Inilah candi terujung dalam Kompleks Prambanan. Candi Sewu namanya. Untuk mencapai candi ini, anda bisa berjalan kaki sejauh 1 kilometer ke arah utara menempuh jalan yang tertata baik. Kalau anda nggak mau jalan kaki, ada koq paket kereta wisata yang mengantarkan turis bolak balik dari Prambanan ke Sewu. Turis akan didrop di Candi Sewu dan kereta akan menunggu dalam durasi kurang dari 5 menit. Bagi turis yang tidak mau ditinggal, bisa kembali menaiki kereta yang sama. Kereta akan kembali cukup sering dalam kurun waktu satu jam, sepanjang hari. Pintu masuk candi ini berada di sebelah timur. Jadi, kalau anda mencapai pintu yang dikunci di sebelah selatan candi, anda harus muter dikit yach. Bersama dengan Candi Prambanan, Candi Sewu di kompleks Candi Prambanan adalah candi yang terinformasi dengan baik, baik nilai sejarah, legenda, maupun inventaris candi, arca dan reliefnya. Informasi akan Candi Sewu bisa anda baca di papan yang tersebar di sisi kompleks candi.
Candi Sewu adalah candi Buddha, sama seperti Candi Bubrah dan Candi Lumbung. Pada beberapa referensi, Candi Sewu dipercaya sebagai sinkretisme (perpaduan harmonis) antara Agama Buddha dan Agama Hindu. Sebagai candi Buddha, Candi Sewu berumur lebih tua dibanding Candi Prambanan yang notabene Candi Hindu. Adalah Dinasti Syailendra yang pertama menguasai Kerajaan Mataram Kuno yang membangun Candi Sewu ini. Candi ini bertanggal 792 masehi atau akhir abad ke 8. Seperti yang kita ketahui, Dinasti Syailendra yang beragama Buddha akhirnya dikalahkan oleh Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu. Candi Prambanan adalah candi yang bertanggal abad 9 masehi. Candi ini dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Raja ketiga Mataram Kuno. Candi ini rencananya akan dijadikan istana kerajaan pada waktu itu. Sayang, Sang Raja meninggal sebelum pembangunan candi ini selesai. Sang Raja tidak dapat menikmati istana barunya.
Sewu dalam bahasa Jawa artinya seribu. Walau disebut Candi Sewu, jumlah candi di tempat ini tidak mencapai 1000 buah. Total candi hanya 249 buah saja. Candi Sewu terdiri atas 1 buah candi utama yang berukuran besar, 4 pasang Candi Apit, dan 240 buah Candi Perwara. Empat pasang Dwarapala tampak di tiap sisi pintu masuk halaman kedua candi ini. Sebagai candi Buddha, ciri khas yang paling menonjol adalah adanya bangunan stupa di atas atap candi ini. Bangunan utama candi memang memiliki 9 buah stupa di atapnya dengan satu buah stupa berukuran besar. Ciri khas Candi Buddha yang juga menonjol dari Candi Sewu adalah adanya sejumlah arca Dhyani Buddha di penjuru candi. Buat saya, Candi ini adalah miniatur dari Candi Borobudur, terutama dengan bentuk stupa yang berukuran besar di atas atap candi utama. Candi Sewu dinobatkan sebagai Candi Buddha terbesar setelah Candi Borobudur. Seperti Prambanan juga, Candi Sewu ini masuk dalam daftar warisan dunia UNESCO nomor 642.
Berkaitan dengan Cerita Rara Jonggrang yang menjadi batu karena dikutuk oleh Bandung Bondowoso, Candi Sewu dipercaya sebagai 999 candi yang tidak lengkap tersebut. Pertanyaan memang muncul karena jumlah candi di tempat ini tidak mencapai 1000 buah walaupun namanya Candi Sewu. Kondisi candi pada saat kunjungan saya memang cukup berantakan. Candi Sewu sedang direnovasi. Candi utama tidak dapat dimasuki lantaran kerusakan cukup berat menimpanya. Di sekeliling bangunan candi terdapat banyak sekali scaffolding yang berfungsi sebagai penahan konstruksi selama renovasi. Selain Dwarapala, Candi Apit dan Candi Utama, kondisi Candi Perwara sebagian besar memang sudah berupa susunan batu di atas tanah saja. Hampir semua arca Dhyani Buddha yang saya lihat pun sudah tidak memiliki kepala lagi. Komoditas berhargakah? Atau jangan-jangan konstruksi struktur kepala Dhyani Buddha memang tidak kuat sehingga mudah sekali terlepas dari tubuh utamanya? Kalau diperhatikan lebih seksama, kondisi Candi Apit pun tidak jauh beda dengan Candi Perwara yang hancur berantakan. Candi Apit tampaknya merupakan hasil pugaran namun tidak dilakukan secara sempurna. Di Candi Apit, anda bisa melihat susunan batu yang tidak rata, berjarak, disubtitusi dengan batu lain yang tidak berelief, hingga berlumut dan tumbuh tanaman paku.
Sayang, candi yang sedemikian indah apabila utuh ini harus tampil dalam kondisi demikian. Situasi ini memaksa sejumlah pengunjung untuk tidak berlama-lama di tempat ini. Begitu mereka turun dari kereta, mereka hanya melihat-lihat sebentar dan kemudian naik kereta kembali. Candi Sewu tampak tidak menarik untuk dikunjungi lama-lama. Di sisi lain, sepinya candi ini membuat tempat ini sangat ideal untuk sepasang kekasih memadu kasih. Ketika saya masuk kompleks Candi Sewu, sepasang kekasih yang sedang mojok di beberapa sudut candi (beberapa bahkan ada yang menduduki atau memanjat bagian candi) terlihat sedikit terganggu dan bergegas pergi dari tempat tersebut. Ya maaf saja yach, candi buat saya adalah tempat yang sakral. Apa kalian nggak takut kualat kalau pacaran di tempat ini? Apalagi kondisi sekitar yang sepi dan bangunan utama candi yang sedang direnovasi sedikit banyak membuat suasana mencekam tumbuh di sekitar kompleks, walau siang hari sekalipun!
Sebagai candi tua, candi ini juga sudah sangat sering direnovasi dan dipugar berkali-kali. Dari jaman pemerintahan Hindia Belanda hingga kini, renovasi terus dilakukan. Gempa bumi besar abad ke 16 dan 27 Mei 2006 sudah tentu banyak merusak struktur bangunan candi ini. Deretan candi Perwara yang rusak parah mungkin sukar untuk dikembalikan seperti semula, namun para arkeolog, geolog dan berbagai ahli dari disiplin ilmu berjuang untuk mengembalikan bentuk fisik candi ini ke status mula. 13 abad memang waktu yang sangat panjang. Wajar sich kalau candi ini sudah tidak utuh lantaran terkena cuaca, bencana alam, tanaman dan tanah, hingga tangan-tangan manusia. Yah...saya sich berharap nantinya reruntuhan bebatuan yang terpuruk teronggok begitu saja di dasar lantai, suatu saat akan dapat berdiri tegak dan memancarkan kecantikan sempurna dari Candi Sewu yang sebenarnya. Saya yakin, anda juga berharap akan hal yang sama.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment