Akhirnya, saya memulai perjalanan saya ke Borobudur dari Jombor pada pukul 2 siang. Saya masih harus menunggu sekitar 10 menit sebelum bus yang tadinya benar-benar kosong akhirnya diisi oleh segelintir orang. Saya duduk di depan. Menyenangkan. Kaca bus ini, walaupun kelas ekonomi yang agak reyot, namun berukuran besar dan jernih. Pandangan saya ke depan tidak terhalang apapun. Saya bisa berfoto-foto dengan sesuka hati. Yippie.
Para penumpang bus ini dapat dipastikan bukan turis. Hanya sayalah satu-satunya turis di dalam bus ini. Penumpang lainnya tampaknya adalah warga lokal, mungkin Yogyakarta, Magelang, Muntilan, atau Borobudur, sesuai jalur bus ini. Oops, saya salah, Dari Muntilan, bus tidak akan berlanjut ke Magelang. Itu berada di jalur yang berbeda. Dari Muntilan, bus akan berlanjut ke Mungkid dan masuk ke Borobudur. Bus Magelang adalah bus yang berbeda dengan bus Borobudur. Bus bergerak pelan melalui Kabupaten Sleman, kabupaten terakhir sebelum saya keluar dari wilayah Yogyakarta. Di ujung perbatasan, ada gapura besar yang bagus namun sayangnya, saya tidak mungkin berhenti untuk berfoto. Selain susah mencari bus di tengah jalan, Borobudur menunggu saya. Untungnya, selama perjalanan, bus tidak pernah penuh. saya menjajah dua kursi di bagian paling depan untuk tas dan saya sendiri. Sambil menikmati pemandangan, saya berfoto-foto pastinya.
Walaupun sempat mengantuk juga lantaran perjalanan yang lambat, namun setengah jam kemudian, bus memasuki Kota Muntilan. Kota Muntilan hampir mirip seperti kota-kota di Jawa Tengah pada umumnya. Kemiripan Muntilan lebih terasa lagi dengan Secang atau Magelang. Selain bangunan-bangunan tua, sentra penjualan Wajik Week tampak dimana-mana. Jalanan yang sepi dan tidak terlalu lebar, dipenuhi oleh toko-toko aneka rupa mulai dari bengkel, toko aksesoris, toko makanan hingga elektronik menjadi ciri khas Muntilan. Tidak ada suatu hal yang benar-benar menjadi ciri khas akan kota ini, kecuali Wajik Week-nya itu yach. Hmm...tapi Wajik Week juga ada koq di Secang dan di Magelang. Hehehe.
Di Muntilan ini, bus jurusan Borobudur (dan bus jurusan Magelang) akan memasuki Terminal Dr. Prajitno. Ini adalah Terminal Kota Muntilan. Ini adalah bagian yang mengesalkan, kenapa? Bus berhenti cukup, sangat, lama di tempat ini, mencapai setengah jam. Yang lebih bikin keki lagi, supir bus mematikan mesin, keluar, duduk di bangku-bangku di peron keberangkatan lalu merokok. Jreng! Kalau dia merokok, artinya istirahat ini akan berlangsung lama donk? Apalagi dia mematikan mesin. Ya euis, abdi teh cicing didie, di Muntilan. Loch koq jadi Bahasa Sunda? Haha. Terminal Dr. Prajitno di Muntilan adalah terminal yang menyatu dengan pasar. Setidaknya ini terlihat dari banyaknya pedagang aneka macam barang yang tampak di pasar ini. Selain sayur mayur segar, pasar ini penuh dengan pedagang kue-kue kecil! Waduh, ada wajik week, slondok, jenang, brem, dodol, wingko, rengginang, tape ketan, lanting. Langsung dech hasrat belanja tak tertahankan. Haha. Tapi alih-alih turun, saya malah diam di dalam bus. Saya takut kalau nanti pas turun, bus malah berangkat lagi. Mana barang bawaan saya banyak, agak repot dech kalau sampai turun dari bus. Jadi, yach, saya diam di dalam bus saja menunggu dan menunggu bus yang bersiap berangkat lagi.
Selama proses menunggu, sang supir dan keneknya sudah menghabiskan dua batang rokok. Beberapa ibu-ibu dengan kekuatan super (membawa karung dengan isi sayur mayur) menaiki bus ini. Ibu-ibu ini wajahnya lovely loch, sangat khas Jawa. Hehe. Tidak lama, bus akhirnya bergerak lagi, menuju barat laut, menuju Borobudur. Nah, di Mungkid, ibukota dari Kabupaten Magelang, bus berbelok ke kiri, mengikuti ruas jalan yang ada petunjuk “Borobudur 10 KM”. Jalanan ini adalah jalan masuk menuju Candi Borobudur. Jalanan masuk menuju candi cukup lurus dan lebih sempit daripada jalanan utama. Sisa perjalanan ini akan menempuh sawah di kanan kiri plus latar pegunungan di kejauhan. Walaupun jalanan masuk menuju Borobudur bisa dikatakan sudah cukup ndeso karena sudah keluar dari jalan raya utama, namun masih banyak rumah makan untuk turis dengan gaya tradisional Jawa seperti Mulih Ndeso atau Bale Kambang. Oh nggak, saya nggak berniat berhenti. Waktu saya sudah sangat terbatas untuk mengunjungi Borobudur. Alhasil, Candi Mendut yang terletak di tepi jalan tidak saya kunjungi. Apalagi Candi Pawon yang masuk lebih ke dalam lagi! Kalau anda ada waktu lebih, boleh banget nich berhenti-berhenti di Candi Mendut dan candi Pawon sebelum atau sesudah mengunjungi Borobudur. Maklum, kedua candi ini masih serute dalam perjalanan masuk ke Candi Borobudur. Ketiga candi ini membentuk satu garis lurus dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Pada masa Waisak, ada kegiatan Pradaksina yang dimulai dari Candi Mendut ke Candi Pawon lalu terakhir di Borobudur. Event ini bisa menjadi perhelatan yang menarik yang menyedot banyak perhatian turis loch. Nah, kalau anda nggak sempet sama sekali, cukup kunjungi Borobudur saja ya tidak apa-apa. Walau terkesan seperti perjalanan panjang tanpa akhir, akhirnya saya tiba di candi Borobudur tepat jam 3. Ternyata, dari Muntilan ke Borobudur sudah sangat dekat, maksimal sekitar 15-20 menit saja. Selamat Datang Di Borobudur!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Wah kenapa gak sekalian ke Mendut? Padahal candinya cukup menarik loh :D
ReplyDeleteiyah, sayang banget nich. Hehehe...maklum, dikejar waktu. kacau dech perjalanan kali ini. Hehehe...
ReplyDeletemungkin karena udah sore, sepi penumpang jadi bis ngetemnya lama di terminal muntilan. cukup sering juga aku dapat bis yang langsungan loh
ReplyDeletemaksudnya bis langsungan ke Borobudur ya? iya, selama perjalanan di daerah, saya banyak mendapat banyak pelajaran. kurang lebih : berjalanlah sepagi mungkin agar angkutan tidak mengering saat siang menjelang sore. hehehe
ReplyDeleteeh..bukan. maksudnya si bis masuk ke terminal muntilan tapi karena penumpangnya banyak jadi si bis ga ngetem, langsung cabut lagi ke borobudur
ReplyDeletehoo...tetep masuk Muntz city yah? hehehe kalau siang(sore bahkan) susah bener. kudu nunggu ibu-ibu yang borong sayur. hehehe
ReplyDelete