Belum terlalu jauh dari arah Sangalla, masih dalam perjalanan menuju Makula, saya menemukan objek wisata ini. Objek wisata ini terletak di jalanan yang tidak terlalu lebar dan untungnya, sebuah plang berukuran sedang dan hampir karatan di seluruh bagiannya masih tegak berdiri memberitahukan posisi objek wisata ini. Tulisan Kambira, Kuburan Bayi Pada Pohon, Baby Grave In Tree, 0.4 KM terpampang di percabangan jalan setapak. Untung plang tersebut berukir ala Toraja. Kalau tidak, mungkin saya tidak ngeh disini terdapat objek wisata. Hampir saja saya melaju lurus sehingga saya harus memutar balik untuk melihat plang tersebut. Mari, kita masuk ke dalam Kambira.
Plang tersebut benar adanya. 0,4 KM yang tertulis memang mudah dicapai walau sempet agak nggak yakin juga karena harus melewati rerimbunan pepohonan terlebih dahulu. Saya punya perasaan masuk ke dalam hutan. Berita buruknya, jalanan yang saya lalui super jelek. Terdiri atas bebatuan yang hancur dan aspal yang terkelupas. Motor yang saya bawa terpontang-panting di jalanan itu. Untung, jaraknya hanya 400 meter saja. Ini adalah salah satu alasan mengapa saya mensyaratkan kepada anda untuk menyewa motor baru saja. Tolak apabila anda diberi motor lama.
Tak lama, setelah melewati rerimbunan yang saya kira hutan belantara, akhirnya sebuah Tongkonan menyapa saya. Ada sebuah loket tiket dan sebuah toko souvenir kecil disitu. Tampak beberapa wisatawan asing sedang berkerumun di depan toko souvenir khas Toraja tersebut. Mau borong kali yach? Hehe..Saya memarkir motor saya di dekat tulisan Objek Wisata Kambira. Saya agak bingung disini karena loket tiket kosong sama sekali. Kepada siapa saya harus membayar? Saya menunggu agak lama hingga tidak ada seorang pun yang menyapa saya. Ya sudah, saya bergegas mengikuti rombongan turis yang berjalan menuruni anak tangga, menuju rerimbunan pohon yang besar dan tinggi. Disinilah saya berjumpa dengan pemandangan aneh dan agak menakutkan kalau saya bilang. Ada sebuah pohon besar di tengah-tengah area yang dipagari tersebut. Pohon tersebut berlubang-lubang namun lubangnya ditutup dengan papan-papan kayu dan ijuk sehingga seperti pohon rusak yang ditambal. Pohon tersebut berukuran besar sendiri dibanding pohon-pohon lainnya. Sekeliling wilayah ini tertutup oleh hutan bambu. Inilah, kuburan bayi Kambira. Bagi anak-anak dan bayi yang belum tumbuh gigi dan meninggal, jasad mereka akan dimasukkan ke dalam pohon ini dalam posisi meringkuk seperti di dalam janin. Pohon besar ini adalah Pohon Taraa'. Konon, menurut aturan, arah lubang dalam pohon ini harus berlawanan dengan arah perkampungan. Uniknya, tidak ada bau busuk yang tercium dama sekali di Kambira ini walaupun lubang-lubang tersebut berisi mayat.
Di dekat pangkal pohon, seorang pemandu wisata sedang menjelaskan sesuatu kepada serombongan turis asing. Saya tidak mendengar apapun karena saya berada di luar jarak jangkauan pendengaran. Saya tidak begitu suka berada di dekat makam ini. Rerimbunan pohon bambu yang rapat sedikit banyak menimbulkan perasaan tidak enak bagi saya. Seusai mengambil beberapa foto, saya segera keluar dari makam ini. Keluar, menuju tempat terang dan terbuka.
Kios souvenir yang ramai segera menyambut saya. Walaupun hanya satu buah, namun kios ini cukup ramai dipadati wisatawan. Kebanyakan, mereka melihat-lihat dan memborong aneka kerajinan tangan serta ukira-ukiran. Saya sendiri cukup tertarik untuk membeli beberapa buah Tau-Tau, topeng unik dan ukir-ukiran Tongkonan maupun Erong. Barang yang disajikan cukup komplet dan beragam. Sayangnya, harganya buat saya agak mahal untuk kantung backpacker. Misalnya saja, topeng dihargai Rp. 75.000 dan ukir-ukiran Rp. 30.000. saya memang kurang tahu standard harga oleh-oleh di Tana Toraja karena baru inilah toko souvenir pertama yang saya kunjungi. Walau demikian, saya menilai harga yang ditawarkan agak tinggi. Saya sudah mencoba menawar pun tidak membuahkan hasil. Sang ibu mengatakan bahwa harganya sudah cukup murah. Wah, tapi maaf Bu, harga segitu masih cukup mahal untuk saya seorang backpacker yang mencari harga murah meriah. Sayang sekali saya nggak belanja padahal disini pun ada kain-kainan (harga Rp. 150.000) halus Toraja.
Menjelang kepulangan saya, barulah ada seorang nenek yang berjaga di dalam loket tiket Kambira. Nenek tersebut mengatakan saya harus membeli tiket terlebih dahulu seharga Rp. 5.000. Tiket masuk untuk wisatawan asing dan lokal memang dibedakan. Rp. 5.000 untuk lokal dan Rp. 10.000 untuk wisatawan asing walau menurut saya, kedua harga tersebut tidak berdaya saing karena tidak dapat menghasilkan apapun yang mampu memutar perekonomian dan mendukung perawatan Kambira. Terlalu murah sebenarnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment