Lembah Harau, Saya Datang!

Mungkin inilah destinasi favorit kedua yang ditunggu-tunggu selain Pulau Sikuai. Sudah lama banget saya penasaran karena melihat gambar lembah ini di majalah dan di internet. Pengen merasakan kekaguman akan pemandangan yang terbentang ini. Pengen menikmati, apa betul pemandangan yang diceritakan di majalah dan internet tersebut sesuai dengan aslinya di depan kita?
Lembah Harau adalah suatu taman nasional yang fungsinya diperluas sebagai tempat rekreasi. Keunikan dari Lembah Harau adalah tebing-tebing granit tinggi menjulang hingga puluhan meter di atas kita. Saya sendiri belum pernah melihat seperti apa bentuknya. Saya hanya membayangkan apa yang saya lihat di majalah. Tentu saja, pasti berbeda. Imaji saya adalah suatu dataran padang rumput dengan tebing-tebing tinggi dan angkuh yang mengelilingi padang rumput tersebut kemudian saya bisa berlari-lari bebas di tengahnya, macam film India lah. Hahaha... Air mancur bercucuran dari segala sisinya membentuk danau kecil yang menakjubkan. Kijang-kijang berlarian dengan anggun di kanan dan kiri saya. Yah...saya benar sedikit sich. Tapi, mari kita lihat, seperti apa sich Lembah Harau yang sebenarnya ini.
Terletak di Tarantang Lubuk Limpato, Harau, Lembah Harau memang unik. Lembah ini berlokasi di jalan lingkar luar Sumatera Barat dari Payakumbuh yang akan menuju ke Riau. Pada percabangan jalan dimana lembah-lembah mengaum menjulang sombong, disitulah pintu masuk Taman Nasional Lembah Harau berada. Tiket masuknya ternyata cukup murah dan mengagetkan. Rp. 3.000 per orang dan Rp. 3.000 untuk sebuah mobil. Uda kami tidak dihitung. Mungkin karena tergolong guide. Sayangnya, saya tidak memperoleh tiket kertas disini.
Dari pintu masuk, anda akan terhibur oleh deretan sawah terlebih dahulu. Kira-kira sekian kilometer berikutnya, semakin mendekati bukit, barulah anda paham akan apa yang tertulis di majalah atau internet itu. Pemandangan ini memang tiada duanya. Andai saja, akses jalan lebih mudah untuk mencapai wilayah ini yach. Lumayan juga menghabiskan setengah hari perjalanan dari Padang hingga Payakumbuh untuk menikmati Lembah Harau ini. Tapi jujur, semua terobati. Lenyap begitu saja rasa capai tersebut.
Tiba-tiba saja, lembah granit berwarna merah dan dirimbuni oleh semak dan pepohonan tersebut menyeruak muncul di depan kami. Jalanan yang kami tempuh bercabang dua, memasuki deretan rumah-rumah penduduk (ada rumah penduduk di taman nasional?). Di kiri kami, air mancur tak henti-hentinya mengucur dari ketinggian. Langsung saja saya heboh menunjuk-nunjuk. Sudah nggak sabar ingin mencicipi lembah ini. Saya memilih jalur kanan karena disinilah terdapat pintu masuk yang sebenarnya (berupa gerbang) dengan tulisan menyambut kedatangan tamu di Lembah Harau plus informasi penginapan yang ditunjuk. Jalanan yang kami tempuh ternyata menyusuri tepian tebing dan lembah yang tinggi tersebut. Serasa terkurung di dalam lembah batu-batuan. Jujur, sekali lagi saya katakan. Ini sangat khas Lima Puluh Koto. Saya belum pernah melihat yang lainnya di tempat lain. Berjalan di tepian tebing membuat saya sedikit was-was. Jalan yang kami lalui tampaknya hanyalah satu-satunya jalan untuk keluar masuk dari lembah tersohor ini. Apabila karena suatu hal (amit-amit banget), lembah tersebut rontok, jalan keluar otomatis terblokir. Jalanan tersebut hanya mampu dilintasi dua mobil bersama-sama. Sore itu, jalanan tersebut lenggang. Walaupun ada beberapa turis tampak melenggang berjalan kaki di seputaran lembah, namun kamilah satu-satunya yang berkendara di jalanan lembah tersebut.
Ya, kesalahan saya yang pertama akan imaji saya adalah tidak ada padang rumput. Padang rumput yang ada dalam benak saya ternyata sawah. Adalah beda mengingat sawah sudah pasti berair dan saya tidak berminat berlari-lari di sawah demi memuaskan hasrat film India saya. Saya tidak rela menceburkan kaki saya ke dalam sawah sambil berlari-lari. Pastinya, perbuatan saya ini akan merugikan bapak dan ibu tani yang menanam bukan? Padang rumput, pastinya kering. Saya juga tidak terlalu minat kalau padang rumputnya berilalang tinggi dan tebal. Tidak tahu apa yang ada di bawah sana. Hiiiyyy.
Akhirnya, kami bertemu dengan apa yang kami cari. Echo Homestay atau disini tertulis “Lembah Echo”. Di depan pintu masuk, kami menjumpai sebuah lumbung dengan atap bagonjong dan serombongan turis yang berfoto-foto dengan narsisnya di pelataran depan lumbung tersebut. Sebelum saya check in, ada baiknya berkeliling Taman nasional ini terlebih dahulu. Kiranya, kegelapan akan segera melanda lembah.Apa yang saya cari adalah air terjun. Di lembah ini, ada tercatat sekitar 3 air terjun yang dapat ditemukan. Saya nggak tahu dech kalau ternyata jumlah air terjunnya lebih daripada itu. Info yang saya dapat sih hanya ada tiga buah saja. Yang jelas, sore itu, dengan menelusuri jalan dari Lembah Echo, kami tiba di air terjun pertama Lembah Harau. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Lembah Echo dan sebenarnya mudah dicapai dengan berjalan kaki.
Air Terjun ini dikelola dengan gaya objek wisata di tempat-tempat lain di seluruh Indonesia. Air terjun yang tercurah anggun dan ramping, tertampung di kolam buatan di dasarnya. Kolam buatan dengan air sedikit keruh tersebut dipenuhi oleh anak-anak dan remaja yang menceburkan diri ke dalam kolam serta bermain-main air. Tubuh kurus para remaja tersebut menggigil kedinginan setelah mereka keluar dari kolam. Suhu udara di Lembah Harau ini tidak terlalu dingin, tapi mungkin airnya dingin sekali. Yang menjadikan tempat wisata ini mirip dengan lokasi lain di Indonesia adalah keberadaan warung dan kios penjual makanan yang berderet berjejer rapih di tepi air terjun. Warung-warung tersebut menjual berbagai macam penganan namun umumnya ringan seperti mie rebus, mie goreng dan makanan kecil lainnya. Tampak ibu-ibu penjual opak yang enak dimakan dengan sambal, berdiri di dekat air terjun menjajakan dagangannya kepada para remaja yang berenang. Selain menjual makanan, warung-warung ini juga menjual tanaman-tanaman khas hutan Sumatera yang unik. Tentu, kalau bicara tanaman hutan Sumatera yang unik, Nephentes sp harus ada di dalam daftar. Nephentes sp atau yang bisa disebut dengan Kantung Semar ini memang banyak tumbuh di hutan-hutan liar dan alami di Sumatera, Jawa hingga Kalimantan dan Sulawesi. Mereka menempati tempat yang lembab dan agak terlindung cahaya seperti di bawah rimbunan kanopi pohon atau di mulut gua. Nah, warung-warung tersebut menjual kantung semar tersebut dana pot-pot kecil. Lucu dan unik. Sayangnya, saya nggak yakin kalau tanaman ini akan tetap bertahan hidup kalau dibawa pulang ke Jakarta. Secara, iklim, suhu dan ketinggian sudah berbeda, Ditambah saya yang tidak terlalu telaten merawat tanaman pasti akan membuat kantung semar ini menderita. Sudahlah, biarkan pengunjung menikmati kantung semar ini di Harau saja. Tanaman cantik ini memang tidak boleh dipisahkan dari habitatnya. Selain Kantung Semar, warung-warung tersebut juga menjual berbagai produk bunga-bungaan dan tanaman aneh yang jarang anda lihat. Bahkan, ada satu buah pot tanaman dengan bentuk mirip undakan lumut. Ajaib.
Selain warung, ada jalan setapak kecil ke arah puncak mendekati kepala air terjun walaupun tidak terlalu tinggi. Jalanan tersebut tidak dibuat untuk mencapai puncak lembah namun hanya sebagai titik pengamatan untuk menikmati pemandangan seputar Harau. Berhubung tidak terlalu tinggi, jangan berharap lebih pada titik pengamatan ini yach. Ada sebuah gazebo yang disediakan kalau anda mau leyeh-leyeh dan bermalas-malasan di atas tangga setapak ini.
Sudah. Habis. Jalanan yang saya lalui sebenarnya masih berujung terus entah kemana ke kedalaman Lembah Harau. Saya sempat berpikir, apakah mungkin dengan menyusuri jalanan tersebut, kita akan bisa mencapai titik Lembah Harau dimana pertama kali saya melihat air terjun? Saya bertanya dan jawabannya adalah bukan. Jalanan tersebut menuju Riau. Saya langsung tidak berminat lagi kepada jalanan tersebut.
Hingga pukul 6 sore, dan matahari perlahan-lahan terbenam (hanya tampak semburat kuning kecil di puncak lembah), pengunjung masih banyak dan bahkan masih ada beberapa orang yang baru datang. Rombongan remaja dan keluarga yang baru datang tersebut tidak tanggung-tangung. Mereka bahkan membawa kendaraan carteran. Kolam air terjun tersebut malah semakin ramai. Di sekitar kami, anda bisa dengan bebas mendengar suara burung dan kalau anda beruntung, anda bisa bertemu beruk yang memanjat dan melompat dari pohon ke pohon. Karena ini taman nasional, maka peluang anda bertemu dengan hewan-hewan liar semakin luas.
Sayang, waktu sudah semakin malam dan saya sudah kehabisan waktu untuk eksplorasi lebih lanjut. Dengan sangat terpaksa saya berlangkah gontai menuju kendaraan yang akan membawa saya ke penginapan. Sayang, padahal tempat ini belum terlalu banyak dieksplorasi. Oh yach, untuk anda yang khawatir akan lebar jalan yang tersedia, jangan kuatir. Walaupun hanya bisa dilalui oleh dua kendaraan sekaligus saja, namun di lokasi air terjun yang saya sambangi, areanya meluas dan bahkan tersedia parkir motor dan mobil. Kalau lapar, anda bisa duduk dan makan sambil menikmati gemericik air terjun. Kalau butuh olahraga ya silahkan saja joging di sekitar air terjun atau malah berenang. Toilet juga ada untuk urusan buang hajat besar dan kecil. Sayangnya, air terjun ini nampaknya belum dilintasi oleh angkutan umum. Satu-satunya angkutan yang dapat diandalkan disini adalah kendaraan carteran atau sepeda motor. Butuh biaya sedikit ekstra untuk menikmati air terjun dan sepotong Lembah Harau. Selamat tinggal air terjun, saya akan bertolak menuju penginapan.

9 komentar:

  1. walah-walah....
    aku ngeliat foto2nya sangat terkagum-kagum dengan keindahan alamnya... karena Indonesia punya bentang alam yang beraneka ragam.

    ReplyDelete
  2. hihihi...jadi malu....*loch?*

    iyah, Saya bangga banged bisa jadi bangsa Indonesia. Bangsa yang dikarunia alam yang sangat indah.....:D

    suka jalan2 juga kah? :D

    ReplyDelete
  3. sure, we all did. Love Indonesia very much...:D
    thanks bro for visit

    ReplyDelete
  4. Apa lagi gw bangga buangat jd warga payakumbuh .....

    ReplyDelete
  5. hehehe....bangga donk punya objek wisata yang cantik dan menarik...tetep dijaga yach :D

    ReplyDelete
  6. Ok...deh kan gw jaga hehehehehehehe

    ReplyDelete
  7. Oh iya gw lupa masih ada di payakumbuh tempat wisata yang masih asri, belum terjamah. Di desa Mungka ada air tejun 7 tingkat nama ( BURAI )kalau melihat kesana pasti terkagum2 dg ciptaan NYA.

    ReplyDelete
  8. hohoho...than buat infonya :D
    boleh nih disambangi

    ReplyDelete