Stasiun Purwokerto adalah salah satu stasiun besar yang ada di Pulau Jawa. Stasiun ini masuk dalam jalur lintas selatan Pulau Jawa. Anda akan berjumpa dengan Purwokerto kalau anda naik kereta dari Jakarta menuju Yogyakarta, Solo, atau Malang. Purwokerto dengan ketinggian 75 meter di atas permukaan laut adalah kota wisata yang terletak di kaki Gunung Slamet, jalan masuk lokasi wisata Batu Raden. Terletak di dataran rendah, Purwokerto bersuhu panas namun menerima angin gunung karena berada di lereng. Dengan jarak tidak terlalu jauh, anda sudah bisa mencicipi udara sejuk pegunungan di Baturaden.
Disinilah saya, di Purwokerto, mencari jalan untuk pulang ke Jakarta. Saya membuang tiket Semarang – Jakarta saya pada esok hari (nggak bener-bener dibuang sich, saya mau refund). Saya membuang satu hari ekstra waktu perjalanan saya. Saya melewatkan kesempatan melihat kota dan destinasi menarik sepanjang perjalanan. Intinya, saya mau pulang, saya benar-benar mau pulang. Apapun caranya saya harus pulang. Kereta lah yang pertama terlintas di benak saya. Apabila tidak mendapatkan kereta, saya mungkin akan naik bus malam dari Purwokerto menuju Jakarta. Pokoknya, saya harus pulang saat ini. Saya capek, saya letih, saya ketakutan, saya trauma, saya tidak memiliki mood lagi untuk bertualang. Saya akan pulang.
Saya tiba di Stasiun Purwokerto sekitar pukul 10 malam. Sepanjang perjalanan, kota yang cukup besar ini menawarkan pemandangan menarik untuk saya, sebenarnya. Kota ini banyak memiliki bangunan tua peninggalan era kolonialisme. Bahkan, di depan stasiun sekalipun terdapat sejumlah bangunan tua yang menarik untuk dikunjungi. Sayang, hujan cukup deras membuat saya tidak bisa kemana-mana, hanya di stasiun saja. Dalam perjalanan saya menuju stasiun saja, saya terkungkung di bawah jas hujan yang cukup bikin tersiksa. Yah, walaupun tersiksa, yang penting nggak kena hujan dech. Oh yah, ada biaya tiket masuk ke Stasiun Purwokerto sebesar Rp. 1.500.
Cari punya cari, ada satu kereta yang bisa membawa saya ke Jakarta pada malam itu. Bima, dari Surabaya yang melewati jalur selatan akan melewati Purwokerto pada pukul 00.30 pagi! Harga tiket Rp. 170.000, dan saya tidak memiliki pilihan lagi. Saya ambil tiket tersebut lantaran kursi tinggal tersisa beberapa lagi. Purwokerto – Jakarta akan ditempuh dalam 6 jam dengan kereta. Sekarang masih pukul 10 malam, masih 2.5 jam lagi nich. Ngapain yach?
Seusai mendapatkan tiket, saya segera berkunjung ke cafe Stasiun Purwokerto untuk makan malam. Pilihan sich ada banyak, namun harganya cukup mahal menurut saya untuk ukuran Purwokerto, hehehe. Menu yang ditawarkan bervariasi (dan mahal) namun kebanyakan adalah menu makanan western dan Eropa. Akhirnya, saya memesan nasi goreng dengan pertimbangan harganya masih cukup masuk akal dibanding menu-menu lainnya, walaupun sudah cukup tinggi untuk ukuran Purwokerto (Rp. 25.000). Apa boleh buat, makanan terakhir yang saya makan adalah Nasi Rames Tirtonadi Solo tadi pagi. Karena terlalu asik berjalan-jalan, saya menunda makan dan akhirnya saya tidak sempat mencicipi makanan lagi lantaran waktu yang teramat sempit antara Muntilan – Borobudur dan Purwokerto.
Menjelang pukul setengah dua belas malam, saya beranjak masuk ke dalam peron stasiun. Seperti biasa, untuk non penumpang, akan dikenakan biaya peron. Namun untuk penumpang, cukup menunjukkan tiket keberangkatan saja. Stasiun Purwokerto, seperti layaknya stasiun-stasiun besar di Pulau Jawa adalah stasiun dengan banyak jalur rel. Jalur rel yang terkenal di tempat ini tentu saja yang menghubungkan Cirebon dengan Kroya. Cirebon adalah stasiun utama pemecah jalur utara maupun jalur selatan Jawa sementara Kroya adalah stasiun penyambung antara jalur utara dengan jalur selatan Jawa. Executive Lounge Kayu Manis adalah lokasi yang saya gunakan untuk beristirahat dan menunggu kereta Bima datang dan mengangkut saya ke Jakarta. Executive Lounge ini gratis untuk anda pengguna kereta eksekutif. Seandainya anda nggak makan sekalipun, hanya duduk saja, tidak menjadi masalah. Di dalam executive lounge ini ada cafe tempat memesan makanan juga koq. Kalau anda mau oleh-oleh khas Purwokerto, coba dech jalan-jalan keluar ke peron keberangkatan. Disana banyak orang menjajakan getuk goreng yang dibungkus dengan kotak anyaman pandan, dan di tempat lain anda bisa menjumpai mendoan. Wow, saya sich tertarik untuk belanja ini itu, bahkan saya sempat diberi getuk goreng gratis untuk tester. Sayang, mata saya sudah tinggal sekian watt saja. Saya sudah tidak bisa beraktifitas lebih banyak lagi. Saya sudah letih dan menyeret langkah saya masuk ke dalam kereta. Saya duduk di kursi saya, meletakkan barang-barang saya, menyelimuti tubuh dengan selimut dan tertidur, sampai di Jakarta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ternyata gara2 kejadian itu bener2 ngilangin mood jalan2 ya..
ReplyDeleteweitzz itu nasgor mahal amat 25 ribu, lebih mahal daripada yang saya beli di kereta kemaren euy, masih lebih mahal juga daripada nasi goreng atau nasi lemak di penerbangan airasia.. hahaha..
hahaha...banged...saya sampai takut buat jalan-jalan lagi. takut masuk ke wilayah terpencil lagi. takut ke wilayah non turis lagi. fiuh, untungnya cuma sebentaran saja. lewat beberapa hari, trauma itu sudah bisa dihilangkan. hehehe.
ReplyDeleteiyah T_T nasgor 25rebu. tapi saya harus makan karena perut saya cuma terisi nasi rames Tirtonaid jam 7 tadi pagi. Entah memang enak sekali atau karena saya sangat lapar, nasi goreng ini enak sekali loch. saya nggak bisa belanja ke depan stasiun juga lantaran hujan deras...hehehe
eh...saya omong-omong belum pernah tuh nyobain makanan inflight di dalam AirAsia. hahaha...pokoknya kalau nggak gratis dan nggak terpaksa, nggak mesen dah...wakakakak
saya juga ada pengalaman sendiri di stasiun purwokerto,tapi waktu itu datangnya gak sendirian melainkan dgn seseorang yg lagi dekat. ahahaha. sori jadi curcol
ReplyDeleteweisss....hahaha....curcol nich :p
ReplyDeleteJudulnya, "Di Purwokerto Cintaku Bertaut"
hihihihi
wah laen kesempatan luangkan waktu jalan² ke Purwokerto agak lama.2 ato 3 ( saya yakin bakal kurang ). anda akan merasakan suasan yg berbeda dr tempat laen. terutama makanannya. mgk itu rejeki yg punya cafe anda beli nasgor dg hrg sekian..hehehe
ReplyDeletesaya bukan asli Purwokerto, tetapi mempunyai saudara di sana dan akhirnya menemukan jodoh disana pula...hehehehe
bahkan teman sekantor ada yg berencana pensiun homestay disana kelak. pdhl cm disana 2 hari, pd saat mendatangi acara pernikahan saya :)
Halo Sdr. Andy Soesilo!
ReplyDeleteSebelumnya terima kasih banyak sudah datang berkunjung yach :)
Sekilas, Purwokerto memang alon alon dan sejuk. Hehehe. Pastinya, saya akan maksimalkan waktu saya selama di Purwokerto walau 2-3 hari nggak cukup. Saya harus ke Baturaden, Guci, Sokaraja, Gunung Slamet dan banyak tempat-tempat menarik di seputaran Purwokerto :D
Soal makanan, kayaknya memang mendoan tuh salah satu yang bikin kangen yach. Iyah, mungkin saja itu rejekinya café tempat saya menikmati nasi goreng itu. Hehehehe.
Wah...syukurlah sampai menemukan jodohnya di Purwokerto. Hmm...komentar saya sebelumnya masih berlaku nich : "Di Purwokerto Cintaku Bertaut"