Jalan Basuki Rachmat di Surabaya dipenuhi oleh kantor, hotel dan segala macam kebutuhan kunjungan turis pokoknya. Hotel-hotel besar berskala bintang tiga ke atas banyak berpusat di tempat ini. Sebut saja Hotel Bumi Surabaya, Hotel Cendana, Hotel Tunjungan dan Hotel Sheraton Surabaya. Selain hotel, banyak terdapat rumah makan dan restoran di tempat ini. Salah duanya adalah McDonald dan Dapur Desa. Tapi berhubung saya kepagian mencapai ruas jalan ini, banyak tempat belum buka. Baru menggeliat saja. Bahkan saya bertemu dengan pedagang tanaman di dalam gerobak yang menarik dagangannya menyusuri tepi trotoar. Pagi yang menarik.
Ada sebuah monumen yang terletak di tengah-tengah Jalan Basuki Rachmat yang menceritakan heroisme para pejuang jaman dahulu dalam merebut kemerdekaan. Monumen tersebut bernama Monumen Merdeka Atau Mati. Ada cerita di balik monumen ini yang tertulis dalam bahasa lama ejaan Soewandi (tertanggal 10 Nopember 1970). Dahulu bahwasanya jalan ini merupakan Jalan Kaliasin (sekarang berubah menjadi Basuki Rachmat) yang menjadi markas-markas pertempuran arek-arek Surobojo dalam menghadapi kaum pendjadjah pada 17 Agustus dan 10 November 1945. Monumen ini hanya menempati sepetak kecil taman yang terletak di pertigaan jalan. Tapi cukup lah kalau mau berpose sebentar di taman ini.
Ada lagi sebuah monumen yang terletak di persimpangan Jalan Embong Malang dan Tunjungan. Monumen Pers Perjuangan Surabaya namanya. Monumen ini terletak di sudut jalan yang ramai. Sukar sekali untuk menyebrang di tempat ini walaupun ada zebra cross. Jarang kendaraan mau berhenti apabila melihat ada orang yang akan menyebrang. Monumen ini lebih menyerupai sebuah gedung daripada monumen. Batu monumen yang sesungguhnya terletak di dalam bangunan ini dan terlindung oleh kaca. Tepat di sisi bangunan ini, terdapat galeri Seiko. Gak heran, ada tulisan Seiko besar di pucuk bangunan plus jam analog yang tampaknya memang persembahan dari Seiko untuk monumen ini. Monumen Pers Perjuangan Surabaya ini kurang lebih menceritakan tentang perjuangan pers Surabaya dan pendirian kantor berita Antara pada masa perebutan kemerdekaan dari tangan penjajah. Sejumlah diorama yang dipahat pada sebuah batu tampak di sisi monumen ini. Bukan tempat yang terlalu bagus untuk berfoto dari dekat kalau menurut saya. Banyaknya kaca membuat hasil fotonya tidak bagus.
Berhubung Surabaya memang Kota Pahlawan, maka banyak sekali objek kepahlawanan yang bisa dijadikan tempat untuk belajar sejarah dan berfoto tentunya. Saya baru menemukan objek-objek ini pada jalur yang lalui sejauh 4 kilometer berjalan bolak-balik. Berjalan kaki pagi hari di Surabaya lebih menyenangkan daripada malam hari. Walaupun demikian, anda tetap harus menjaga kewaspadaan kapanpun. Tidak ada kecuali. Selain itu, matahari cepat menjadi terik di tempat ini padahal waktu baru saja menunjukkan pukul 8 pagi. Segera, saya tidak dapat bertahan lama-lama panas-panasan dan segera berbalik menuju hotel agar tidak terpanggang. Hehehe…

4 komentar:

  1. TOP BGT,jalan kaki tunjungan olympic???? Ckckckck...(Http://advanture.wordpress.com )

    ReplyDelete
  2. hihihihi....kalo pagi pagi enak koq...udaranya masih seger, orang2 baru mulai kerja, ga panas pula :D

    ReplyDelete
  3. Buat saya, Surabaya adalah gudangnya makanan. Makanan dari manapun ada dan semuanya enak. Bebek goreng Surabaya top markotop, bahkan yang kelas tenda sekalipun. Dagingnya empuk, kenyal, penuh, dan berlemak (untung saya kurus :) ). Beda sekali dengan bebek Semarang yang keras dan ceking. Kayaknya terlalu banyak prihatin atau gimana, ya? :). Yang agak mendekati bebek Surabaya adalah bebek Solo.

    ReplyDelete
  4. Lho....tumben malam malam mbak. Wes Bengi tho....urung turu sampeyan? sesuk kerjo kan? hihihi....

    Bebek Surabaya di Kembang Jepung pastinya yach? hihihi.... daging berlemaknya plus kulit garingnya emang enak banget sih. sayang, saya bukan penggemar wisata kuliner. wisata kuliner biasanya pendamping dari wisata kultur. Kultur kota mungkin ada di urutan kesekian, terlebih Surabaya sudah hampir nggak beda sama Jakarta :p maka dari itu, biasanya saya butuh orang kedua yang membukakakn mata saya untuk wisata di kota. nggak mesthi di gunung terus ketemu sama suku-suku asli...hehehe

    ReplyDelete