Kembali Ke Kebun Binatang Kinantan

Sebenarnya, Kebun Binatang ini, bersama-sama dengan Jembayan Limpapeh dan Benteng Fort De Kock bersama Taman Burung, membentuk tempat yang dinamakan Taman Bundo Kanduang. Jalan masuk menuju taman ini ada dua : satu di Jalan Minangkabau, sebelah kanan Jalan Ahmad Yani, jalan utama Kota Bukittinggi, satunya lagi berada di Jalan Benteng, di sebelah kiri Jalan Ahmad Yani. Tiket masuknya sama dimana pun anda masuk. Rp. 8.000 untuk hari libur dan minggu. Untuk hari biasa, Rp. 5.000 per orang.Nggak ada sesuatu yang bener-bener spesial di Kebun Binatang Kinantan ini. Koleksi hewannya boleh dikatakan cukup untuk penduduk kota ini. Yang jelas, kebanyakan hewan-hewan tersebut terlihat kurus dan dalam kondisi yang agak menyedihkan. Mungkin karena tiket masuknya yang tergolong murah yach? Hewan penghuni kebun binatang ini terdiri atas (yang cukup jelas terlihat) Gajah, Beruang Madu, Harimau, Anoa, Binturong, dan Rusa Totol. Lain-lainnya berupa beberapa jenis burung yang agak kurang diketahui jenisnya, maklum, nggak ada papan petunjuk informasi jenis hewan sama sekali.
Ukuran tamannya sendiri sich cukup luas sebenernya, jadi, kalau nggak melihat hewan, pengunjung bisa berkeliaran dengan bebas di dalam taman yang cukup sejuk ini sebenernya. Pepohonannya cukup banyak dan rindang. Areal buat hewannya sendiri cukup luas koq sebenernya, hanya saja ya itu, terlihat agak kurang perawatan. Di hari itu, banyak keluarga yang memboyong anak-anak mereka untuk melihat-lihat hewan-hewan yang ada di dalam kebun binatang ini. Untungnya, atraksi yang tersaji bukan hanya kandang-kandang hewan saja. Walaupun cukup untuk bisa memberi pengetahuan lebih pada anak-anak, namun nggak setiap minggu donk, anak-anak harus dibawa ke taman ini? Lama-lama mereka bisa jadi peta berjalan taman ini saking hafalnya! Hehehe…Yang jelas, di kebun binatang ini ada sejenis pasar malam dengan atraksi utama sebuah bianglala warna-warni (lokasi dekat dengan kandang primata). Selain pasar malam, ada pula museum kecil tempat hewan-hewan awetan (hewan yang diawetkan disini adalah hewan yang mati alami di kebun binatang ini, bukan dibunuh secara paksa). Koleksinya sangat beragam dan bahkan unik. Saya melihat sejumlah burung Kuau dan Kasuari yang menurut saya sangat eksotis. Sayang, sekali lagi sayang, museum kecil ini tampak kurang perawatan. Beberapa bulu binatang sudah cacat mengelupas, termakan usia atau proses pembuatannya kurang baik mungkin? Ada juga kerangka ikan paus yang sudah tidak tampak utuh dan –tolong dech- dicorat-coret oleh tangan-tangan jahil. Kata ‘Beradab’ memang masih jauh di awang-awang rupanya. Vandalisme dan ‘keisengan’ masih merajalela dimana-mana. Nggak hanya museum dan pasar malam, kebun binatang ini memiliki sebuah rumah tradisional Sumatera Barat, Rumah Gadang Baanjuang namanya. Tiket masuk ke rumah adat ini adalah Rp. 1.000. Di dalamnya, ada berbagai pernak-pernik kedaerahan Sumatera Barat mulai dari pakaian adat, kain, hingga perhiasan dan segala perlengkapan adat Suku Minang. DI dalamnya, kita bahkan bisa berfoto sambil mengenakan pakaian adat khas Minangkabau, tertarik? Boleh coba! Kalau misalnya nggak ada waktu untuk berfoto, boleh coba foto-foto di luarnya saja. Rumah adat yang digunakan pun dibuat dengan mendetail dan hampir sama seperti rumah adat pada umumnya. Di sekitar rumah adat ini bahkan terdapat lumbung dan sejenis beduk dalam balutan khas Minang. Di depan rumah adat Baanjuang ini juga terdapat patung-patung wanita menumbuk pagi dan sepasang pengantin khas Minang yang sedang berpose. Kalau sudah malas berfoto-foto dengan ornamen di dalam taman, misalnya meriam, ya duduk aja. Duduk disini juga lumayan koq. Bau hewan yang biasanya tercium kuat di kebun binatang tidak terlalu mendominasi. Perkecualian untuk kandang Anoa yang memang cenderung agak basah, di tempat lain, bau hewan tidak terlalu mendominasi sehingga masih nyaman-nyaman aja tuh duduk lama-lama disini. Buat yang bawa anak, bisa coba kegiatan seperti menunggang gajah atau kuda (Gajah Rp. 2.000, Kuda Rp. 5.000). Saya sendiri nggak mencoba kegiatan ini karena saya nggak bawa anak dan saya bukan anak-anak. Haha...

2 komentar:

  1. BEtul sekali, saya setuju dengan tulisan anda. Sebaga warga Bukittinggi saya sendiri merasa prihatin dengan kondisi kebun binatang ini. Binatang-bintangnya sudah tua dan tidak terawat, bahkan ada beberapa dari binatang tersebut yang sudah berlumut karena tidak pernah dibersihkan. Kebun binatang ini terlihat agak terawat ketika lebaran Idulfitri saja dimana jumlah pengunjung meningkat dari hari biasa.
    Sebenarnya bukan karena harga tiketnya yang terlalu murah sehingga kurang perawatan, tapi uang yang diberikan oleh Disbudpar entah dikemanakan oleh management. Wallahu'alam juga, tapi itulah kenyataannya. Padahal jika kebun binatang ini dibudidayakan atw dilestarikan, maka pemerintah kota tidak akan rugi karena akan banyak pengunjung yang datang.

    ReplyDelete
  2. Wah, ada curahan hati dari masyarakat asli Bukittinggi. Ya, Uda, semoga suara hati masyarakat didengarkan yach. Sayang sekali loch. Walaupun tidak terlalu lebar, Kebun Binatang Kinantan ini sebenarnya menarik. Apalagi ada binatang2 yang jarang kita bisa lihat di tempat2 biasa macam gajah dan binturong. kemana lagi mau lihat tapir dan rusa Timor? :D Ya, semoga kebun binatang ini berbenah dan bisa menjadi lebih baik. Saya kasihan sama tapirnya, kandangnya gelap, yah kayaknya sich bener, lumutan...

    ReplyDelete