Nggak banyak yang bisa saya ceritakan dari ruas ini. Berhubung saya pergi pada Agustus 2009, maka ruas ini sedang mengalami perbaikan jalan. Sepanjang perjalanan, saya menemui banyak sekali kendaraan berat yang bertugas memperbaiki jalan diparkir di tepi jalan plus diterangi lampu terang benderang.Pastinya, perbaikan jalan ini demi menyambut musim mudik yang segera tiba, sebelum dan sesudah Lebaran.
Berhubung sudah malam, saya hampir tidak bisa melihat apapun yang ada di luar sana. Apalagi, saat itu bulan hanya tampak sebagai bulan sabit saja. Cahaya redup menerangi perbukitan karst di luar sana. Sesekali, saya melihat rumah khas Makassar dan Bugis dalam cahaya temaram di tepi jalan, berganti dengan pepohonan lebat yang terkadang terlihat menyeramkan karena hanya berupa rerimbunan gelap plus cahaya seadanya saja. Ruas jalan yang saya lalui ini hampir lurus dan jarang berbelok-belok. Untuk anda yang mabuk, manfaatkanlah ruas jalan ini untuk tidur (lumayan dapat 4 jam perjalanan untuk tidur) karena selepas dari Pare-Pare, anda akan sukar tidur karena jalannya mulai meliuk-liuk. Wajah kota masih terlihat jelas saat melewati Maros-Pangkajene-Barru. Namun, ketika memasuki wilayah Rappang, hampir semua ruas jalan yang saya lalui tampak seperti jalan yang baru dibuka dengan perbukitan di sebelah kanan dan (walaupun saya nggak bisa lihat) pantai di sebelah kiri. Umumnya, Bus Toraja tidak akan berhenti lagi selama di ruas ini, tidak, tidak sampai kita tiba di Pare-Pare.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment