Mengintip Bumi Turatea, Jeneponto

Dari 5 kabupaten yang akan anda lewati dari Makassar hingga ke Tanjung Bira, anda akan melewati satu wilayah yang bernama Jeneponto. Tulisan Selamat Datang di Bumi Turatea akan banyak bertebaran di sudut kota dan kabupaten ini. Kabupaten Jeneponto yang beribukota di Bontosunggu sangat mudah dikenali dari penampilan fisiknya. Yang pertama tentu saja lambang kuda yang dijadikan simbol kabupaten (Sinjai yang terletak di utara Bulukumba juga menggunakan kuda sebagai simbol kabupaten loch). Di pintu masuk kabupaten dari arah Takalar, anda akan menjumpai patung kuda bertengger di tengah jalan raya. Maka dari itu, nggak heran juga di Jeneponto ini banyak sekali ditemukan coto kuda alih-alih coto capi...eh...sapi, hihi... yang umum di bagian Sulawesi Selatan lainnya. Ciri kedua yang mudah dikenali adalah padang savana. Sebelum memasuki kota Bontosunggu dari Pattalasang dan sesudah keluar kota sebelum mencapai Bantaeng, pemandangan yang menghiasi jendela kanan dan kiri anda adalah padang savana berwarna kecoklatan dengan rerumputan yang meranggas dan pohon-pohon palem maupun lontar yang berdiri sendiri jarang-jarang di kejauhan. Kondisi tanah serupa hanya umum ditemukan di wilayah Timor dan Indonesia bagian tenggara lainnya. Akibat curah hujan yang rendah dan tanah yang agak berkapur, maka situasi tanah di Jeneponto mudah sekali menjadi padang savana. Hingga kejauhan mata memandang, yang tampak hanyalah undakan tanah lurus hingga ke cakrawala. Hewan-hewan khas savana seperti kuda memenuhi beberapa sudut savana tersebut. Hanya coklat yang tampak di mata saya. Kebetulan, saya berkunjung pada waktu musim kemarau. Entah bagaimana kalau musim penghujan, mungkin akan lebih hijau yach? Uniknya, area savana ini bercampur dengan wilayah perbukitan. Maka dari itu, jangan heran kalau di sela-sela anda melihat dataran savana, kendaraan yang anda tumpangi bisa meliuk-liuk naik turun tenggelam dan muncul diantara deretan bukit-bukit coklat yang cantik, namun sayangnya, tetep panas.
Di sisi lain, Jeneponto berbatasan langsung dengan Laut Flores di bagian selatan. Tampak beberapa kali kendaraan yang kami tumpangi melintasi jalur di tepi laut. Ramainya aktifitas pelayaran dan laut yang berwarna biru tua menjadi pemandangan manis sekaligus kontras di Jeneponto. Di kala jalur yang kami lewati agak jauh dari laut, muncullah tambak-tambak dengan benda putih berbentuk segitiga yang terkumpul agak banyak di sisi pematang tambak. Hm...ternyata daerah ini penghasil garam toh? Belakangan saya tahu, ternyata Jeneponto memang terkenal sebagai daerah penghasil garam di Sulawesi Selatan. Ketenaran daerah ini hingga membuat ladang garam yang tersebar di wilayah ini dikenal sebagai objek wisata loch. Rata-rata, turis yang berkunjung ke Tanjung Bira akan melakukan perhentian satu kali di Jeneponto untuk makan coto kuda dan melihat-lihat ladang garam dengan latar lautan atau bukit dan dataran savana yang kering. Bosan dengan padang savana dan ladang garam? Uniknya, kondisi seperti ini hanya ditemukan di pesisir selatan Jeneponto. Di bagian tengah dan utara kebupaten ini (sayangnya, saya tidak melintasinya karena jalur utama Makassar - Bulukumba hanya melewati pesisir selatan) bentang alamnya berubah drastis menjadi kehijauan dan bergunung-gunung (Gunung Lompobattang-Bawakaraeng berada di wilayah ini). Terdapat sejumlah tempat wisata dimana salah satunya adalah Air Terjun Je'ne Ariba yang terdapat di lereng Gunung Lompobattang. Penasaran akan Jeneponto? Yuk, mari datang dan rasakan.

0 komentar:

Post a Comment