Oke, akhirnya kami kembali ke jalur Rante Soppang-Kota Mamasa. Tenang, walaupun dengan segudang nama yang saya sebutkan sebelumnya, rute Mamasa tergolong mudah. Hanya ada satu jalan raya besar yang menghubungkan Polewali dengan Mamasa. Hampir semua desa atau objek wisata terletak di jalan raya utama, atau percabangannya saja. Setelah puas berbelanja (sebenarnya, hanya membeli satu buah sambu saja sich..hihi...lebih banyak ngobrolnya!), akhirnya kami beranjak. Untungnya, urusan mengisi perut tak lupa dijabani. Setelah menahan lapar lantaran bertemu ibu pembuat Sambu dan penjual souvenir, akhirnya kami mengisi perut juga di salah satu rumah makan di dekat Mesa Kada. Mesa Kada sendiri adalah lokasi pemandian air panas namun pamornya sudah kalah dibandingkan Kole. Walaupun dibuka untuk umum, namun kata pak supir ojek yang saya tumpangi, Mesa Kada agak kurang terawat dibandingkan dengan Kole. Tentu, ini berkaitan dengan tidak dipungutnya retribusi pengunjung pada saat memasuki Mesa Kada alias gratis! Saya penasaran tapi waktu terbatas, gimana donk? Jadinya nggak jadi melihat Mesa Kada ini dech. Di dekat Mesa Kada sendiri terdapat sebuah bukit yang bernama Buntu Kasisi. Di Buntu Kasisi ini, pengunjung dapat menyaksikan sejumlah penenun Sambu bekerja dalam tim. Sayang, saya nggak menyambangi kedua tempat ini lantaran hari sudah cukup sore.
Target lokasi terakhir untuk hari ini adalah Kole. Namun sebelum itu, kami perlu mengisi energi dulu donk untuk melanjutkan perjalanan hari ini. Ya, urusan mengisi perut memang merupakan tantangan tersendiri di Mamasa ini. Berhubung wisatawan tidak terlalu banyak dan rumah tangga biasa memproduksi sendiri makanan hariannya, maka rumah makan umum memang sukar sekali ditemui di desa-desa di sekeliling Mamasa, bahkan di tempat wisatanya sekalipun! Susah bener dech! Rumah makan paling mudah ditemui di Kota Mamasa. Rumah makan yang saya datangi tersebut juga sepi, tidak banyak pengunjung mendatanginya. Rumah makan atau warung makan ini bernama Warung Makan Satu Tujuh, terletak di Rante-Rante, Desa Osango. Hmm....Rante ini mungkin sejenis nama tempat barangkali yach? Soalnya saya jadi inget nama-nama Rantepao, Bulu Rante Kombola, Marante, dan sebagainya.
Jangan heran, nggak ada menu makanan Mamasa di tempat ini. menu yang dijual di warung makan ini adalah menu yang biasa kita kenal seperti nasi goreng, mi goreng, nasi campur, ayam goreng, ikan goreng dan sejenisnya. Hahaha. Sayang sekali yach? Ya, daripada nggak makan, akhirnya nasi campur menarik juga untuk dicoba sich. Bolehlah dicoba, bagaimana sich rasanya nasi campur ala Mamasa itu. Dalam sepiring nasi campur, ada satu tangkup nasi, tempe oseng-oseng masak kecap, potongan wortel dan buncis, sepotong ayam goreng dan sebutir telur rebus utuh. Kelihatannya sich sedikit, tapi pas dimakan, wow...nggak habis-habis rasanya. Hehehe. Untuk sepiring nasi campur Mamasa yang cukup enak tersebut, saya hanya perlu membayar Rp. 15.000 saja. Ditambah dengan jus wortel asli plus susu kental manis seharga Rp. 5.000, puas deh acara mengisi perut pada siang itu. Karena memang nggak terbiasa menerima pengunjung, mereka memang butuh waktu untuk mempersiapkan makanan tersebut. Tapi jangan kuatir, semua bahan yang dipergunakan benar-benar segar dan baru dipotong/digoreng begitu anda memesan. Nggak ada bahan makanan jadi yang digunakan untuk nasi campur ini. Yum! Harga menu-menu makanan lainnya juga murah koq, wajar lah. Hehehe. Selepas sepiring nasi campur meluncur lepas menuju lambung kami, segeralah kami beranjak menuju Kole, pemandian air panas yang terletak di timur laut Kota Mamasa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment