Harusnya, ini hanya perasaan saya saja. Namun, pagi-pagi buta sampai di Pare-Pare (pukul 2 pagi), saya dalam keadaan menggigil. Mana baju yang saya pakai tipis. Dan ya itu, saya menggigil.
Pare-Pare adalah kota yang terletak di tepi pantai. Kalau dilihat dari atas, wajah kota ini mirip dengan Makassar. Oleh karena itu, Pare-Pare sering dijuluki versi kecil dari Makassar atau Makassar dalam versi yang lebih hijau. Hampir mirip dengan Makassar juga, Pare-Pare banyak memiliki pulau kecil yang asyik untuk dijadikan sarana wisata pantai atau penyelaman. Dibanding Makassar, laut di Pare-Pare jelas lebih bersih. Biasanya, Pare-Pare kerap dijadikan kota transit saja, jarang sebagai kota tujuan utama. Untuk tujuan Rantepao, Pare-Pare menjadi kota transit dari Makassar. Untuk tujuan Pinrang dan Polewali, Pare-Pare juga menjadi kota transit dari Makassar. Walau demikian, kota terbesar kedua di Sulawesi Selatan ini juga memiliki sejumlah objek wisata yang patut anda perhitungkan seperti misalnya Monumen Rakyat Pejuang dan Museum La Bangenge serta Pemandian Pemuda. Wisata pantai dan pulau-pulau lepas pantainya menarik juga sebagai sarana berlibur akhir pekan anda.
Bicara Pare-Pare, pasti urusannya tidak jauh-jauh dari Pelni dan ferry. Pare-Pare memang dikenal sebagai pelabuhan utama untuk ferry-ferry yang berangkat dan menuju ke kota-kota di Kalimantan Timur. Sebut saja, Samarinda, Balikpapan, Nunukan, dan Tarakan. Selain melayani rute Kalimantan Timur, ferry dari Pare-Pare berlayar hingga ke Toli-Toli, Surabaya dan Kupang. Keliling Kota Pare-Pare juga cukup menarik untuk dilakukan karena kotanya cukup rapih.
Sekarang saya baru ngeh dan sadar, apa yang membuat saya menggigil kedinginan padahal Pare-Pare harusnya panas (biarpun panas, kalau malam harusnya kotanya dingin kali yach?). AC bus yang saya tumpangi terlalu keras menyala. Dingin. Saya sampai menghembuskan nafas saya yang menjadi embun pada kaca jendela. Kalau anda dalam perjalanan melewati malam dari Makassar ke kota-kota di utara, melewati Pare-Pare, usahakan membawa baju hangat, selimut dan kalau perlu guling dan bantal. Ini bukan candaan. Saya melihat banyak penumpang yang melakukan itu agar mereka mendapat tidur berkualitas selama 8 jam atau lebih di dalam bus (yang super dingin!). Bus yang saya tumpangi berhenti di pare-Pare untuk mengisi bensin. Selepas mengisi bensin, bus segera berjalan kembali menembus kegelapan malam dan bersiap melewati jalan meliuk-liuk.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment