Akhirnya Makan Sop Saudara Dan Ayam Bakar Di Toraja

Ternyata, mencari makan malam menjadi suatu tantangan tersendiri di Rantepao. Malam telah tiba di Rantepao seiring dengan pulangnya saya dari Buntu Pune. Dari Buntu Pune, Rantepao bisa dicapai dalam waktu sekitar 15 menit saja. Berhubung sudah malam, saya tidak memiliki banyak kegiatan lagi yang bisa dilakukan. Jadi, saya berpikir tentang makan malam! Berhubung di Toraja, saya berniat makan malam dengan menu Toraja. Jadi, dimana saya bisa mendapatkan menu Toraja?
Saya berpikir, Pasar Rantepao adalah tempat yang baik untuk memulai. Saya mulai melakukan pencarian rumah makan di sekitar pasar dengan menggunakan sepeda motor. Beberapa lokasi rumah makan yang saya temukan sama sekali tidak bernuansa Toraja, malah cenderung ke wilayah luar seperti Chinese food atau masakan Padang. Loch? Jauh-jauh ke Toraja koq makannya Padang atau Chinese food sich? Wih, saya bener-bener kebingungan nyari makanan Toraja di seputar Rantepao. Apa memang saya yang nggak ngelihat adanya restoran Toraja yach disini? Atau saya yang kurang gigih mencari? Malam semakin larut dan saya sudah lemes ingin makan malam. Akhirnya, pilihan jatuh ke Rumah Makam Pangkajene dan Kepulauan yang biasa kita kenal sebagai Warung Pangkep Sop Saudara. Warung ini terletak tidak terlalu jauh dari Pasar Rantepao, sederetan dengan Bank BRI Rantepao. Spanduk yang dipasangnya menegaskan lokasi warung makan ini. Warung makan ini bersih namun pencahayaannya agak kurang, agak remang-remang menurut saya. Warung makan ini dikelola oleh seorang Pak Haji. Bapak ini yang langsung menawarkan saya mau menu apa. Saya memesan nasi dengan ayam bakar dan sop saudara tentunya. Tampaknya, di malam hari, menu yang tersedia dan umum dipesan memang hanya ini saja. Buat rekan-rekan yang muslim, Tana Toraja memang wilayah yang didominasi oleh penduduk kristiani. Karenanya, menu babi menjadi sesuatu yang lumrah ditemukan disini. Namun, jangan kuatir, Warung Pangkep (banyak ditemukan di penjuru Sulawesi Selatan) umumnya dikelola oleh pemilik muslim juga. Oleh karena itu, buat yang nggak bisa makan babi, pilihlah Warung Pangkep yang umumnya menyajikan ayam dan sapi (kerbau di Toraja).
Tak lama, menu pesanan saya datang. Busyet! Banyak banget! Saya tidak menduga bahwa menu saya akan sebanyak ini. Nasi putih sepiring, ayam bakar satu potong paha lengkap dengan aneka sayur dan lalapan, kemudian sop saudara (sop saudara adalah sop daging biasa dengan bumbu kaldu, dimana dagingnya diganti dengan daging kerbau di Toraja) dalam mangkuk besar. Waduh. Bagaimana menghabiskan makanan sebanyak ini yach?
Saya akhirnya makan dengan perlahan-lahan. Warna daging yang mengapung di kuah sup memang kehitaman. Saya sendiri rasanya baru dengan jelas melihat daging kerbau di Toraja. Unik, rasanya enak dan lemaknya sedikit. Daging kerbau cenderung agak kering. Sementara itu, kalau soal ayamnya, rasanya hampir mirip dengan semua restoran ayam bakar yang pernah saya makan. Sama enaknya. Dan, saya tidak percaya bahwa saya bisa menghabiskan semua itu sendirian. Entah terlalu lapar atau bagaimana yach? Seusai makan, saya dikejutkan dengan harga yang harus saya bayar. Harga makanan yang tadi saya makan sebesar Rp. 23.000. Wow. Cukup besar juga untuk ukuran sebuah warung makan. Mungkin daging kerbau memang berharga lebih mahal dibanding daging lainnya kali yach? Begitu saya menyimpulkan.
Saya cukup merekomendasikan anda untuk makan malam di tempat ini. Tapi, buat yang memiliki waktu lebih, coba dech survei dahulu di sekeliling anda, siapa tahu ada makanan Toraja yang menarik untuk dicoba. Sayang kan, jauh-jauh makannya tetap yang mudah ditemui dimana pun. Termasuk salah satunya adalah Warung Pangkep ini. Walaupun masih khas Sulawesi Selatan, namun makanan Pangkajene termasuk yang paling mudah ditemui di seluruh penjuru Sulawesi Selatan, ketenarannya hampir mirip dengan Restoran Padang di penjuru Indonesia.

0 komentar:

Post a Comment