Tepat jam 9, kijang siap diberangkatkan. Seperti dugaan saya, kijang tersebut masuk kategori penuh (untuk saya, kategori dipadatkan!). Saya duduk berdua dengan seorang gadis di bangku depan. Saya agak terdesak ketika sang supir bolak balik mengganti gigi kendaraannya. Namun, tampaknya sang supir tidak begitu keberatan dengan hal ini. Perjalanan yang memakan waktu sekitar 2 jam ini melewati Kecamatan Tempe, lokasi masuk objek Danau Tempe yang kemarin saya lalui. Sepanjang perjalanan, saya menyaksikan banyak sekali sawah di pinggir jalan. Saya sudah bilang sebelumnya kalau Wajo termasuk dalam 6 besar penghasil padi di Sulawesi Selatan yach. Perjalanan yang lumayan jauh ini melalui Kota Rappang dan Sidenreng. Keduanya masuk dalam Kabupaten Sidenreng Rappang. Dari Sidenreng, kijang yang saya tumpangi tidak turun menuju Pare-Pare namun langsung menuju Pinrang. Sisa perjalanan saya habiskan dengan tidur di angkutan karena panas yang lumayan menyegat. Ditambah dengan pemandangan rumah dan ruko sepanjang jalan membuat saya tambah mengantuk.
Akhirnya, angkutan kijang memasuki Terminal Pinrang. Lagi-lagi saya harus menunggu lantaran kijang menuju Polewali belum penuh. Sebenarnya ada kijang lain atau bus yang bisa langsung menuju Mamasa dari Pinrang. Persoalannya, kijang atau bus tersebut hanya ada nanti menjelang sore. Para awak angkutan yang berada di terminal pun tidak bisa menjamin kedatangan atau ketersediaan angkutan tersebut. Solusi yang paling baik tentu saja tidak menunggu angkutan harapan yang nggak jelas tersebut tapi langsung menuju Polewali. Dari informasi yang saya cari, memang sejumlah bus melayani rute Makassar - Mamasa atau Makassar - Nosu. Nosu adalah daerah di dalam Kabupaten Mamasa yang berlokasi lebih tinggi daripada Kota Mamasa. Apabila ingin ke Kabupaten Mamasa, saya bisa memanfaatkan angkutan tersebut, tinggal berhentikan di tengah jalan saja. Hanya saja, jadwal yang tidak pasti dan keterbatasan jumlah angkutan membuat saya tidak mau berandai-andai. Lebih baik saya menunggu angkutan yang paling pasti saja yakni ke Polewali sebab di Polewali banyak sekali angkutan menuju Mamasa. Saat itu baru pukul 11 siang. Beberapa rumah makan tampak berjejer di tepi terminal, menjajakan aneka makanan. “Belum waktunya makan siang”, pikir saya. Mungkin saya akan makan siang di Polewali saja sambil menunggu angkutan ke Mamasa naik.
Sekilas pandangan terhadap Pinrang, Pinrang adalah kota yang sepi. Terminal antar kotanya pada siang itu hanya tampak segelintir orang saja. Kemana orang-orang yach? Beberapa kios yang berada di sekeliling terminal tampak tutup dan tidak ada keramaian atau aktifitas apapun. Sejumlah peron tampak terisi satu kendaraan, berjaga dan tidak diisi satu penumpang atau supir sekalipun. Sejumlah peron lainnya bahkan tampak kosong, tidak terisi satu kendaraan pun. Beberapa supir angkutan tersebut kebanyakan duduk-duduk bersantai, mengobrol, bermain catur dan beristirahat. Tidak ada yang serba terburu-buru disini. Semua serba santai. Buat anda yang terburu-buru, jangan dibawa stres yach. Inilah ritme kehidupan di Sulawesi, terutama Pinrang. Kalau anda mau buru-buru, mungkin anda bisa mempertimbangkan kendaraan carteran. Saya sendiri akhirnya membunuh waktu dengan memfoto bangunan terminal yang sangat standard ini, tanpa ciri khas Pinrang sama sekali. Menariknya, bangunan terminal ini dihuni oleh puluhan burung pipit yang tampaknya bersarang di dalam bagian plafon. Jadinya, memfoto objek burung pipit adalah kegiatan utama saya di tempat ini sampai kendaraan menuju Polewali beranjak.
Pinrang, yang terletak di bibir kaki Sulawesi sebelah barat adalah pintu gerbang Sulawesi Selatan menuju Sulawesi Barat, mulai dari Polewali, Mamuju, Majene, dan Mamasa. Untuk mencapai kota-kota di pinggir pesisir Sulawesi Barat tersebut, Pinrang adalah kota favorit yang bisa diandalkan selain Palu dan Donggala di sebelah utara. Pinrang bisa dicapai dengan mudah dari Pare-Pare sekitar 1-1,5 jam lamanya. Pinrang juga merupakan kota persinggahan bagi angkutan dari Mamasa menuju tana Toraja atau sebaliknya. Selama belum terhubung jalur langsung antara dua wilayah bertetangga tersebut, Pinrang akan tetap selalu disinggahi oleh transportasi antara dua kabupaten tersebut. Sebagai kota penghubung pesisir Sulawesi Barat, Pinrang juga mudah dicapai dari kota-kota besar di Sulawesi Selatan bagian tengah seperti misalnya Sengkang, Sidenreng, Rappang, Enrekang, Watampone, Barru, dan Pare-Pare. Satu lagi, kendaraan antar kota umumnya akan habis menjelang sore, kecuali anda masuk kategori sangat-sangat-sangat beruntung bisa memberhentikan bus Makassar – Mamasa, Makassar – Majene, Makassar – Mamuju, Makassar – Polewali yang kebetulan melintasi tempat ini. Berhubung Pinrang tidak dilalui oleh Jalur Trans Sulawesi, jangan berharap ada bus Makassar – Tana Toraja yang lewat di tempat ini yach. Agar aman dan tidak terjebak di Pinrang, sebaiknya anda mencari angkutan sebelum malam tiba.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Iya terminalnya terminal kelas B tapi sepi, mestinya kelas c
ReplyDeleteKelas C artinya lebih sepi lagi dan lebih kecil yach? Terima kasih untuk masukan dan mampirannya yach :)
ReplyDelete