Mungkin makan siang disini adalah kewajiban kalau berkunjung ke Batusangkar kali yach? Saya cukup santer mendengar nama rumah makan ini disebutkan sebelum akhirnya sang Uda menyarankan agar saya makan di Ambun Pagi ketika melintasi Batusangkar pada saat siang hari terik ini.
Ambun Pagi artinya embun pagi, sesuatu yang mungkin sudah hampir jarang terlihat ada di kota besar. Embun pagi berasal dari udara yang mendingin sehingga menjadi tetes-tetes air dan banyak ditemui di pagar, dedaunan dan rerumputan. Tahun 90-an awal, di Jakarta masih ada embun pagi loch. Namun, sekarang kita menjaduh dari Jakarta dan kembali ke Batusangkar. Rumah makan Ambun Pagi adalah tempat pertama saya merasakan masakan Padang selama saya berada di Ranah Minang. Rumah Makan ini terletak di tepi jalan yang menghubungkan pusat Kota Batusangkar dengan area Silinduang Bulan dan Pagaruyuang. Kalau anda dari arah kota dan hendak menuju Istana Silinduang Bulan dan Istana Pagaruyuang, maka anda pasti akan melewati rumah makan ini di sebelah kanan jalan.
Seperti layaknya rumah makan masakan Padang yang umum, hidangan di tempat ini cukup mudah ditebak, ayam pop, ayam bumbu, lado mudo, rendang, usus, gulai, dan jengkol dengan penyajian unik : dipotong-potong tipis dan disangrai dengan ikan teri. Dalam perjalanan saya selama 5 hari 4 malam di Ranah Minang, saya akan banyak bertemu dengan jenis masakan ini. Menurut saya, rasanya hampir tidak berbeda jauh akan satu tempat dengan tempat lainnya di Sumatera Barat. Hanya saja, rasanya memang lebih ‘asli’ di Sumatera dibanding dengan yang telah bermigrasi ke berbagai wilayah di indonesia. Kalau ada kesempatan untuk menikmati jenis makanan lain, silahkan saja anda lakukan. Sebab, ketika sampai ke daerah yang agak ‘pedalaman’, anda tidak akan memiliki banyak pilihan selain menu masakan Padang yang sangat mudah ditemui hampir di seluruh pelosok desa/kota. Saya sendiri memesan jus apel yang buat saya sangat melegakan dan membantu saya bertahan dari serangan mual tadi sebelumnya di ruas Singkarak – Balimbiang – Batusangkar. Untuk makan berlima dan cukup kenyang, saya hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp. 100.000 saja. Itu pun dalam taraf puas dan sudah mencicipi hampir semua jenis menu yang ada. Hanya beberapa menu seperti babat, jeroan dan usus yang agak kami hindari. Selain memang pada dasarnya menu tersebut nggak sehat, penampilan menu tersebut agak membuat seram siapapun yang ingin mencicipi makanan tersebut.
Rumah makan tersebut agak unik. Selain deretan meja dan kursi untuk makan, ada sebagian tempat yang dibuat lesehan dengan dialasi tikar. Ada seorang bapak dan keluarganya yang menikmati makan di tempat itu. Kayaknya asik juga kalau waktunya panjang dan punya kesempatan untuk leyeh-leyeh. Habisnya, walaupun dikelilingi bukit, Batusangkar adalah kota yang panas. Di dalam rumah makan saja, panasnya terik matahari terasa sangat menyengat kepala. Apalagi di luar yach? Bener, saya nggak habis pikir. Padahal, bagian belakang rumah makan tersebut adalah sebuah lereng. Kalau begitu, harusnya sekitar wilayah ini adem dan berangin donk? Nyatanya, sekeliling tempat ini panas. Lebih baik saya meminta Uda memacu kendaraannya untuk mencapai tempat yang lebih sejuk.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Wah ... benar sekali info disini.
ReplyDeleteAwal Agustus saya kesini, waktu itu mau ke istana tp masih renov yagh.
Kebetulan waktu itu sama temen yg sudah lama disana, rasa nasinya itu pas banget. Nambah itu kayak ga ada batasnya :)
Tq. inponya
hihihi...cukup lama juga yah masih direnov....padahal sayang banged, kan bisa untuk alternatif selain Silinduang Bulan yach...
ReplyDeleteanyway, ati2 kolesterol Uda...hehe...waktu itu emang rasa makanannya itu unik dan penasaran pengen nyoba terus. tapi inget kesehatan ya berhenti dulu deh, lagian nanti sepanjang jalan banyak rumah makan lainnya...hehehe
terima kasih kembali sudah berkunjung :)
Wadow...gak kuku...Kayaknya yummy tuh *lap iler* mana sdg puasa... Murah Lagi ya...mana Oleh2nya dr pdg...kirim 2 dong...hehe... (Henny)
ReplyDeletewaaaa...sabar Jeung Hen....beberapa jam lagi berbuka koq....untuk lebaran, jalan2 ke Ranah Minang aja...hehehe
ReplyDeleteOleh-olehnya kan sedang dinikmati oleh Jeung Henny, yakni foto foto dan cerita :D
salam kenal
ReplyDeletelucu sekali menemukan link ini. tadinya saya mau cari referensi tentang rumah makan padang, karna saya berencana membuka rumah makan padang di kalimantan selatan tempat saya bekerja sekarang. anyway,pagaruyung adalah kampung halaman saya, dan orang dr RM ambun pagi masih terbilang kerabat saya :), dibanjarmasin ini saya mau buka RM dengan cita rasa mirip ambun pagi yang terkenal dengan sambel ijo dan, sampadeh daging dan gule jengkolnya :). silahkan kapan2 kalau anda berkunjung kekalimantan selatan mencicipi restoran saya. hehe. thx. (erwin; my fb email:art_soulus@yahoo.com)
Halo!
ReplyDeletesalam kenal juga!
waaaaaaa....senangnya! restorannya sudah beroperasi? jadi, Itiak Lado Mudonya mau sekalian dikeluarin nggak nich?boleh banged deh ntar kalo ke Banjarmasin mampir ke restonya Uda Erwin :D
mudah2an ada waktu dan dana jadi bisa main2 ke Kalsel yah, Uda. dulu saya udah pernah ke Banjarmasin, mainnya di seputaran Lambung Mangkurat dan Pangeran Samudera ajah...paling jauh ke Dutamall...hehe *duh, ngomongin makanan, mulut jadi basah...haha*
anyway, sukses buat restorannya Uda! terima kasih sekali sudah berkunjung ke blog saya :)