Selamat Datang Di Polewali Mandar!

Akhirnya, saya menghabiskan waktu kurang lebih satu jam di terminal dengan berfoto-foto sampai akhirnya kijang yang menuju Polewali diberangkatkan. Kijang yang saya naiki pun tidak terlampau penuh dibanding angkutan Sengkang-Pinrang tadi. “Mungkin Pinrang-Polewali bukanlah jalur gemuk, barangkali”, pikir saya. Saya juga menyadari, di Sulawesi banyak sekali orang Jawa. Ada seorang bapak bertelpon ria di bagian belakang kijang dengan bahasa Jawa yang sangat kental. Ini juga menjelaskan kenapa warung masakan Jawa banyak sekali ditemukan di seantero Sulawesi.
Berbeda dengan rute Sengkang – Pinrang yang lebar dan mulus, jalanan Pinrang - Polewali memiliki ruas jalan yang lebih sempit dan hancur. Kondisi jalan yang lebih hancur jelas menghambat perjalanan. Beberapa kali, saya menemui kendaraan berat penghalus jalanan diparkir di pinggir jalan. Untung kendaraan yang saya tumpangi tidak terlalu penuh sehingga saya bisa beristirahat dengan baik di kursi depan. Hampir serupa dengan rute Sengkang - Pinrang, rute ini memiliki pemandangan hamparan sawah yang menghijau.
Terlebih Pinrang yang dikenal sebagai lumbung padinya Sulawesi Selatan, pemandangan sawah menghiasi hampir setiap sudut jalannya. Yang berbeda, nuansa pedalaman lebih terasa di tempat ini dibanding jalur Sengkang - Pinrang. Kebanyakan rumah yang terbangun di jalur ini adalah rumah dengan arsitektur Bugis. Nuansa jalan yang tercipta juga bukanlah jalan negara namun jalan kompleks. Sepinya ruas ini membuat saya berpikir demikian. Sesekali, pemandangan laut dan pantai muncul di sebelah barat jalanan, sesuatu yang tidak bisa kita lihat di Sengkang maupun Sidenreng.
Perpindahan propinsi dari Sulawesi Selatan ke Sulawesi Barat pun a la kadarnya. Tidak ada gapura megah atau apapun yang menunjukkan bahwa kita telah berpindah propinsi. Hanya sebuah tiang di kanan dan kiri yang bertuliskan 'Polman' alias Polewali Mandar, nama kabupaten baru ini, yang memisahkan Polewali dengan Mamasa.
Polewali Mandar merupakan kabupaten induk setelah pemekarannya, Mamasa memisahkan diri sekitar 8 tahun lalu. Uniknya, kita masih bisa menjumpai tulisan 'Polmas' alih-alih 'Polman' dimana-mana. Polmas sendiri adalah kepanjangan dari Polewali Mamasa, nama kabupaten ini sebelum mekar. Misalnya pada puncak tugu yang terdapat di perbatasan tersebut, tulisan besar pada bagian tengah tugu adalah 'Polman' namun lambang kecil yang berada di puncaknya bertuliskan 'Polmas’. Bukan hanya itu saja, masih banyak tempat di Polewali dan sekitarnya yang masih bertuliskan ‘Polmas’ dibandingkan ‘Polman’. Contoh paling gampang ya di Terminal Pinrang. Beberapa kijang berhenti di jalur yang bertuliskan ‘Polmas’. Beberapa plang jalanan di kota Polewali juga masih bertuliskan ‘Polmas’ sebagai identitas daerah, bukan ‘Polman’. Apakah karena hanya berbeda satu huruf maka dibiarkan saja yach? Hehehe... Mandar sendiri merujuk pada kelompok suku besar yang paling banyak ditemui di wilayah Pulau Sulawesi semenanjung sebelah barat mulai dari Pare-Pare, Pinrang, Polewali, Majene, Mamuju hingga Donggala, Sigi dan Palu.
Tidak terasa ada perubahan dari Pinrang ke Polewali. Bentuk sawah, rumah, pantai dan lingkungan alamnya hampir mirip. Tidak terasa ada perubahan berarti kecuali identitas ‘Sulawesi Barat’saja yang cukup eksplisit ditulis di hampir semua tempat yang mungkin. Cukup lama juga dari pinggiran Kabupaten Polewali hingga mencapai pusat kota. Polewali adalah kota pinggir pantai. Panas. Kota ini cukup terkenal sebagai salah satu pusat perhentian kendaraan yang berangkat dari Pare-Pare atau Makassar menuju Majene atau Mamuju. Hidangan yang banyak dicari disini tentu saja hidangan seafood. Polewali terkenal dengan hasil ikan lautnya. Pemandangan yang mendominasi disini adalah wilayah laut dan pantai. Ada sebuah pantai bernama Taman Bahari yang cukup panjang. Pantai ini tidak berpasir namun dibatasi dengan beton. Pantai ini sepi, mungkin karena kebetulan saat itu siang hari. Terminal Polewali terletak agak jauh di ujung kota. Namun, entah kenapa, kalau di Pinrang saya mendapati kesan terminalnya sepi, kalau di Polewali, saya mendapatkan kesan bahwa terminal ini terbengkalai, kalau tidak mau disebut tidak terpakai. Kendaraan yang saya naiki melewati terminal ini tampak hanya untuk formalitas saja. Padahal, di dalam terminal tuh tidak ada aktifitas apapun. Semua toko tutup, peron keberangkatan hancur atapnya dan tidak ada bus atau kijang apapun yang menunggu penumpang disini kecuali hanya lewat saja. Tidak terlihat juga ada satu atau dua orang yang menunggu di terminal ini. Saya sangat nggak menyarankan anda untuk nekad menunggu kendaraan di terminal ini. Kendaraan bisa dicapai dan dicari di bagian pusat kota koq. Kota Polewali sendiri cukup sepi, tidak begitu banyak terlihat keramaian walau banyak sekali bangunan bernuansa modern dibangun di tempat ini. Sayang, saya tidak memiliki banyak waktu untuk turun dan menikmati rumah makan hasil laut di Polewali. Begitu saya diturunkan di lokasi perhentian kijang-kijang ke Mamasa di Jalan Achmad Yani, saya langsung diserbu oleh para kenek kijang tersebut. Para kenek tersebut dengan bersemangat bertanya tujuan saya. Begitu saya menjawab “Mamasa”, langsung mereka menyambut saya, membawakan tas saya dan memasukkannya ke kijang terdekat yang siap berangkat. Saya tidak sempat makan, kijang langsung berangkat, naik gunung menuju Mamasa. Terpaksa, saya mengunyah beberapa potong biskuit untuk mengganjal perut. Saat itu sudah pukul 2 siang, saya tidak tahu akankah ada perhentian untuk mengisi perut atau tidak.
Perjalanan dari Pinrang ke Polewali sekitar 2 jam, dengan angkutan umum, dan kondisi jalanan yang tidak begitu baik. Apabila anda punya kendaraan sendiri dan jalanan yang berkondisi baik, mungkin kedua kota ini bisa ditempuh dalam waktu satu jam saja. Tidak ada objek menarik sepanjang perjalanan selain sawah dan rumah arsitektur Bugis dan pantai. Maklum, kedua kota ini sama-sama merupakan kota pinggir pantai yang berhawa panas dan kurang memiliki bentang alam. Wajar saja kalau jalanannya hampir lurus, tidak berkelok-kelok. Buat anda yang mau istirahat, sebaiknya istirahat di jalur ini. Waktu dua jam lumayan banget untuk menabung waktu tidur anda.

2 komentar:

  1. Mungkin butuh lebih fokus dan sensitif dengan berbagai keindahan.

    ReplyDelete
  2. Kereeeeen...!!! salam kenal mas saya dari Polewali mandar. Ohh iya mas sewaktu buka mbah Google saya lagi nyari2 referensi ttg baju adat mamasa tp nggak ketemu, eeh langsung kecentol ma Web nys mas Lomar Dasika. waktu lihat Rumah adat yang di bacaan "Selamat datang di Polewali mandar" saya ngalamin DEJAVU lho mas, ngambil gambarnya dimana tuh..??? Lain kali kalo ke Sulawesi Barat kabarin yaa mas, sy ajak keliling2 lihat2 tempat wisatanya..habisnya mas kebanyakan dijalan tulisannya..hehehehe

    ReplyDelete