Terminal Bus Tirtonadi di Solo memberikan saya satu pengalaman yang agak kurang menyenangkan. Sama seperti terminal bus lainnya di Indonesia pada umumnya, anda biasanya akan diserbu begitu anda turun dari bus. Anda akan beroleh aneka macam penawaran jasa angkutan untuk membawa anda ke tempat tujuan. Tidak terkecuali di Solo, saya juga langsung diserbu oleh para supir jasa angkutan. Saya dikerubungi dan dicecar oleh berbagai pertanyaan. Tas saya bahkan ditarik agar segera menuju angkutan yang mereka tawarkan. Mulai dari ojek, bus hingga taksi, semuanya menawarkan saya dengan memaksa. Saat saya meminta untuk menepi sebentar, mereka tetap mengerubungi saya sambil menunggu keputusan saya. Wah, mulai menyebalkan.
Saya menelepon saudara saya yang berada di kota ini. ia menyarankan saya untuk menaiki taksi dengan merek ratu saja karena taksi ini adalah taksi yang memiliki reputasi paling baik di seluruh Solo. Ia tidak menyarankan saya untuk menaiki ojek tanpa merinci lebih lanjut akan alasan tersebut. Saya sich sempat tanya-tanya ojek untuk mencapai wilayah Sorogenen di Jebres, supir ojek tersebut langsung dengan mulut besarnya mengatakan bahwa tempat tersebut jauh dan segala macam alasan lainnya. Ia membanderol harga Rp. 30.000. WOW! Perjalanan Semarang – Solo saja tidak sampai semahal itu dengan bus. Kenapa ini bisa sangat mahal? Melihat mimik saya yang udah nggak karu-karuan (capek dan nggak sudi mendapat harga mahal), ia langsung menurunkan harga menjadi Rp. 20.000. Ketika saya bilang bahwa saya ingin naik taksi saja, ia menurunkan harga menjadi Rp. 15.000 dan mengatakan bahwa harga argo taksi akan lebih mahal. Ketika saya bilang bahwa saya ingin keluar saja dari terminal, teman-temannya menunjukkan saya arah pintu yang saya kira adalah pintu keluar. Saya memang mengatakan bahwa saya ingin keluar dan mencari taksi saja. Kenyataannya, saya dibawa ke bagian belakang terminal dimana banyak kendaraan diparkir, termasuk sejumlah taksi. Sejumlah taksi yang agak reyot tersebut jelas bukan taksi merek ratu. Saudara saya menginformasikan agar saya tidak nekad mencoba taksi merek lain yang aneh-aneh. Saya marah donk kepada bapak-bapak yang ada disini. Saya minta ditunjukkan jalan keluar, bukan jalan belakang dan dipaksa untuk menaiki taksi pilihan mereka. Parahnya lagi, areal belakang ini adalah jalan buntu. Saya harus kembali memutar lagi ke depan terminal. Supir taksi yang saya tolak tadi tampaknya gusar. Ia mengatakan bahwa semua taksi sama saja. Kemudian ia berbicara dalam bahasa Jawa yang kurang lebih artinya “Heran, nggak ngerti orang ini maunya apa”. Saya ngamuk lah. Saya tinggalkan orang-orang yang mengerubungi saya itu. Langsung saja saya keluar melalui pintu kedatangan terminal, bukan terminal keberangkatan. Saya akhirnya mendapatkan Taksi Ratu yang disarankan oleh saudara saya. Taksi Ratu ini mangkal bukan di dalam terminal, tapi di pintu keluar terminal. Anda harus berjalan sedikit untuk mendapatkan taksi ini. Taksi bermutu memang berbeda dengan taksi yang tidak punya kualitas pelayanan. Semenjak masuk saja, supir taksi sudah ramah dan membantu saya memasukkan barang-barang ke dalam bagasi dan kursi belakang. Penampilan Taksi Ratu dan supirnya juga sangat terawat, berbeda dengan taksi yang tidak jelas di dalam terminal tadi. Hiii. Tahukah anda, ternyata Sorogenen dan Terminal Tirtonadi cukup dekat. Tidak sampai berkilo-kilometer jauhnya. Yang lebih mengejutkan lagi, angka di argo hanya menunjukkan Rp. 12.500! Voila! Betapa besar margin keuntungan yang diambil oleh tukang ojek itu. Selamat Datang Di Kota Surakarta!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
saya udah cukup lama nggak ke solo tapi dulu sewaktu saya dari jogja mau ke wonogiri dengan turun di terminal tirtonadi di solo untuk berganti bus rasanya nggak separah itu deh. hehe..
ReplyDeleterasanya hampir semua terminal di indonesia seperti itu sih, di terminal purabaya surabaya juga sama parahnya apalagi dengan logat2 orang surabaya yang ketus2 jadi males saya naik bus dari atau ke surabaya.. hahaha..
tapi buat saya terminal yang cukup friendly adalah terminal giwangan di jogja. paling nawarin aja jasa ojek maupun taksi, kalo kita bilang mau naik bus kota atau transjogja biasanya malah ditunjukin kok jalannya.
terminal rajabasa di lampung yang termasuk terminal terbesar di sumatera juga cukup friendly sih buat saya, mungkin mereka hapal kalo muka saya orang sana jadi nggak pernah ditanya2in atau ditarik2. hehe.. padahal di terminal ini kalo ada penumpang yang turun bus dari jawa langsung diserbu, ditarik sana-sini, bahkan nggak ditanya mau kemana barang langsung dibawa aja. mereka sangat paham kalo orang2 tersebut bukan orang lampung.
Hmm...sebelumnya, saya mau tanya, memang Tri asli Lampung? saya pikir asli Surabaya. Hehehe...
ReplyDeleteIya sich, terminal di Indonesia banyak banget yang begitu. Beberapa ada yang masuk kategori parah, beberapa ada yang masuk kategori super parah. hahaha...Kalideres misalnya, begitu masuk terminal keberangkatan, tas saya langsung diambil dan dimasukkan ke salah satu bus. buset, hampir saja saya kira dia itu copet. Hahaha...
Mungkid di Magelang, saya ditempeeeellll terus sama tukang becaknya. Marketingnya sich oke banged. hehehe...Kefamenanu di TTU juga, begitu turun, langsung puluhan ojek motor memepet saya. Sampai saya pusing dan kabur. hahahaha...
SO far belum ada terminal yang bener-bener friendly buat saya. Kecuali Blok M sich. hehehe. Mungkin memang kita harus membiasakan diri kali yach? kesan pertama akan terminal biasanya memang nggak terlalu berkenan. Tapi kali kedua, ketika kita sudah terbiasa dengan trik-trik mereka, kita sudah serasa orang lokal, jadinya nggak bisa terlalu 'dikerjain' juga. hehehe...
Saya belum pernah ke Rajabasa. Padahal, denger2 itu merupakan salah satu yang cukup garang yang di Tanah Sumatera? hehehe...
Oh satu lagi, Arjosari dan Landungsari di Malang juga merupakan salah satu terminal yang menyenangkan. Orangnya nggak maksa dan alon alon :D
Thanks udah sharing yach Mas Tri...:)
bingung juga jawabnya. hehe..
ReplyDeletesaya lahir di lampung, besar di lampung, tapi keturunan jogja & solo. sekarang jadi warga jogja, tapi tinggal di surabaya. hehe..
terminal mungkid, disana emang nyebelin pernah sekali doang kesana. kalo rajabasa mah emang sarangnya penjahat, harus bener2 ekstra hati2 kalo disana. calo2 bus atau angkot yang suka narik2 itu bisa sekaligus merangkap jadi copet. hahaha.. terkadang kasihan kalo ngeliat bapak2 atau ibu2 dari jawa yang baru pertamakali ke lampung dan turun di rajabasa, sering banget dikerjain sama orang2 itu..
oalahhh...mixed and match. hehehe...berarti dirimu kaya akan kebhinnekaan dan bisa mewakili Indonesia nih. hehehe...
ReplyDeleteiya, sering tuh denger2 tentang Rajabasa >.< serem juga sich dengernya. mudah2an kalau suatu saat saya kesana, nggak terjadi apapun yang merugikan dech yach T_T.
waduh..ko parah banget ya mas...sekarang kondisinya sudah beda ko..menurut saya sekarang terminal solo lebih teratur dan ada ruang tunggu ac nya, taksi yang oke sekarang di Solo adalah taksi kosti dan taksi gelora. Bener, untuk menuju taksi yang oke harus jalan keluar terminal dulu, yang penting pasang tampang judes, nolak semua ajakan naik ojek ato taksi, pasti bakal selamat..hehe
ReplyDeleteWah baru tahu kalau terminal arjosari sama landungsari termasuk ramah, gak kebayang yg disebut nda ramah gimana, hehe... Cuma kalau di arjosari beli minuman mahal sekali, di minimarket harga 3rb, disitu dijual 7rb
ReplyDelete