Saya menghabiskan sore itu dengan berkeliling Kota Mamasa untuk menemukan foto-foto kota yang menarik. Saya mendaki bukit kecil di tepi kota untuk memfoto gereja tua, pergi ke tengah jembatan baru berbentuk busur, kegiatan pemuda yang sedang bermain bola sore hari di lapangan kota, bebungaan yang tumbuh di sekitar Mamasa, dan sekelompok anak pramuka yang sedang latihan menari dengan kostum adat Mamasa. Ketika sore hari telah tiba (sekitar pukul setengah 6), saya mulai berjalan kaki menuju Kole. Untung masih ada sinar matahari yang mulai terbenam sehingga saya masih ditemani oleh cahaya, yang berguna untuk menghindarkan kaki dari benaman lumpur jalanan. Pemandangan sore hari sesaat setelah matahari terbenam di Mamasa ternyata indah. Semburat warna jingga dan lembayung memenuhi langit dengan latar perbukitan dan sungai. Saya terus berjalan hingga kurang lebih 1 jam lamanya. Sebaiknya sich, usahakan untuk tidak terlalu sore juga berjalan menuju Kole agar anda tidak terperangkap malam di tengah perjalanan. Jam 5 atau maksimal setengah 6 sudah lebih dari cukup untuk memulai perjalanan. Perjalanan bisa saja akan lebih mengesalkan saat Mamasa sering dilanda hujan. Jalanan yang anda lalui akan berubah menjadi kubangan. Sepanjang perjalanan, anda akan bertemu dengan beberapa penduduk yang rumahnya berada di jalur Mamasa – Kole. Saya tiba di Kole saat sudah cukup gelap dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah 7. Kole sudah cukup ramai dikunjungi pengunjung. Saya mulai saja kegiatan berendam saya di salah satu kolam. Sebenarnya, menyenangkan kalau ada partner yang bisa diajak berendam sambil mengobrol. Namun, ada anjuran bahwa tidak boleh berlama-lama berendam di Kole karena alasan kadar belerang. Waktu satu jam sudah lebih dari cukup untuk menikmati rendaman air panas di Kole. Seandainya lebih dari satu jam, dikhawatirkan anda bisa keracunan belerang karena memang, terkadang hawa belerang yang menguar cukup tajam.
Nah, seusai berendam dari Kole, anda harus membasuh tubuh anda lantaran kolam digunakan oleh banyak orang. Tentu, untuk menghindari gatal-gatal, sebaiknya anda membasuh tubuh anda dan menggosok dengan sabun. Jangan kuatir, tersedia air untuk bilas koq disini. Yang disayangkan dari Kole adalah minimnya lampu penerangan, toilet yang terletak di bagian belakang kolam (menghadap Sungai Mamasa), dan tidak memiliki cahaya penerang sama sekali. Kalau nggak kebelet-kebelet amat, saya sarankan anda cari toilet lain saja dech. Jangan lupa bayar biaya Rp. 5.000 sebagai retribusi di pintu keluar. Walaupun di pengumuman yang ditempel di dinding mengisyaratkan bahwa tiket masuk deasa Rp. 6.000 dan anak-anak Rp. 5.000, namun kenyataannya penjaga pintu menerima begitu saja Rp. 5.000 yang anda berikan tanpa bertanya-tanya lebih lanjut
Ternyata, saya salah besar dengan nekad berjalan kaki menembus malam dari Kole hingga di Mamasa Kota. Saya pikir, jarak sejauh 3 KM akan dapat ditempuh dengan mudah dengan berjalan kaki. Ternyata, saya harus melalui 3 KM jalanan tanpa penerangan sama sekali, hanya sesekali melintasi rumah yang bercahaya remang-remang dengan hutan dan perbukitan di sisi selatan. Parahnya, saya nggak bisa melihat jalan sama sekali lantaran benar-benar gelap total. Saya nggak bisa membedakan mana kubangan, mana jalan mulus walaupun saya sudah mencoba menghafalnya tadi pada saat keberangkatan. Parahnya lagi, anjing-anjing yang ada di hampir setiap rumah tampaknya terangsang oleh kehadiran saya. Mereka semua menyalak, menggonggong, dan bahkan beberapa diantaranya ada yang mendekat, mengejar dan menggeram. Wuih, nggak menyenangkan dech. Kaki saya penuh lumpur, saya nggak bisa membedakan mana jalanan, mana jurang tebing, mana hutan, lalu dikejar anjing pula! Yang menyenangkan hanya satu, saking gelapnya sekeliling, saya menengadahkan pandangan saya ke atas langit dan mendapatkan taburan bintang cantik memenuhi langit di atas sana. Cantik sekali. Pemandangan seperti ini nggak akan bisa dinikmati seandainya lampu-lampu desa bercahaya terlalu terang. Untungnya, saya masih diberkati. Ada sebuah ojek yang baru saja mengantarkan seorang ibu pulang dari Mamasa ke rumahnya di dekat Buntu Buda. Beliau melihat saya berjalan sendirian dan bertanya apakah saya ingin naik ojek atau tidak. Tanpa pikir panjang lagi, saya iyakan saja tawarannya tersebut. Harga Rp. 5.000 tidak ada artinya dibanding saya tiba di Mamasa dalam kondisi kotor berlumpur, baju terkoyak digigit anjing, dan terperosok di antara bebatuan tebing. Hahaha. Lebay. Kalau lain kali anda kebetulan berkunjung ke Kole malam hari, sebaiknya pastikan anda memiliki kendaraan untuk kembali, entah sewa motor atau menghubungi salah satu ojek yang banyak terdapat di Kota Mamasa. Jangan nekad.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
asyikk..
ReplyDeleteini kampung saya...