Segera, saya diantar kembali ke Kota Mamasa yang masih diguyur hujan rintik-rintik. Kegiatan perekonomian disini cukup aktif. Banyak toko buka hingga malam hari. Seperti khasnya wilayah pegunungan, kalau hujan, biasanya justru hawa tidak terlalu dingin. Kebalikannya, kalau tidak hujan, justru hawa menjadi sangat dingin. Nah, berhubung malam itu hujan turun terus tiada henti dan saya kebasahan, alhasil, saya tetap merasa dingin. Hehehe.
Saya sempat berkeliling ke toko selular untuk membeli kartu perdana baru untuk digunakan selama di Mamasa. Hanya beberapa operator saja yang mampu hidup di Lembah Mamasa ini, yakni Telkomsel dan Indosat. Ini bukan iklan loch. Telkomsel mengklaim dirinya memiliki jangkauan dan jaringan terluas di Indonesia dan itu benar adanya. Indosat, walaupun memiliki cakupan yang hampir sama luasnya, namun kenyataannya pada beberapa tempat hanya Telkomsel saja yang masih mampu memancarkan sinyal kehidupan ponsel. Kebetulan, operator yang saya gunakan tidak bisa menangkap sinyal sama sekali. XL memang masih memiliki keterbatasan jaringan untuk untuk wilayah Timur Indonesia. Umumnya, hanya kota-kota besar di Indonesia Timur saja yang baru terlayani jaringan XL. Wilayah Mamasa belum didukung oleh XL. Di Sulawesi Selatan ini, sinyal ponsel saya hidup mati antara beberapa kota. Sinyal XL menyala di Watansoppeng, Sengkang, dan Polewali. Sinyal XL mati di Camba, Bone, Pinrang dan Mamasa.
Kemudian saya kembali melanjutkan berkeliling kota. Areal Simpang Tiga yang banyak dipenuhi tukang ojek pun ramai hingga dini hari. Di simpang tiga ini, ada banyak penjual makanan loch disini. Aneka gorengan dan cemilan kalau-kalau anda lapar pada malam hari, ada juga disini. Sempatkan main-main ke area ini untuk menikmati kue terang bulan! Sayang, saya nggak menemukan kue khas Mamasa dijajakan disini. Kota Mamasa berukuran cukup kecil, bisa habis dijelajahi dalam waktu setengah jam saja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
yah artikelnya bagus juga
ReplyDelete