Akhirnya, Estafet Terakhir Menuju Mamasa

Mulailah kijang yang saya tumpangi memasuki pinggiran kota dan yang mengherankan, memasuki jalur sempit diantara kampung-kampung penduduk. Apakah ini jalanan menuju Mamasa? Koq seperti ini? Kijang meliuk-liuk mengikuti kontur jalan yang diapit rapat rumah-rumah penduduk dan kebun. Cukup lama juga kijang melalui jalur ini sebelum akhirnya kijang kembali ke jalan besar dan bertemu dengan pos penjagaan. Saya nggak mengerti apakah ini pos terminal atau bukan namun para petugas yang meminta retribusi tersebut memang merupakan petugas Terminal Polewali. Selepas terminal, tak lama kijang mulai melalui jalur menanjak menuju pinggiran Polewali. Saya mulai terombang-ambing dalam kijang yang melaju. Untungnya suhu udara cukup sejuk karena memang sudah masuk daerah lereng pegunungan.
Tak lama, kijang berhenti di pinggir lereng gunung, masih di daerah Kabupaten Polewali Mandar. Kijang berhenti di tepi kios penjual Langsat, buah sejenis duku asal Sulawesi yang berasa masam dan kecut namun segar dan konon tidak akan membuat sakit perut lantaran rasanya. Cita rasa buah ini khas dan unik. Kami semobil akhirnya pesta langsat di tepi jalan tersebut. Kesempatan ini juga digunakan oleh para penumpang untuk buang air kecil/besar. Langsat tersebut dijual cukup murah, Rp. 5.000/kilonya. Pohon langsat ternyata tumbuh cukup banyak di tempat ini. Di tepi lereng gunung ini, di kanan dan kiri bisa ditemukan banyak sekali pohon langsat. Para ibu penjual tersebut memang memanen buah ini dari lereng di sekitar gunung ini. Walaupun terkesan liar, namun pohon ini diberi pupuk juga untuk menyuburkan pertumbuhannya.

Kijang mulai melanjutkan perjalanannya lagi. Kali ini, matahari sudah benar-benar tertutup awan. Suhu udara sudah benar-benar turun di tempat ini. Saya tertidur beberapa kali dan terbangun ketika memasuki pintu gerbang Mamasa yang terletak di tengah perlintasan di tengah gunung. Pintu masuk ini terletak di ketinggian, menunjukkan wilayah Mamasa yang dibatasi dengan gunung, tanpa memiliki wilayah laut. Saya kembali tertidur lagi dan terbangun di Messawa, kecamatan pertama di Mamasa pada jalur Polewali-Mamasa. Messawa tertutup kabut dan terletak di ketinggian. Perbukitan yang menutupi pusat desa tampak tertutup kabut tebal. Hujan sudah turun rintik-rintik. Messawa sudah cukup dingin. Kijang berhenti disini untuk makan siang. Seusai kami semua makan siang, hujan sudah turun dengan sangat derasnya. Kami semua meneruskan perjalanan dalam curahan hujan yang sangat deras. Saya memilih untuk tidur karena hampir tidak bisa melihat apapun di luar sana selain curahan air. Jalanan pegunungan yang berkelok dan cukup buruk membuat mobil terombang-ambing sepanjang perjalanan. Sayang sekali. Padahal, jalur pegunungan Polewali-Mamasa harusnya sangat indah dan sejuk. Karena hujan, saya tidak bisa menikmati pemandangan di sekitar jalan yang saya lalui. Saya hanya melihat air-air dan air saja selama berjam-jam lamanya. Bosan juga. Kapan perjalanan ini akan berakhir? Hari sudah menjelang sore ketika kijang masuk pinggir kecamatan Mamasa. Mulailah sejumlah penumpang turun di beberapa titik di tempat ini. Kijang ternyata melakukan tugasnya dengan baik, semua penumpang diantarkan tepat hingga ke depan rumahnya, kecuali untuk daerah sangat pedalaman yang tidak bisa dijangkau mobil. Saya termasuk dalam penumpang yang paling terakhir turun karena berhenti di Kota Mamasa. Sebagian besar penumpang turun di kecamatan-kecamatan awal seperti Messawa, Sumarorong, Tandukkalua dan Balla. Saya tiba di pusat kota ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Ada dua orang penumpang lain yang turun berbarengan dengan saya di kota ini. Hujan masih turun dengan cukup lebatnya di pusat kota. Kota Mamasa adalah titik terakhir pemberhentian kijang yang saya tumpangi ini. Selepas Kota Mamasa, hampir tidak ada jalan yang lebih bagus lagi dari jalan yang saya lalui untuk menuju wilayah lain di Sulawesi Barat (padahal jalur pendakian tadi sudah cukup buruk loch). Dari Mamasa, ada akses jalan setapak (bisa dilalui sepeda motor) menuju Toraja dan akses jalan menuju Mamuju di sebelah barat.

Walaupun ‘hanya’ berjarak 90 KM, Polewali dan Mamasa harus ditempuh dalam waktu 5 jam perjalanan. Artinya, kecepatan rata-rata kijang berkisar 18 KM/jam. Sangat rendah. Bandingkan dengan jarak Jakarta – Bandung via Cipularang yang bisa ditempuh dalam waktu dua jam (kadang-kadang hanya 50 menit!) walaupun berjarak 120 KM. Rendahnya kecepatan kendaraan di jalur ini disebabkan oleh medan pegunungan yang terjal (sisi timur Pegunungan Quarles) dan rusaknya hampir sebagian besar kondisi jalan (berlubang-lubang dan hancur berlumpur). 5 jam perjalanan tersebut sudah mencakup istirahat, buang air dan menikmati langsat di Polewali, serta makan siang di Messawa. Kalau anda melewatkan semua ini, mungkin jarak Polewali-Mamasa bisa ditempuh dalam 3 - 4 jam kali yach? Kondisi ini jelas jauh lebih baik dibandingkan sekitar 8-10 tahun lalu. Waktu itu, saat pembentukan awal Kabupaten Mamasa, untuk jarak yang sama, waktu yang dibutuhkan sekitar 9-10 jam, bahkan 12 jam pada kondisi hujan deras. Oh yah, ruas Polewali-Mamasa ini tergolong rawan longsor. Timbunan tanah pegunungan bisa saja menutupi satu-satunya jalur antara Polewali dan Mamasa. Ditambah dengan jalanan yang becek dan liat oleh tanah, semakin susahlah akses transport kedua kota ini. Sejumlah angkutan umum bus tercatat melintasi jalur ini yakni Makassar – Mamasa, Makassar – Nosu, dan Mamasa – Toraja. Untuk rute Polewali – Mamasa, kendaraan penghubung yang tersedia hanyalah kijang saja. Kijang ini beroperasi 2x sehari, pagi dan siang saja. Pada pagi hari, kijang berangkat sekitar pukul 8 atau 9. Pada siang hari, kijang berangkat pukul 2 dan tiba di Mamasa pada pukul 7 malam. Jangan harapkan ada angkutan malam yang akan membawa anda keluar dari Mamasa. Selepas pukul 7 malam, kijang yang berhenti di Polewali atau Mamasa akan menghabiskan malam disana dan baru beroperasi keesokan harinya kembali. Pastikan hitung waktu kunjungan anda agar tidak kemalaman di jalan.

2 komentar:

  1. hi,

    sekedar ingin tau, apa di Mamasa ada bandara yang punya penerbangan ke Makassar?

    ReplyDelete
  2. sayangnya tidak :)

    Bandara di surrounding area hanya ada dua :
    1. Bandara Pasangkayu di Mamuju, akses jalan menuju Mamasa lebih buruk dan lebih sukar dibanding melalui Polewali. (sekitar 8 jam kalau ga salah) (Lion Air melayani rute Makassar - Mamuju, tapi gak setiap hari)
    2. Bandara Rantetayo di Tana Toraja, dari Rantetayo, perjalanan sekitar 10-12 jam harus turun gunung dulu :D (SMAC kayaknya melayani rute Makassar - Toraja, selasa dan jumat jam 11 siang, namun banyakan cancelnya :D)

    hihihi...akses paling gampang ya lewat Polewali memang :D

    ReplyDelete