Walaupun berada di Semarang Utara, ternyata jalan menuju hotel saya masih jauh. Walau sudah menemukan sejumlah bangunan dengan gaya Neo Gotik, saya masih harus berjalan kaki sejauh 1 kilometer (Jalan Raden Patah adalah jalan yang panjang) sebelum akhirnya nyasar dan masih mencari-cari hotel tempat saya menginap. Loch? Koq bisa begitu? Begini ceritanya.
Saya diturunkan di Jalan Raden Patah. Jalan Raden Patah saat itu sedang banjir (atau biasanya banjir yach?). Beberapa bagian ruas jalan tergenang air hingga semata kaki dan beberapa bagian yang nggak banjir dipenuhi lumpur lumayan tebal. Haduh. Siap-siap main air dech. Mencari Hotel Raden Patah di peta ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Saya melintasi terus Jalan Raden Patah hingga bertemu perempatan jalan dan Jalan Letjend Suprapto. Loch? Koq Jalan raden Patah-nya sudah habis dan saya belum bertemu hotel? Ya sudah, saya meneruskan perjalanan terus menyusuri Jalan Letjend Suprapto. Kalau dibaca di peta, posisi Hotel Raden Patah berada sebelum Gereja Blendug Immanuel. Ini alasannya mengapa saya minta diturunkan di Gereja Blendug. Saya berjalan melewati genangan air yang cukup lebar dan dalam. Nggak ada areal kering sama sekali sehingga saya terpaksa harus menyelam. Haha...lebay. Melewati genangan air, saya melewati Polsek Semarang Utara. Selepas Polsek, jalanan semakin gelap dan tiada lampu penerangan sama sekali. Untungnya, mobil yang melintas satu arah cukup banyak, jadi saya mendapat penerangan gratis dari lampu sorot mobil yang melintas. Hehehe. Selepas sudut sempit sebuah jalan, saya bertemu taman dan Gereja Blendug Immanuel! Loch? Jadi, saya sudah melewati hotelnya? Hotelnya dimana sich?
Dengan barang bawaan yang berat, capek jalan-jalan seharian, kotor belum mandi, dan lapar karena sudah jam 8 malam, saya terdampar di sebuah sudut Jalan Letjend Suprapto, Kota Semarang. Saya nggak menemukan Hotel Raden Patah. Akhirnya, dengan langkah terseok-seok, saya mencoba mengulang lagi rute perjalanan saya sebelumnya. Saya ulangi perjalanan saya melewati Jalan Suprapto dari genangan banjir dan Polsek Semarang Utara, terus berjalan hingga gereja Blendug Immanuel lagi! Loch? Dimana yach hotelnya? Akhirnya, saya sudah males mencari. Saya menelpon hotelnya langsung saja. Singkat kata, setelah bersama-sama merekonsiliasi tempat, saya menemukan juga Hotel Raden Patah, hotel seharga Rp. 40.000/malam di Kota Semarang. Saya tidak melihat tempat ini sama sekali dari tadi. ajaib! Padahal, tulisan “Hotel Raden Patah” jelas-jelas terpampang di depan hotel tersebut. Entah bangunannya yang jadul atau memang minimnya penerangan yang membuat saya nggak bisa melihat hotel ini yach? Letaknya ternyata persis di depan Polsek Semarang Utara. Persis! Saya hanya bisa tertawa saja sambil memasuki hotel ini (sambil mengangkat bagian bawah celana saya agar tidak basah terkena genangan). Ya, jalanan di depan Hotel Raden Patah banjir! Kalau anda menggunakan sepatu, sebaiknya dilepas saja.
Pertama, mengapa saya memilih Hotel Raden Patah dibanding hotel lain-lain di wilayah Semarang? Alasan paling pertama adalah soal harga. Rate kamar ini Rp. 40.000/malam sudah termasuk sarapan pagi sederhana (roti bakar isi selai dua tangkup dan segelas teh manis besar-diantar ke kamar esok pagi pada pukul setengah 7 pagi). Hotel-hotel lain yang saya survey terletak jauh agak di Semarang Selatan dengan harga hampir Rp. 100.000 atau berada di pusat kota namun dengan harga yang nggak cocok di kantong saya (Rp. 200.000-an). Saya check in-nya malam sekali dan perginya pagi-pagi sekali loch. Saya nggak butuh fasilitas dan lain-lainnya. Saya hanya butuh tidur saja. Alasan kedua, kamar ini masuk dalam rekomendasi Lonely Planet 2007 (Sayangnya, pada Lonely Planet 2010, hotel ini tidak masuk dalam rekomendasi lagi). Harusnya, hotel yang masuk dalam rekomendasi Lonely Planet tuh oke kan yach? Alasan ketiga, Hotel Raden Patah terletak sangat dekat dengan Stasiun Tawang (sekitar 1 KM dech), Gereja Blendug Immanuel (jalan kaki juga sampai), dan Simpang Lima (satu jam jalan kaki...hahaha), serta Tugu Pemuda dan Lawang Sewu (gempor kalau jalan kaki...wekekekek). Walaupun nggak masuk dalam hitungan dekat, namun hotel ini masih satu jalur terhadap bus-bus yang akan menuju ke Terminal Terboyo, tempat saya akan naik bus keesokan harinya ke Kudus. Lokasi Hotel Raden Patah sendiri sebenarnya masih tergolong di tengah kota. Untuk menuju ke pusat keramaian nggak terlalu jauh. Sayang, masalah banjir masih menjadi masalah terbesar hotel ini.
Setelah check in dan mendepositkan KTP, saya mendapat kamar di lantai atas. Maaf saja, hotel ini dari luar tidak tampak seperti hotel dalam bayangan saya. Bangunan Hotel raden Patah lebih menyerupai bangunan tua yang tidak terpakai dan kurang terurus daripada sebuah hotel. Yah, kalau melihat usia hotel ini sich kayaknya wajar banget yach fisik hotel ini seperti ini. Dengan rate Rp. 40.000 untuk kamar termurah, kayaknya saya nggak bisa mengharapkan apapun dech. Bagian dalam hotel tersebut remang-remang dan sedikit memberikan kesan tidak menyenangkan. Pada saat saya diberikan kamar di lantai atas lantaran kamar di lantai dasar penuh, spontan saya langsung menyahut “Tapi bukan saya sendiri kan yang tidur di lantai atas?”. Mas yang mengantarkan saya ke kamar langsung tersenyum penuh arti. Sambil mengantarkan saya melewati taman yang berada di tengah-tengah deretan kamar lantai dasar dan beberapa lorong gelap (saya bahkan nggak berani menengok!), saya diberitahukan bahwa penyewa kamar di atas mayoritas adalah keluarga. Sambil menaiki tangga dan melewati beberapa kamar yang berisik karena televisi, ia menunjuk, dua kamar di dekat kamar saya diisi oleh masing-masing satu keluarga. Ya, ramainya kamar tersebut, suara berisik televisi dan suara obrolan sedikit bisa menenangkan hati saya. Dan disanalah kamar saya berada, kamar terujung di lantai atas, tepat di sebelah pohon Noni Hawaii.
Kamarnya, secara mengejutkan ternyata bersih. Walaupun kesan jadul sangat kuat terasa terutama dari furnitur yang digunakan, kusen, daun pintu, dan keramik model kuno (dan dimakan jaman), namun secara keseluruhan kamar ini bersih. Kasurnya berukuran king, bisa diisi oleh dua orang berisi dua bantal kempes (hihihi) dan dilapisi oleh sprei warna putih. Kamar ini memiliki kamar mandi dalam yang juga bernuansa jadul. Serba jadul dech pokoknya. Hehehe. Tapi mas penjaga hotel ini luar biasa baik. Saya diantarkan segelas air putih dalam gelas bertutup sebagai welcome drink. Kamar ini dilengkapi sebuah kipas angin, tanpa AC. Sayangnya, stop kontak satu-satunya dipakai oleh kipas angin tersebut. Cuma Rp. 40.000 aja minta stop kontak banyak-banyak! Gitu kali yach? Hehehe. Untungnya, saya membawa kaki tiga tambahan kemanapun. Jadi charge men-charge bukan masalah besar. Hehehe. Kamar saya ini adalah kamar paling sederhana yang ada di hotel ini. Kalau ingin fasilitas televisi, tentu harganya berbeda dan saya nggak butuh itu. Kalau anda butuh televisi, anda bisa nonton bareng-bareng dengan pegawai hotel ini di lobby di lantai dasar. Sayang, kualitas penerimaan gambar di televisinya kurang bagus.
Satu hal yang paling saya ingat dari Hotel Raden Patah ini (dan wilayah Semarang Utara pada umumnya) adalah nyamuknya yang luar biasa banyak! Entah kenapa, rasanya saya semalaman hanya menepuk-nepuk nyamuk saja tanpa sempat tertidur pulas. Parahnya, saya lupa membeli semprotan atau lotion anti nyamuk sehingga saya tidak mendapatkan tidur yang berkualitas di kamar ini. Walaupun kamar ini sudah berkawat kasa, tapi sebaiknya anda mengambil tindakan pencegahan dech. Jangan lupa juga untuk mengunci jendela kayunya yang juga jadul tersebut selama anda pergi atau tidur untuk keamanan. Yah, terlepas dari sejumlah kekurangan yang dimiliki hotel ini, hotel ini tergolong bersih, ramah, dan murah. Hotel ini juga tidak menerima pasangan yang bukan suami istri untuk menginap di tempat ini loch. Jadi cukup aman dan bukan hotel yang kurang baik yach. Untuk anda yang memang hanya berhenti singkat di Semarang (Utara) dan mencari lokasi untuk melepas lelah semalam saja, tempat ini sangat direkomendasikan. Kalau saja manajemen hotel ini mempunyai daya upaya untuk menyelamatkan hotel ini dengan merenovasi bangunannya dan menaikkan citra serta kelasnya, dijamin dech, hotel ini pasti jadi pilihan utama di Semarang Utara.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Thanks review-nya, Bro ;-)
ReplyDeleteRenovasi jadi modern sih justru sebenarnya sayang karena emang Hotel Raden Patah merupakan satu2nya hotel yg usianya udah ratusan tahun dan bersejarah. Paling dibenahin supaya jadi hotel gaya kolonial, sehingga traveler bisa menikmati Kota Lama Semarang di malam dan pagi hari.
Kalau di-upgrade total, nanti berpengaruh ke harga-nya dong ;-D
bettuuuuulllll
ReplyDeleteharus direnov biar suasananya menyenangkan, bukannya menyeramkan seperti sekarang. Harga naik sih konsekuensi yah. Tapi, hotel ini harus bertahan donk dan menjual 'sesuatu' agar bisa bersaing dan memiliki ciri khas :)
Thanks kembali Anna :)
Terima kasih reviewnya. Beberapa kali ke kota lama, selalu ragu buat nginep di sini karena dari luar hotelnya keliatan sepi dan spooky.
ReplyDeleteBegitu googling, langsung nemu review ini :)
Pengen nginep disini... anak2 pada takut...gk mau turun.. akhirnya gk jadi deh.. padahal kan gak berhantu kan?😅
ReplyDelete