Waktu sudah beranjak siang nich. Saya sudah menyelesaikan tugas pertama saya di Soppeng : melihat kelelawar. Dengan sangat menyesal saya harus melewatkan Lejja dan Ompo lantaran keterbatasan waktu. Saya harus bergegas ke kota berikutnya yang berjarak 1 jam perjalanan dari Watansoppeng, Sengkang. Dan saya pun kembali ke terminal Soppeng yang sepi. Hampir sama seperti saat kedatangan, hampir tidak banyak keramaian di Terminal Soppeng yang kecil dan sepi ini. Sejumlah peron rute tampak kosong tidak terisi angkutan sama sekali. Sejumlah peron yang terisi kendaraan tidak memiliki supir. Saya segera bergegas menuju ke Kijang jurusan Sengkang yang untungnya sedang menunggu penumpang. Sialnya, penumpang yang ditunggu masih sedikit termasuk saya. Seperti halnya kijang di Sulawesi Selatan, umumnya mereka nggak akan berjalan kalau penumpangnya masih sedikit. Maka, saya pun menunggu di terminal selama kurang lebih setengah jam. Sang supir duduk-duduk santai sambil mengobrol dengan penghuni terminal lain sambil merokok dan ngemil. Ia tampak tidak terburu-buru atau panik melihat angkutannya tidak kunjung terisi penumpang. Hidup harus dinikmati, mungkin filosofinya begitu kali yach? Sambil menunggu, daripada jadi bete sendiri, saya berjalan berkeliling terminal untuk melihat keadaan sekeliling. Ternyata, ada pasar dan kios-kios di bagian belakang Terminal Soppeng loch. Ramai juga tampaknya.
Untungnya, walaupun Terminal Soppeng tampak kecil dan sepi, penumpang yang menuju Sengkang terus saja berdatangan dan sedikit demi sedikit memenuhi kijang. Hmm... mungkin jalur Watansoppeng-Sengkang adalah jalur yang gemuk yach? Sebelumnya, saya telah memplot tempat duduk agar mendapat tempat duduk yang enak di dalam kendaraan. Saya meletakkan barang-barang saya di tempat duduk yang persis di belakang supir. Ini menjadi semacam kebiasaan, bahwa plotting tempat duduk sebaiknya dilakukan saat kendaraan masih kosong. Biar bisa dapat tempat duduk yang enak, sebaiknya pilih tempat dan menunggu lebih lama dulu. Sang supir sempat pergi sambil membawa barang-barang saya untuk menjemput serombongan penumpang. Waduh, saya sempet panik juga, jangan-jangan barang saya dibawa kabur. Habis dech, saya nggak punya baju sama sekali untuk seminggu ke depan. Sang supir sich bilang, nanti ia akan kembali, ia hanya menjemput penumpang saja. Untungnya, supir tersebut menepati janjinya. Hehehe. Ia kembali lagi ke terminal sambil membawa beberapa orang penumpang di dalam kendaraannya. Segera, tanpa membuang waktu lagi, kijang melaju ke timur laut, arah Sengkang. Saya duduk di tempat favorit, posisi belakang supir dengan pemandangan yang terbentang lebar.
Perjalanan ini akan ditempuh dalam waktu satu jam. Sepanjang perjalanan, saya banyak menjumpai areal persawahan yang sangat luas dan hijau (beberapa menguning). Maklum, Soppeng kan dikenal sebagai 6 besar lumbung padi Sulawesi Selatan bersama dengan Bone, Sidenreng Rappang, Wajo, Sengkang, dan Luwu. Jadi, nggak heran kalau kita akan banyak menyaksikan areal persawahan yang sangat luas di 6 kabupaten ini. Agak berbeda dengan perjalanan sebelumnya, rute dari Soppeng ke Sengkang cukup lurus dan datar. Hampir nggak ada liukan berlebihan atau tanjakan dan turunan curam khas pegunungan. Walaupun dikelilingi pegunungan, namun dua kota ini terhubung dalam jalur yang datar. Pemandangan paling umum yang bisa disaksikan adalah sawah dan ruko serta perumahan. Pemandangan yang saya lihat ini mencitrakan kedua kota ini sebagai kota yang cukup modern.
Angkutan antar kota di bagian Sulawesi Selatan area tengah dan timur kebanyakan adalah kijang. Hanya kijanglah yang bisa membawa saya dari Watansoppeng ke Sengkang. Pete-pete tidak cukup jauh untuk bisa membawa saya ke Sengkang. Pete-pete hanya bisa membawa saya sampai tepi batas Soppeng saja. Kijang yang saya gunakan adalah kijang hampir terakhir untuk hari itu. Kemungkinan, sekitar jam 3 atau jam 4 nanti sore ada satu kijang terakhir yang membawa penumpang dari Watansoppeng ke Sengkang. Pada saat malam, tidak ada lagi angkutan kijang di rute ini. Angkutan kijang terbanyak bisa ditemukan pada pagi hari. Menjelang siang hari, angkutan mulai menguap dan hanya tersisa segelintir saja. Untuk rute Watansoppeng – Sengkang, saya hanya cukup membayar Rp. 13.000 saja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment