Akhirnya, walaupun tidak direkomendasikan untuk pergi mengunjungi, kami tetap nekad saja. Kapan lagi ada kesempatan untuk bakunjuang ke Danau Maninjau? Kapan lagi ada kesempatan bisa mengunjungi Sumatera Barat? Selama kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya sampai juga saya di danau ini. Jreng! Danau tersebut tiba-tiba saja menyeruak muncul di depan mata. Upss...jangan senang dahulu, danau tersebut masih berkilo-kilo meter di bawah sana (sekitar 8 kilometer). Yang saya lihat adalah plang penanda area wisata Danau Maninjau dan kecantikan danau yang manis tersebut di bawah sana.Danau Maninjau sendiri terkenal dengan keloak ampek puluh ampeknya yang kalau diterjemahkan menjadi kelok empat puluh empat. Jalan masuk utama Danau Maninjau memang di Kelok 44 ini. Walaupun ada jalan lain, namun jalan ini yang paling direkomendasikan untuk dikunjungi. Apalagi kalau bukan ingin promosi keindahan alam Ranah Minang tentunya? Kelok 44 sendiri adalah nama jalan berkelok-kelok dan berputar-putar seperti (orang barat menyebutnya) sisir rambut sebanyak empat puluh empat buah. Jalan ini mengular berkelok-kelok dari pintu masuk awal di atas sana (dari sini, danau sudah terlihat jelas) hingga Desa Maninjau di bawah sana. Banyak orang bilang, melewati kelok 44 ini sudah pasti mabuk darat dashyat. Saya, sebagai seorang pemabuk (bukan mabuk minuman keras yach) sudah cukup jiper mendengar kata-kata ini. Namun, ketika dilewati, ternyata saya tidak mabuk sama sekali. Dorongan ingin mual pun tidak ada sama sekali. Ajaib!
Sebelum mencapai danau, ada baiknya kalau anda berhenti dahulu di titik tertinggi danau yang bisa dipantau. Disini, ada sebuah warung dan plang besar “Anda Memasuki Kawasan Wisata Maninjau”. Ada tempat duduk juga dan bunga-bungaan segar di sekeliling. Boleh banget buat menikmati kecantikan danau kan? Orang bilang, danau ini lebih cantik di pagi hari. Kabut tebal yang bergantung di leher perbukitan di sekeliling danau konon katanya manis sekali dan mampu membuat danau ini ternobatkan menjadi danau tercantik di Sumatera Barat (bahkan Sumatera!). Kalau nekad pergi juga di sore hari, yah...anda tetap beroleh keindahan yang sama namun udara segar pagi hari dan ketiadaan kabut akan membuat suasana tersebut kurang terasa. Nggak usah terburu-buru, danau ini masih bisa menunggu. Duduk-duduklah dan foto-foto dulu di atas puncak bukit dan menikmati angin danau dari atas sana. Kalau benar-benar jelas, anda bahkan bisa melihat deretan ratusan bahkan ribuan keramba di dasar danau di bawah sana. Perbukitan yang mengelilingi danau memberikan efek latar yang dramatis, biru tua kelam. Bunga-bungaan yang tumbuh di sekitar anda boleh juga diabadikan. Rasanya, nggak setiap hari dech bisa melihat bunga-bungaan ini. Apalagi di kota!
Oh yach, buat anda yang belum tahu, jangan harap bisa berhenti dan turun di salah satu kelok yach. Sebenernya, bukan karena ada larangan tertentu namun lebih kepada kesadaran pribadi aja sich. Jalur kelok adalah jalur sempit yang hanya mampu menampung dua kendaraan bolak balik. Jalurnya sendiri sudah cukup sempit tanpa adanya mobil atau kendaraan tertentu yang berhenti di jalurnya. Apalagi mogok! Wah, nggak kebayang ribetnya. Jadi, berhenti di kelok memang tidak dianjurkan karena akan sangat-sangat-sangat merepotkan pengunjung lain. Namun, ada beberapa opsi seperti : kalau anda jeli, anda akan menemukan beberapa titik yang cukup lebar dan bahkan sepotong area perumahan atau desa di lereng yang bisa digunakan untuk memarkir mobil/kendaraan anda sejenak untuk menikmati danau dari setengah ketinggian. Coba dech jeli perhatikan. Tempat-tempat yang agak lebar ini berada di kelok 20 ke bawah (mendekati arah danau). Opsi kedua adalah berjalan kaki sejauh satu jam untuk mencapai dasar permukaan danau. Pertama, saya berpikir, kemungkinan jalanan tersebut memang diciptakan khusus untuk pejalan kaki, berbeda dengan jalur kendaraan. Namun, setelah mencari info kesana kemari, ternyata saya meragukan adanya jalur khusus pejalan kaki. Saya bahkan tidak melihat adanya pejalan kaki yang nekad menuruni atau menaiki jalur ini. Mungkinkah kalau lebih pagi akan lebih banyak orang yang melakukannya?
Nah, ketika mulai bertualang menjelajah kelok, kita akan bertemu dengan kelok 44 dan terus turun makin lama turun ke bawah hingga kelok 1. jarak antara kelok tidak selalu sama. Kadang kala, ada kelok yang berjarak sangat pendek, namun kadang-kadang ada ruas cukup panjang tanpa adanya kelok sama sekali. Terkadang, ada kelok yang hanya berupa belokan sedikit, namun lebih banyak lagi kelokan yang berupa putaran ekstra tajam sambil menurun sekian puluh derajat. Saya menjadi saksi tergerusnya bagian bemper kendaraan bus bertubuh panjang karena turunan yang terlalu curam. Bunyinya berkerosak dan menimbulkan bekas putih di aspal. Mudah-mudahan saja knalpotnya jangan sampai lepas! Nah, pemandangan di sepanjang kelok adalah pemandangan indah yang ga boleh anda lewatkan. Terkadang, bahkan ada satu atau dua rumah adat Minang bertengger manis di wilayah ini. Sayang, kalau boleh berhenti, saya akan puas berfoto-foto disini. Menjelang kelok akhir, mendekati permukaan danau, akan ada banyak sekali baruak (beruk atau monyet) yang melintasi atau duduk-duduk di pinggir jalan. Beruk-beruk tersebut walaupun liar namun tidak ganas. Walaupun demikian, anda tetap harus berhati-hati. Tidak lucu kalau anda sembarangan da serampangan memegang barang-barang anda dan kemudian beruk tersebut membawanya kabur ke dalam rerimbunan peopohonan. Runyam ceritanya! Pengalaman dengan monyet sudah membawa saya ke level dimana saya harus ekstra waspada dalam memegang barang bawaan saya.
Akhirnya, setelah sekian lamanya, saya akhirnya mencapai plang yang bertuliskan “Selamat Datang di Kawasan Wisata Danau Maninjau”. Sudah sampai di Danau Maninjau! Yup, betul. Di ujung pertemuan kelok dengan danau, anda akan banyak menjumpai penginapan berderet memanjang ke arah utara. Lokasi Desa Maninjau ini memang pusat kegiatan utama danau vulkanis ini. Nggak susah mencari penginapan disini. Lokasi sekitar danau banyak dipenuhi oleh keramba. Lagi-lagi, objek menarik untuk difoto bukan? Malihat danau dari sisi bawah dan atas memang nggak bisa disamakan. Keduanya punya kelebihan tersendiri. Makanya, tadi saya bilang anda harus puas-puasin foto di atas karena pemandangan yang akan didapat akan beda. Sekeliling danau dikelilingi oleh perbukitan biru tua kelam. Sementara sisi seberang danau di luar jalanan berupa hamparan sawah menguning yang sangat luas. Lokasi perhentian yang paling umum ya kalau nggak di Desa Maninjau yakni di Desa Muko-Muko di titik ujung yang paling berlawanan dari Desa Maninjau ini. Desa Muko-Muko dapat dicapai kurang lebih selama setengah jam arah Lubuk Basung (memutari pinggiran utara danau).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment