Mengenang Masa Lalu Di Monumen Palagan Ambarawa

Terletak di jalan raya besar Semarang – Yogyakarta tepat di tengah-tengah Kota Ambarawa, nggak mungkin anda nggak melihat monumen ini. Monumen Palagan Ambarawa ini selalu dilewati oleh bus-bus besar maupun travel jurusan Semarang – Yogyakarta. Dari Jalan Jenderal Sudirman (Jalan terbesar di Kota Ambarawa), teruskan perjalanan anda ke arah selatan melewati deretan Pasar Projo dan deretan toko-toko di sekitarnya, Monumen Palagan Ambarawa ada di sebuah pertigaan yang memisahkan arah Yogyakarta dan Salatiga.
Monumen ini adalah salah satu bukti yang menegaskan identitas Ambarawa sebagai Kota Pahlawan dan Perjuangan. Palagan sendiri artinya adalah medan laga atau medan pertempuran. Monumen ini bermakna perjuangan para pahlawan kala itu dalam pertempuran antara pasukan sekutu dengan tentara TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Tampak di monumen ini, sejumlah tokoh perjuangan seperti Kolonel Sudirman dan Letnan Kolonel Isdiman tampak berdiri tegap. Relief motif perjuangan tampak di bagian seluruh dinding Monumen Palagan Ambarawa. Relief ini bercerita tentang 4 hari pertempuran (12 - 15 Desember 1945) yang terjadi demi mempertahankan Ambarawa dari pendudukan sekutu. Usia monumen ini lumayan lama juga loch. Monumen ini diresmikan pada tanggal 15 Desember 1974 oleh Presiden kala itu, Bapak Presiden Soeharto. Sudah 30 tahun lebih berlangsung semenjak peresmian itu terjadi dan kini, monumen ini masih kokoh tegak berdiri walaupun di beberapa sudutnya terlihat usia mulai menggerogoti monumen ini.
Kompleks Monumen Palagan Ambarawa ini ternyata tidak berisi monumen peringatan saja loch. Banyak benda-benda bersejarah yang dipajang di sekitar penjuru taman yang bisa memberikan banyak informasi. Benda-benda tersebut antara lain tank tempur, gerbong kereta tua, lokomotif tua berbahan bakar kayu atau arang, truk tronton, hingga pesawat tempur. Masing-masing dari benda pajangan tersebut diberi penjelasan secukupnya meliputi nama, jenis dan tahun serta asal pembuatan. Jelas, informasi yang tertulis tersebut tidak terlalu cukup, tidak mampu memuaskan dahaga kami akan informasi penggunaan benda-benda ini. Ditambah pula, benda-benda besar ini diletakkan begitu saja di udara terbuka, sehingga terpapar oleh sinar matahari dan air hujan. Kusam dan bentuk fisiknya sudah jelas menandakan benda-benda ini cukup jauh dari perawatan yang layak. Lah, kalau dipikir sich ya wajar-wajar saja yach, tiket masuk sebesar Rp. 2.500 per orang dewasa pada hari biasa tidak akan mampu menutupi kegiatan operasional monumen ini. Sejumlah remaja tanggung yang masuk ke dalam kompleks monumen ini hanya bertujuan untuk bermain-main di lapangan yang ada di sekitar monumen saja. Memang sich, di seputaran monumen terdapat sejumlah ayunan, jungkat jungkit, perosotan hingga outbond untuk anak-anak, lengkap dengan gorong-gorong dan jembatan gantungnya. Namun, ini bukan tujuan utama seseorang datang ke Monumen Palagan Ambarawa donk?
Di sisi kiri monumen terdapat sebuah Museum. Museum Isdiman namanya. Sebagai informasi, Letkol Isdiman ini adalah pahlawan yang gugur pada saat pertempuran pembebasan dua desa di sekitar Ambarawa. Sayang, pada saat kunjungan, museum ini sedang tutup (atau memang tidak dibuka untuk umum?). Museum Isdiman ini kata sang bapak penjaga tiket berisi peralatan perang dan semua yang berhubungan dengan perjuangan merebut kemerdekaan pada jaman dahulu. Sayang, karena ditutup, maka saya tidak masuk ke dalam museum ini sama sekali. Di sebelah kiri museum terdapat satu lukisan mural besar di dinding yang berkisah tentang perebutan kemerdekaan Indonesia pada masa itu. Apabila anda atau anak anda tertarik untuk berfoto dengan latar ini, cukup sisihkan Rp. 6.000 saja. Dalam 1 menit, fotonya instan, langsung jadi! Permasalahannya hanyalah anda akan cukup kesulitan dalam mencari sang fotografer yang bertugas lantaran saya tidak menemukan fotorafer ataupun petugas yang berjaga di dalam kompleks monumen. Bapak penjaga tiket saja terlihat sudah cukup letih dan agak santai dalam mengerjakan tugas mereka. Saking santainya, sang bapak tampak ogah-ogahan saat saya tanya-tanyai info tentang monumen ini.
Berhubung sudah cukup tua, anda diwajibkan untuk berhati-hati dalam memegang barang-barang koleksi monumen ini. Beberapa kendaraan asli yang dipajang pun diberi peringatan agar jangan dinaiki lantaran cukup rapuh. Sisa-sisa vandalisme tampak jelas di beberapa benda pajang di monumen ini, mulai dari coretan tipex, coretan tinta, hingga stiker pendukung pemilu. Menyedihkan yach? Adalah kewajiban kita untuk tidak usil terhadap benda-benda peninggalan sejarah yang sangat berharga seperti ini. Tentunya, kita masih berharap anak cucu kita masih dapat melihat sejarah besar Bangsa Indonesia di kemudian hari, bukan?

2 komentar:

  1. kelihatannya menarik ya. sayang sekali kondisinya kurang terawat, seperti umumnya museum di negeri kita :(

    ReplyDelete
  2. yap. sayang sekali, lusuh dan kurang terawat. padahal ini bisa dibikin lebih baik lagi, isalnya dengan menyewa VM atau Creative designer untuk setiap museum yang ada di Indonesia. Harga tiket dimahalain jadi orang betah bekerja untuk museum karena pendapatan meningkat. Bikin museum jadi tempat yang seru...hehe

    ReplyDelete