Di bagian kiri Taman Bundo Kanduang, di tengah-tengah taman yang ditutupi oleh hutan pinus (banyak pinecone loch yang berserakan disini. Kegiatan mengumpulkan pinecone bisa asyik juga). Ada sebuah benteng kecil yang dilihat dari rupanya sich, nggak mirip benteng seperti yang kita bayangkan. Dalam bayangan saya, benteng seharusnya memiliki pintu gerbang dan pagar tinggi yang luas sebagai barikade menuju bangunan utama. Kenyataannya, benteng ini tidak terlalu besar. Bentuknya malahan mirip dengan sebuah menara pengawas saja. Ditambah dengan kegiatan di bawahnya, sebuah ruangan terbuka mirip aula dengan segerombolan keluarga yang makan siang bersama, bangunan ini semakin tidak menyerupai benteng.
Benteng Fort De Kock namanya. Benteng ini didirikan pada tahun 1825 oleh Belanda sebagai basis pertahanan. Tanda kehidupan benteng bisa dilihat dari sisi sekitar benteng yang ternyata banyak meriam kecil. Sempet terbersit rasa penasaran juga sich, ada apa di puncak benteng ini. Konon, katanya wilayah perbukitan ini tergolong tinggi di Bukittinggi ini. Alhasil, dari puncak benteng, kita dapat melihat seluruh wilayah kota, pas banget untuk memantau pergerakan musuh. Ada sebuah tangga panjat yang terjal, terbuat dari besi dan sedikit keropos langsung menuju puncak menara. Tapi, melihat kondisinya, saya langsung urung untuk menaiki benteng tersebut. Takut gak bisa naik dan takut kalau berhasil naik, malah ga bisa turun. Sudahlah, pengamatan benteng cukup dari bawah saja. Hehe...
Ada sejumlah permainan anak-anak seperti rumah mini dan perosotan yang ada di depan benteng. Gak heran wilayah sekitar benteng penuh banget sama anak-anak dan keluarga yang makan siang (waktu itu sedang jam makan siang). Ditambah dengan adanya taman burung (lebih tepatnya sejumlah burung yang dikandangin di area depan taman) membuat tempat ini ramai banget. Sejumlah anak-anak malah lebih asik bermain dengan meriam (menaiki meriam) daripada mainan resmi yang disediakan. Mungkin karena keterbatasan jumlah kali yach, makanya mereka sampai naik meriam beramai-ramai. Hehe...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment