Saya Menginap Di Hotel Olympic Surabaya Oh Surabaya

Menurut saya, Hotel Olympic dekat dengan Stasiun Gubeng! Itu sebabnya saya keras kepala. Begitu turun dari kereta dan keluar dari stasiun, saya menolak ketika ada taksi yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan saya. “Lah wong deket koq”, begitu kira-kira ungkap saya dalam hati. Kenapa harus pakai taksi? Namun, sesaat kemudian saya berubah pikiran. Sore hari jam 3, matahari masih terasa panas. Mungkin naik kendaraan adalah opsi yang baik juga di tengah siraman cahaya matahari seperti ini. *tring* tiba-tiba saya melihat deretan becak di depan stasiun (becak nggak boleh masuk stasiun soalnya).
Pengemudinya adalah seorang cak yang sudah cukup berumur. Pertama, ia membuka harga Rp. 20.000 untuk mencapai Hotel Olympic. Saya menawar “Hotel Olympic kan deket, Pak!” sambil menunjuk arah selatan (pada saat itu, saya berkeyakinan dan pede pede ajah, arah yang saya tunjuk adalah selatan…hahaha). Ia menurunkan harga menjadi Rp. 15.000. Kontan saja saya langsung protes, “taksi yang tadi aja nawarin Rp. 15.000 Pak, masak becak harganya Rp. 15.000 juga?”. Setelah sedikit perdebatan alot (sempat si bapak nggak mau turun harga dan saya melakukan aksi skenario pergi) akhirnya beliau menyerah juga dengan harga RP. 10.000 untuk mencapai hotel.
Kenyataannya, rute yang saya lalui tidaklah mudah untuk becak. Berhubung becak tidak diijinkan melintas di ruas utama di Surabaya, maka becak tersebut sedikit berbelok-belok mencari jalur alternatif di samping jalur utama. Sampai pada suatu titik, sang bapak harus menempuh sedikit tanjakan karena ingin menyebrang jembatan. Ia tampak kesulitan mengayuh becaknya. Beliau pun turun dan mendorong becaknya agar tetap melaju. Saya jadi kasihan sama bapak ini. Sekitar 20 menit kemudian menempuh jalan-jalan tikus di pinggir jalan utama, akhirnya saya sampai di Hotel Olympic yang berada tepat di jalur utama Kota Surabaya, Jalan Urip Soemohardjo. Saya memberikan bapak tersebut Rp. 15.000 karena rasa tidak enak saya tadi. “Wajar toh? Mosok wong dah tua disuruh ndorong-ndorong becak lagi?”, begitu kata saya dalam hati. Sesudah mengucapkan terima kasih, saya masuk ke dalam Hotel Olympic yang jalan masuk utamanya berada tepat di pinggir jalan utama.
Buat yang sering melihat foto-foto Kota Surabaya di masa lalu pastinya mengenali fisik bangunan ini. Hotel Olympic adalah salah satu bangunan lama yang masih bertahan hingga sekarang, tentu dengan beberapa penyesuaian dan tambal sulam. Foto bangunan lama tersebut masih ada di lobby hotel, terpajang dengan ukuran besar di belakang front desk. Bangunan baru ini menurut saya sudah jauh berubah dibanding bangunan lamanya. Banyak elemen yang sudah tidak ada lagi atau justru malah muncul baru, sebut saja awning semen untuk setiap jendela di hotel ini. Sebelum datang, saya menganggap hotel ini sejenis hotel berputar karena bentuknya hampir berbentuk silinder alih-alih balok. Ternyata, saya salah. Hotel ini tidak bisa berputar sama sekali. Saya juga salah dengan mengira bangunan ini berukuran besar dan terletak di perempatan jalan super besar. Ternyata, bangunan ini tidak terlalu besar dan terletak di jalan raya dengan pemisah jalur yang cukup ramai juga sich. Tidak sebesar imajinasi saya ketika melihat fotonya, begitu kira-kira. Hiasannya campur aduk kalau saya bilang. Pintu masuk utamanya terbuat dari kaca dan ditempeli sun blast pada sedikit bagian. Ada dua buah ornamen lampion Chinese yang digantung pada bagian atas pintu. Arsitektur dalamnya sendiri masih mempertahankan interior khas tahun 1990-an sementara bagian kamar dan koridor merupakan gaya khas 1970 atau 1980-an. Sangat jadul dan ya itu, campur aduk. hihi...
Sebelumnya, pastikan dahulu reservasi anda atas kamar ini sebelum datang berkunjung. Saya mendapat kamar dengan harga Rp. 110.000 per malam, tanpa AC, hanya kipas saja. Saya melakukan pembayaran di muka dan mereka bahkan tidak meminta KTP saya. Menarik. Saya bertanya-tanya seputar kota ini kepada dua orang gadis front desk agent yang bertugas.. Sayang beribu sayang *halah* kemampuan mereka untuk bisa menjawab dan mengenali kota mereka sendiri sangat jauh dari harapan. Rasanya, saya malah tahu lebih banyak dibanding mereka yang tinggal di kota ini. Terkadang, mereka malah bertanya balik ke saya, apakah fakta yang saya sebutkan benar adanya. Mereka kurang mengetahui arah jalan, lokasi menarik, tempat jualan oleh-oleh, maupun nomor angkutan yang dapat digunakan. Sangat disayangkan.
Lobby tersebut kosong siang itu (walaupun tampaknya memang lebih cenderung kosong daripada ada isinya atau tamu). Memang, di lobby yang tidak terlalu lebar dan bersambung dengan coffee shop tersebut, tidak banyak terdapat bangku/sofa untuk kepentingan tamu. Saya segera diantar ke kamar saya oleh bellboy yang mengawal dan membawa barang-barang saya. Kamar yang saya tempati terletak di lantai satu, tidak jauh dari resepsionis. Kamarnya sendiri beranjang king size, satu lemari pakaian (baru loch!), cermin besar, kipas angin (tenang, Surabaya panas tapi tidak sepanas yang dikatakan orang-orang. Buat saya, kipas angin sudah lebih dari cukup), televisi, kamar mandi dengan shower dan sarapan pagi di coffee shop. Buat saya, kamar ini berukuran sangat besar dan lebar, tidak seperti yang saya tempati sebelumnya di kota-kota lain. Saya rasa, kalau anda nekad membawa kasur kipat sendiri (atau bahkan spring bed sendiri) , kamar ini bisa diisi hingga sekitar 10 orang untuk tidur bersama-sama. Televisi membuat harga penawaran kamar ini menjadi lumayan. Biaya overtime adalah RP.55.000 selepas jam 1 siang dan membayar harga kamar utuh kalau sudah lewat dari pukul 6 sore hari.
Ranjangnya menurut saya sich bersih yach. Sedikit masalah di wc-nya yang agak sedikit bau (mungkin karena tersambung dengan wc di sebelah jadi aneka bau bisa saling tertukar dengan mudahnya). Namun, ini bukan masalah besar koq. Baunya tersamar dan sesekali saja. Wc-nya sendiri saja memiliki dua buah pintu yakni pintu yang tersambung dengan ruang tidur dan satu pintu di dalam lagi yang tersambung dengan ruang shower.Untuk sarapan, saya tidak terlalu berharap sich. Walaupun dapat sarapan pagi, namun saya lebih berharap sesuatu yang spesial untuk disajikan ke tamu. Sarapan pagi kala itu untuk saya adalah bihun goreng tok. Minumnya bisa memilih antara teh atau kopi. Karena tidak puas, akhirnya saya memilih salad buah dengan mayonaise sebagai penambah asupan makanan (rasanya oke!). Harga makanan di tempat ini memang murah meriah walaupun ukuran makanan yang tersaji tidak dapat dikatakan besar yach. Untuk minuman, saya memesan teh tarik(lumayan!). Ruangan coffee break ini sebenarnya dibuka untuk umum 24 jam karena ada akses internet wi-fi yang dapat diakses publik(ada pintu khusus untuk masuk café tanpa masuk hotel). Namun pada pagi itu, saya melihat kebanyakan pengunjung adalah turis asing yang memadati beberapa meja makan (sudah tentu, mereka adalah tamu-tamu dari Hotel Olympic). Dua buah televisi LCD besar dipajang di dinding ruangan untuk memberikan hiburan kepada pengunjung. Mau coba tanya rate kamar? Coba telepon hotel Olympic disini, (031) 5343216, Jalan Urip Soemohardjo 65-67. Rate pada saat penulisan adalah :
Rp. 110.000 untuk dua orang (+Rp.30.000 untuk tambahan extra bed) dengan fasilitas kipas, televisi dan sarapan pagi. Untuk kamar ber-ac, harganya menjadi Rp. 140.000.
Oya, satu lagi keuntungan dari menginap di hotel ini adalah sebuah objek foto gratis. Bangunan hotel ini cukup unik dan tidak biasa sehingga bisa dijadikan objek berfoto untuk anda yang menyukai bangunan tua dan klasik. Tepat di seberang hotel ini ada sebuah ruas jalan dimana terdapat pasar, orang berjualan dan Hotel Santika. Nggak susah kalau mau belanja atau nyari kebutuhan anda karena pasar tepat ada di seberang hotel ini. Nah, di bagian pucuk hotel yang seperti menara pengintai tersebut konon terdapat club malam. Sayang, saya nggak mencobanya karena intinya saya nggak tertarik sama sekali dengan produk yang seperti ini. Hehehe…

11 komentar:

  1. Pengalaman perjalanan yang menyenangkan
    salam kenal

    ReplyDelete
  2. Salam kenal juga ^^

    Terima Kasih sudah bertandang :)

    ReplyDelete
  3. wkwkwkwk... mar, gw mw ke surabaya, eh gw search hotel olympic di google, blog lw page rank 1... hahahaha...

    -mario-

    ReplyDelete
  4. hihihihi...saya barusan coba cek. eh, beneran :"> *jadi terharu*

    eh, ini Mario saha eta? Vegas atawa Maulino teh?

    ReplyDelete
  5. obrak-abrik postingan lama.. kayaknya saya sering banget lewat jalan urip sumoharjo, tapi kok saya nggak pernah tau kalo ada hotel olympic dengan bangunan besar seperti nomor 1 dan 3 disana.. ntah lah saya yang nggak perhatiin atau gimana.. tapi untuk foto kedua itu saya sih inget banget, ada di sebelah dealer motor tempat biasa saya servis.. kalo nggak salah sih.. kalo liat foto ketiga, seingat saya di bagian bawah bangunan itu bukan hotel deh, tapi toko2 sepatu dan ada bengkelnya juga.. apa hotelnya cuma lantai atas saja mas? ini yang nggak jauh dari bank bca itu kan ya.. :D

    kalo ditanya jalur angkutan umum surabaya saya juga nggak bisa jawab kok.. paling banter saya naik bus kota dari terminal bungurasih ke kota, setelah itu naik angkot ke kost. selain jalur itu nggak ngerti saya.. biasa kemana-mana pakai sepeda motor.. tapi kalo ditanya tempat-tempat menarik mungkin saya masih bisa jawab.. :D

    ReplyDelete
  6. wakakakaka....tega nih Mas Tri. itu sama sekali nggak ada bengkelnya koq. sebelahnya malah tempat bimbel gitu loh. emang sih, dari luar agak mirip sama bengkel soalnya itu tempat keluar masuknya mobil mobil hotel. yap, tempat garasinya ini memang agak berantakan dan berdebu ria gitu deh hehehehe
    foto satu itu foto Hotel Olympic pada jaman dahulu, saya dapatnya dari lukisan besar di balik meja resepsionisnya. Kalau sama Food Court Urip Soemoehardjo, ini memang terletak di seberangnya sich Mas.

    lha, emangnya kost-nya Mas Tri di wilayah mana?

    ReplyDelete
  7. yap! Hotel ini keren....:)

    ReplyDelete
  8. Kok kecil gitu kamarnya? Katanya besar? Terus terang, sudah nggak tahu berapa kali ke Surabaya, saya belum pernah sekalipun ke hotel ini. Padahal pengin banget, karna saya suka banget desain art deco. Soalnya tiap maen ke Surabaya, Oom dan Tante nggak pernah kasih ijin ke hotel yang katanya "Nggilani (hihihi...)" ini. Kalau boleh tambah dong foto-fotonya hotelnya....

    ReplyDelete
  9. koq disebut nggilani? kesian tho yg punya. padahal unik, cuma rasa dari Hotel ini emang sudah agak jadul, makanya mungkin berkesan demikian. Kamarnya sih menurut saya lumayan yah untuk harga segitu, Buat lari-lari keliling kamar masih bisa lah. :D yang mbak May lihat, itu baru kasurnya, di belakangnya masih ada kamar mandi, dan di depannya ada ruang tengah yang kosong, cuma ada meja rias ajah hehehe

    ReplyDelete
  10. Ya memang saya agak sial. Satu-satunya sanak di Surabaya hanya tante saya yang borju dan jaimnya sundul langit itu. Bahkan saya mau nyoba makan bebek di warung tenda saja musti mumpet-mumpet. Kalau ketahuan Oom bisa kena damprat. Hikssss..... Yang lebih sial adalah sopir yang lebih setia pada majikannya ( ya iyalah!!!), jadi usaha saya untuk membujuk rayu pun sia-sia. Walhasil saya cuma bisa melihat hotel Olympic dari TEMPAT PARKIR!!! Makanya saya berharap banget ada lebih banyak foto sudut-sudut art deco hotel ini. Eh, mustinya kamarnya dipotret dari seberang kasur dong, biar jelas seberapa luasnya. Kalau begini kan pembaca merasa dikelabui. Hihihi...

    ReplyDelete