Segera, setelah saya mandi membersihkan keringat berkat seharian perjalanan, saya berjalan kaki mengelilingi pusat kota Sengkang. Ternyata, kehidupan masyarakat Sengkang berpusat di Sungai Walannae (selain di terminal dan pasar tentunya). Sungai ini membelah Kota Sengkang namun tidak menjadi persis dua bagian. Bagian yang lebih maju dan lebih ramai berada di wilayah timur laut. Wilayah barat daya tampaknya tidak terlalu berkembang pada masa pengamatan saya. Sungai Walannae yang cukup bersih -walaupun tidak bisa disebut jernih tersebut- menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Sengkang. Dalam perjalanan, saya sering melihat perahu kelotok (dalam bahasa Bugis Sengkang, disebut Ketinting) berjalan menyusuri sungai, nelayan sederhana menangkap ikan dengan jala, dan beberapa warga mandi-mandi di sungai. Sungai ini berhulu di Enrekang atau tepatnya Gunung Rantemario dan Gunung Latimojong dan berhilir di Danau Tempe. Penduduk sekitar banyak memanfaatkan waktu sore hari mereka untuk berjalan-jalan, berolahraga, bermain, makan dan menikmati pemandangan di tepi sungai -yang secara mengejutkan- telah dibeton dengan rapih. Aneka kegiatan masyarakat bisa disaksikan di pinggir sungai ini. Menjelang malam, banyak sekali warung-warung makanan gorengan dan minuman ringan yang bermunculan di tepi sungai. Nggak ketinggalan, ada tempat karaoke yang mengumandangkan lagu-lagu pop masa kini. Disinilah tempat dimana warga Sengkang menghabiskan malam mereka.
Sebuah jembatan suspensi kecil berwarna kuning yang hanya bisa dilalui becak motor tampak membelah sungai ini. Sayang, ukurannya yang terlampau kecil tidak memungkinkan kendaraan besar untuk lewat. Jembatan ini menghubungkan Kota Sengkang dengan wilayah di barat daya sana. Saya tidak sampai menyusuri kota hingga ke bagian sana sebab sepenglihatan saya, bagian kota barat daya tampak seperti sawah dan kebun saja. Rumah saja hanya terlihat beberapa. Ketika becak motor mau melewati jembatan suspensi ini, semua (becak motor dan orang) harus menunggu di ujung satunya agar si becak motor bisa keluar. Jembatan ini juga mudah sekali berayun-ayun, tampaknya tidak begitu kuat untuk menahan beban yang terlampau berat. Berhati-hatilah menyebrang jembatan ini. Apalagi, seorang anak kecil berkata bahwa di Sungai Walannae ada buayanya. Waduh, beneran ada nggak tuh? Tapi banyak juga warga yang mencari ikan, mencuci, mandi di sungai, hingga melakukan aktifitas (maaf) kakus di sungai itu. Apa iya, ada buaya di dalam sana?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment